Lajnah Bahsul Masail (LBM) kembali mengkaji beberapa
persoalan agama, kini mereka mengkaji terkait tafsir ruhul bayan, berikut
Majalah tampilkan kajian LBM terkait tafsir ruhul bayan dan menolak pemahaman
yang disampaikan oleh Bapak Aliwari. Pada tulisan sebelumnya kami menjanjikan
akan menampakkan beberapa contoh pemutarbalikan fakta atas nash-nash para ulama
yang dilakukan oleh Bapak Aliwari dalam bukunya -Hadiah Pahala Amalan Rekayasa.
Maka kali ini kami mencoba memperlihatkan salah satu contoh kasus pembohongan
Bapak Aliwari atas nama para ulama yang ia lakukan dalam bukunya tersebut.
Kitab yang kami pilih kali ini adalah kitab Tafsir Ruhul Bayan.
Tafsir Ruh al-Bayan adalah karangan seorang ulama
tasawuf ahli Thariqat Khalwatiyah Ismail Haqqy bin Musthafa al-Istanbuly
al-Hanafy al-Khalwaty (w. 1127 H/1715 M). Bapak Aliwari dalam bukunya -Hadiah
Pahala Amalan Rekayasa- membawakan nash Tafsir Imam al Haqqi ketika menafsirkan
ayat 39 surat an-Najmu dalam bukunya pada halaman 121. Kecurangan bapak Aliwari
kembali terjadi disini, dimana ia hanya mengutip setengah nash Imam a-Haqqy dan
menutup mata terhadap penjelasan Imam al-Haqqy selanjutnya. Aliwari hanya
mengutip perkataan Imam al-Haqqy: (1)
والمعنى وانه
اى الشأن ليس للانسان فى الآخرة الا سعيه فى الدنيا من العمل والنية اى كما
لايؤآخذ احد بذنب الغير لايثاب بفعله
Arti ayat tersebut bahwa seseorang tidak bisa sama
sekali mendapat pahala di akhirat kecuali hanya semata-mata pahala amal dan
niat yang telah ia lakukan sendiri semasa ia hidup didunia dan juga berarti
bahwa bila seseorang tidak bisa sama sekali di azab (di akhirat) dengan sebab
dosa orang lain maka diapun juga tidak bisa di beri pahala dengan amal orang
lain (Tafsir al-Haqqy 14:343) [di sini tersirat asa keadilan mutlak Allah SWT
dan asas kesempatan beramal dan berniat sendiri], demikian penjelasan bapak
Aliwari pada halaman 121-122.
Lalu benarkan kesimpulan yang diambil oleh Aliwari
bahwa Imam al-Haqqy sependapat denganya dalam masalah ini?
Mari kita buktikan dengan membuka kitab Tafsir Imam
al-Haqqy, Tafsir Ruhul Bayan.
Kalau kita melihat kedepan sedikit lagi maka akan
sangat jelas bagaimana pandangan Imam al-Haqqy. Imam al-Haqqy melanjut:(2)
وظاهر الآية
يدل على انه لاينفع احدا عمل احد
Secara dhahir ayat ini menunjuki bahwa tidak
bermanfaat terhadap seseorang dengan amalan orang lain.
Imam al-Haqqy mengatakan, kalau melihat secara
sepintas memang benar seolah-olah bahwa memang tidak ada sama sekali manfaat
dari amalan orang lain, namun ini bukanlah makna yang dimaksud dari ayat
tersebut. Selanjutnya Imam al-Haqqy membawakan beberapa pendapat para ulama
tentang penafsiran ayat tersebut, mulai dari pendapat yang diriwayatkan dari
Ibnu Abbas RA, pendapat yang menyatakan ayat tersebut mansukh, pendapat
Ikrimah, pendapat Rabi` bin Anas RA yang mengatakan bahwa orang mukmin bisa
mendapat pahala dari amalan sendiri dan amalan orang lain, kemudian Imam
al-Haqqy menguatkan pendapat tersebut dengan membawakan beberapa hadist.
Kemudian Imam al-Haqqy mengambil kesimpulan: (3)
والحاصل ما
كان من السعى فمن طريق العدل والمجازاة وما كان من غير السعى فمن طريق الفضل
والتضعيف فكرامة الله تعالى اوسع واعظم من ذلك
Kesimpulan; pahala yang berasal dari amalan sendiri
maka merupakan dari jalan keadilan dan balasan (Allah) sedangkan balasan yang
berasal dari bukan amalannya maka dari jalan karunia Allah dan dilipat gandakan
(balasan), karena kemurahan Allah ta`ala lebih luas dan lebih besar dari
demikian.
Maksud dari penjelasan Imam al-Haqqy adalah, kalau
melihat kepada keadilan Allah, maka manusia hanya dipastikan mendapat balasan
amalannya sendiri, namun Allah adalah maha pemurah dan karunia Allah sangat
besar. Maka jika melihat dari karunia Allah maka bisa saja Allah memberikan
seorang mukmin mengambil manfaat dari amalan saudaranya tanpa mengurangi
sedikitpun amalan saudaranya tersebut.
Selanjutnya Imam al-Haqqy membawakan pendapat Ibnu
Taimiyah tentang ijmak para ulama tentang manfaat dari amalan orang lain
disertai dengan beberapa contoh manfaat dari amalan orang lain (Insya Allah
pendapat Ibnu Taimiyah tentang hal ini akan kami sajikan secara khsusus).
Pada akhirnya Imam al-Haqqy berkata:(4)
ونظائر ذلك
كثرة لاتحصى والآيات الدالة على مضاعفة الثواب كثيرة ايضا فلا بد من توجيه قوله
تعالى { وان ليس للانسان الا ماسعى } فانه لاشتماله على النفى والاستثناء يدل على
ان الانسان لاينتفع الا بعمل نفسه ولايجزى على عمله الا بقدر سعيه ولايزداد وهو
يخالف الاقوال الواردة فى انتفاعه بعمل غيره وفى مضاعفة ثواب اعماله ولا يصح أن
يؤول بما يخالف صريح الكتاب والسنة واجماع الامة
Contoh-contoh serupa (mengambil manfaat dari amalan
orang lain) sangat banyak dan tidak terhingga. Ayat-ayat Al Quran yang
menunjuki bahwa adanya dilipatkan pahala sangat banyak, maka tidak boleh tidak
diluruskan makna firman Allah “bahwa tiada bagi manusia kecuali hasil
usahanya sendiri”, ayat tersebut mengandung nafi dan istisna yang menunjuki
bahwa manusia tidak mengambil manfaat kecuali dari amalannya sendiri dan tidak
akan mendapat balasan kecuali dengan kadar amalannya sendiri dan tidak bisa
bertambah. Hal tersebut menentang dengan pendapat (para ulama) tentang adanya
manfaat dengan amalan orang lain dan adanya dilipat gandakan pahala amalannya.
Dan tidak sah bahwa diartikan (ayat ini) dengan penafsiran yang menentang
dengan sharih kitab (Al Quran) sunah dan ijmak para ulama.
Maksudnya; Imam al-Haqqy mengakui bahwa kalau melihat
sepintas bahwa ayat An Najmu 39 terdapat istisna (الا ) dan nafi yang kalimat ليس maka menunjuki adanya hashar, sehingga secara sepintas
akan terpahami seperti pemahaman Aliwary, bahwa manusia hanya dapat mengambil
manfaat dari amalannya saja, namun kesimpulan yang demikian menentang dengan
pendapat para ulama yang mengatakan bahwa adanya manfaat dari amalan muslim
yang lain, bahkan pemahaman tersebut juga menentang dengan Al Quran dan
hadist-hadits Rasulullah SAW yang menyimpulkan adanya manfaat dari amalan orang
lain.
Selanjutnya Imam Haqqy menerangkan jawaban para ulama
tentang hal ini:(5)
فأجابوا عنه
بوجوه منها انه منسوخ ومنها انه فى حق الكافر ومنها انه بالنسبة الى العدل لا
الفضل وقد ذكرت ومنها ان الانسان انما ينتفع بعمل غيره اذا نوى الغير أن يعمل له
حيث صار بمنزلة الوكيل عنه القائم مقامه شرعا فكان سعى الغير بذلك كأنه سعيه وايضا
ان سعى الغير انما لم ينفعه اذا لم يوجد له سعى قط فاذا وجد له سعى بان يكون مؤمنا
صالحا كان سعى الغير تابعا لسعيه فكأنه سعى بنفسه
Para ulama memberikan jawaban dengan beberapa jawaban:
antara lain; ayat tersebut mansukh, ayat tersebut berlaku untuk kaum kafir, hal
tersebut hanya dari tinjauan keadilan Allah bukan dari tinjauan karuniaNya dan
hal ini telah saya sebutkan, manusia hanya sanya bisa mengambil manfaat dengan
amalan orang lain apabila orang lain tersebut telah meniatkannya baginya
seolah-olah ia telah menjadi wakil yang berada pada posisinya pada hukum
syara`. Maka amalan orang lain dengan sebab demikian (telah diniatkan) bagaikan
amalannya sendiri, dan lagi amalan orang lain tidak akan memberi manfaat
apabila ia tidak memiliki usaha sama sekali. Apabila ia telah memiliki amal
yaitu ia seorang yang beriman dan shalih maka amalan orang lain bisa mengikuti
amalannya maka seolah-olah itu amalannya sendiri…
Kemudian Imam al-Haqqy kembali menyimpulkan:(6)
والحاصل انه
لما كان مناط منفعة كل ماذكر من الفوائد عمله الذى هو الايمان والصالح ولم يكن
لشىء منه نفع مابدونهما جعل النافع نفس عمله وان كان بانضمام غيره اليه وفى اول
باب الحج عن الغير من الهداية الانسان له أن يجعل ثواب عمله لغيره صلاة او صوما او
صدقة اوغيرها عند اهل السنة والجماعة
Dan kesimpulannya, manakala sebab bermanfaat semua
yang telah disebutkan adalah amalannya sendiri yaitu beriman dan amal shalih,
dan semua itu (amalan orang lain) tidak akan bermanfaat baginya tanpa
keduanya(iman dan amal shalih) niscaya dijadikanlah dia bermanfaat adalah
amalannya sendiri walaupun sebenarnya dengan adanya tambahan amalan orang lain.
Disebutkan dalam awal bab haji `an al-ghair min al-hidayah: boleh bagi manusia
menjadikan pahala amalannya bagi orang lain baik berupa shalat, puasa, shadaqah
dan amalan yang lain menurut pandangan Ahlus sunnah wal jamaah.
Sebenarnya masih panjang uraian Imam al-Haqqy tentang
hadiah pahala amalan, tetapi kami rasa cukup disini kami sebutkan bagaimana
sebenarnya pandangan Imam al-Haqqy tentang hadiah pahala,sebagai bantahan
terhadap kesimpulan Bapak Aliwari dalam bukunya Hadiah Pahala Amalan Rekayasa.
Maka sudah cukup menjadi bukti yang nyata bahwa bapak Aliwary telah berdusta
atas nama Imam al-Haqqy, dimana ia menulis dalam bukunya seolah-olah bahwa Imam
al-Haqqy sependapat dengan pandangannya bahwa hadiah pahala sama sekali tidak
ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar