Salah satu hal
yang tak hentinya di sesatkan oleh kaum wahaby/salafy adalah kenduri di rumah
kematian, padahal masalah ini adalah masalah perdebatan yang sudah lama sekali
di jawab oleh ulama-ulama Ahlus sunnah. Diantara ulama-ulama yang menjelaskan
hal tersebut adalah Syeikh Ismail Utsman Zain (1352- 1414 H), seorang ulama asal
Yaman yang menetap dan mengajar di Madrasah Saulatiyah, Makkah selama 23 tahun.
Beliau merupakan seorang ulama yang memiliki nama besar dan di akui keilmuan
beliau oleh para ulama-ulama yang lain. Murid-murid beliau tersebur di seluruh
penjuru dunia, tak terkecuali di Indonesia, bahkan beliau mengarang satu
Risalah, Al-ajwibah as-Sunniyah ‘an As’ilah al-Indonesiyyah yang merupakan
jawaban dari beberapa pertanyaan dari muhibbin dari Indonesia.
Salah satu yang
ditanyakan dalam risalah tersebut adalah hukum kenduri di rumah kematian,
kemudian Syeikh Ismail Utsman Zain memberikan uraian jawaban secara ringkas,
uraian beliau yang lebih panjang ada dalam kitab beliau yang lain yaitu kitab Raf`ul
al-Isykal wa Ibthal al-Mughalah fi Hukm al-Walimah min Ahl al-Mayyit ba’d
al-Wafat. Di sini kami akan menampilkan jawaban Syeikh Ismail Zain tentang
hukum kenduri di rumah kematian, semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan
menjadi pelega bagi hati kaum muslimin yang memberikan kenduri di rumah
kematian dari tuduhan-tuduhan kaum salafi wahaby yang gencar-gencarnya
membid’ahkan dan menyesatkan kaum muslim yang lain.
السؤال الثالث): ما قولكم في إطعام الطعام تصدقا وضيافة
من أهل الميت للمعزين. بعض علمائنا يقول حرام إن كان قبل الدفن، ومحمودا إن كان
بعد الدفن. وبعضهم يقول حرام إن كان بحضرة الجنازة أي في مجلس واحد وإلا فلا. وبعضهم
يقول حرام مطلقا، لأن أغلب الناس أنهم يطعمون من تركة الميت أو من مالهم ومن بعض
تركة الميت.
فالجواب) والله الموفق للصواب: أن الإطعام المذكور تصدقا
وضيافة كما ذكر في السؤال من القرب والمسحبات الشرعية، لأن الضيافة من مكارم
الأخلاق ومن ثمرات الإيمان. وفي الحديث الصحيح: {فمن كان يؤمن بالله واليوم الآخر
فليكرم ضيفه}. والصدقة من أفضل القربات ومن الحسنات التي تنمو بالمضاعفات. قال
الله تعالى {مَّثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللّهِ
كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنبُلَةٍ مِّئَةُ حَبَّةٍ
وَاللّهُ يُضَاعِفُ لِمَن يَشَاء} الآية. وقال تعالى: {وَأَقْرَضُوْا اللهَ قَرْضًا حَسَنًا}
الآية. وسواء كانت الصدقة عن الميت فإن ثوابها يصل إليه بالإجماع أو كانت للمتصدق
نفسه فهي من أعماله الصالحة التي تكون في كفة حسناته وحيث كانت بنية الميت فيشترط
أن تكون من بالغ عاقل جائز التصرفات.
واعلم أن الوليمة من أهل الميت للمعزّين وغيرهم تعتبر من
الأعمال الصالحة ومن أنواع البر فهي محمودة شرعًا، ما لم تكن من مال القاصرين. وقد
أُلّفتْ في هذا الشأن رسالة مفيدة تسمى “رفع الإشكال وإبطال المغالاة في حكم
الوليمة من أهل الميت بعد الوفاة”، فهي وافية بالمقصود حكما ودليلا، رواية ودراية.
وحاصلها أن الأصل في الوليمة الإستحباب والإستحسان شرعًا، ولا تخرج عن هذا الأصل
إلا لعارض. ولا فرق في ذلك بين كونها قبل الدفن أو بعده كما في الرسالة المذكورة
وأما قول السائل: “بعض علمائنا يقول حرام إن كان قبل
الدفن ومحمود إن كان بعد الدفن وبعضهم يقول حرام إن كان بحضرة الجنازة أي في مجلس
واحد وإلا فلا. وبعضهم يقول حرام مطلقا، لأن أغلب الناس أنهم يطعمون من تركة الميت
أو من مالهم ومن بعض تركة الميت”. فنقول إن بعض العلماء القائلين بهذا التفصيل
والتقسيم وكذلك القائلون بالإطلاق فالجميع ليس لهم على ما يقولونه دليل ولا تعليل،
وإنما ذلك مجرد آراء هي عند الإنصاف لا تصدر عن عامي فضلا عن عالم. وأعظم من ذلك
قول السائل: “وبعضهم يقول حرام إن كان بحضرة الجنازة أي في مجلس واحد وإلا فلا”.
فهذا القول من العجائب والغرائب أن يصدر من شخص يقال إنه من العلماء. وقد قال الله
تعالى: {وَلاَ تَقُولُواْ لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَذَا حَلاَلٌ
وَهَذَا حَرَامٌ لِّتَفْتَرُواْ عَلَى اللّهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ
يَفْتَرُونَ عَلَى اللهِ الْكَذِبَ لاَ يُفْلِحُونَ. مَتَاعٌ قَلِيلٌ وَلَهُمْ
عَذَابٌ أَلِيمٌ}. عافانا الله تعالى من ذلك وجنبنا أسباب المهالك.
وأما كون الوليمة أو بعضها من تركة الميت، فإذا كانت
برضا الورثة البالغين ومن نصيبهم فلا مانع من ذلك كما قدمنا، لأن التركة بعد وفاة
الميت هي ملك الورثة، فلهم أن يطعموا منها أو من غيرها. هذا ما تيسر لي من الجواب
باختصار. ومن أراد المزيد فعليه بالرسالة المذكورة آنفا، فإن فيها ما يكفي ويشفي.
ونسأل الله تعالى أن يجعلنا ممن يستمعون القول فيتبعون أحسنه، ولا يجعلنا ممن يقفون
ما ليس لهم به علم. وصلى الله على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم تسليما كثيرا
والحمد لله رب العالمين.
Soal yang ketiga.
Bagaimana
pendapatmu tentang memberi makanan dari keluarga mayat untuk bersadaqah dan
menjamu bagi orang yang berta`ziah?
Sebagian ulama
kita mengatakan haram jika sebelum di kuburkan mayat, dan terpuji (mamduh) jika
setelah di kuburkan mayat. Sebagian yang lain mengatakan haram jika di hadapan
jenazah maksudnya dalam satu majlis sedangkan bila bukan demikian maka tidak
haram. Sebagian ulama yang lain mengatakan haram mutlak karena kebanyakan
manusia menyediakan makanan dari harta peninggalan mayat atau dari harta mereka
dan sebagian lagi dari harta peninggalan mayat!
Jawab:
Allah yang
memberi taufiq kepada kebenaran. Menyediakan makanan tersebut sebagai shadaqah
dan menjamu sebagaimana dalam soal merupakan sebagian dari perbuatan qurbah
yang perbuatan sunat dalam syara`, karena dhiyafah (menjamukan) termasuk dari
akhlak yang mulia dan merupakan kehasilan dari keimanan. Tersebut dalam satu
hadits; barangsiapa beriman dengan Allah dan RasulNya maka hendaklah ia
memuliakan tamu. Shadaqah termasuk dari seafdhal-afdhal qurbah dan termasuk
kebaikan yang dibalas dengan balasan yang berganda. Allah berfirman: Perumpamaan
(nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan
Allahadalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada
tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang
Dia kehendaki. (Q.S.al-Baqarah ayat 261) dan Allah juga berfirman : …
mereka meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik…(Q.S. al-Hadid ayat 18).
Sama hukumnya
shadaqah itu untuk mayat(di niatkan pahalanya untuk mayat), maka pahalanya bisa
sampai kepada mayat berdasarkan ijmak para ulama atau shadaqah tersebut untuk
diri orang bershadaqah maka ini termasuk dalam amalan shalih yang berada dalam
neraca kebaikan (kelak di akhirat) Apabila diniatkan untuk si mayat maka
disyaratkan harus dilakukan oleh orang yang baligh yang boleh mempergunakan
harta (ahli tasharruf)
Ketahuilah bahwa
kenduri dari keluarga mayat untuk orang yang ta`ziyah dan yang lain termasuk
dalam amalan shalih dan bagian kebaikan maka perbuatan ini terpuji dalam
pandangan syara` selama bukan berasal dari harta orang yang kurang (maksudnya
harta orang yang tidak memiliki wewenang sendiri dalam menggunakan harta
seperti anak-anak, orang gila, safih, dan muflis) dan sungguh saya telah
mengarang satu risalah yang berfaedah yang bernama “Raf`ul al-Isykal wa Ibthal
al-Mughalah fi Hukm al-Walimah min Ahl al-Mayyit ba’d al-Wafat”. Risalah ini
merupakan satu kitab yang memenuhi tujuan baik dalil atau illatnya baik secara
riwayat ataupun dirayah.
Kesimpulannya,
bahwa asal dalam kenduri adalah sunat dan merupakan perbuatan baik dalam syara`
dan tidak akan keluar dari asal ini kecuali karena ada faktor luar (‘aridhy)
dan hal ini tidak ada bedanya baik dilaksanakan kenduri tersebut sebelum di
tanam mayat ataupun setelahya sebagaimana kami sebutkan dalam risalah tersebut.
Adapun perkataan
penanya;
Sebagian ulama
kita mengatakan haram jika sebelum di kuburkan mayat, dan terpuji jika setelah
di kuburkan mayat. Sebagian yang lain mengatakan haram jika di hadapan jenazah
maksudnya dalam satu majlis sedangkan bila bukan demikian maka tidak haram.
Sebagian ulama yang lain mengatakan haram mutlak karena kebanyakan manusia
menyediakan makanan dari harta peninggalan mayat atau dari harta mereka dan
sebagian lagi dari harta peninggalan mayat!
Maka kami menjawab:
Sungguh sebagian
kalangan ulama yang mengatakan dengan rincian dan pembagian ini dan juga yang
mengatakan secara mutlak maka tidak ada dalil maupun alasan (ta’lil) bagi
mereka. Itu semua hanyalah semata-mata pendapat belaka yang sebenarnya bila mau
bersikaf adil pendapat seperti demikian tidak akan keluar dari orang awam
apalagi orang yang alim.
Dan yang lebih
parah lagi adalah pendapat yang mengatakan bahwa haram jika di hadapan jenazah
maksudnya dalam satu majlis dan jika bukan di hadapan jenazah maka tidak haram.
Pendapat ini adalah pendapat yang aneh dan gharib yang tidak akan keluar dari
seseorang yang dikatakan sebagai ulama.
Allah berfirman:
Dan janganlah
kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “ini
halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah.
Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah
beruntung. (Itu adalah) kesenangan yang sedikit, dan bagi mereka azab yang
pedih.(Q.S. an-Nahl ayat 116-117)
Semoga Allah
menjaga kita dari hal demikian dan dari sebab-sebab kebinasaan.
Adapun bila
seluruh kenduri tersebut atau sebagiannya berasal dari harta peninggalan si
mayat maka jika ada ridha dari ahli waris yang telah baligh dan di ambil dari
bagian mereka maka tidak ada hal yang menjadi penghalangnya(maksudnya tidak
adahal yang menyebabkannya haram) sebagaimana telah kami sebutkan terdahulu,
karena harta peninggalan setelah wafat menjadi milik ahli waris, maka mereka
boleh saja memberikanya dari harta tersebut atau dari harta yang lain.
Inilah kemudahan
bagi kami dalam menjawab dengan ringkas. Barangsiapa yang menginginkan uraian
yang lebih maka silahkan melihat Risalah kami yang kami sebutkan barusan,
karena disana ada jawaban yang memadai dan menyejukkan.
Semoga Allah menjadikan
kita termasuk dalam golongan orang-orang yang mendengar perkataan dan mengikuti
yang paling baik. Dan jangan di jadikan kita termasuk dalam golongan orang yang
menahan hal yang sama sekali tidak ada ilmunya bagi mereka.
Dan Rahmat
sejahtra atas penghulu kita Sayyidina Muhammad dan keluarga beliau dan shahabat
beliau dan sejatra yang banyak. wal hamdulillahi Rabbil Alamin.
Al-ajwibah
as-Sunniyah ‘an As’ilah al-Indonesiyyah, Syeikh Ismail Utsman Zain al-Yamani
al-Makky
Maka dari uraian
panjang Syeikh Ismail Zain tersebut dapatkan kita simpulkan tentang hukum
kenduri di rumah kematian:
1.
Boleh
bahkan sunat, selama tidak di ambil dari harta peninggalan yang menjadi hak
ahli waris yang belum baligh, baik diambil dari harta warisan yang menjadi
bagian ahli waris yang telah baligh baik atau di ambil dari hartanya pribadi
ahli waris ataupun hasil dari shadaqah pihak-pihak yang lain.
2.
Bila
menggunakan harta orang-orang yang belum baligh, antara lain harta ahli
peninggalan mayat yang ahli warisnya anak-anak yang belum baligh maka hukumnya
haram, hal ini karena orang yang mengelola harta anak-anak tidak boleh
menggunakan harta tersebut untuk hal-hal yang tidak membawa keuntungan bagi
harta tersebut termasuk tidak boleh digunakan untuk bersadaqah.
3.
Hukum melakukan
kenduri kematian ini sama saja hukumnya baik dilakukan setelah mayat di
kebumikan ataupun sebelumnya.
sumber: santridayah.com
sumber: santridayah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar