Apa yang harus dilakukan Istri
ketika Suaminya meninggal? Dan, jika Suami meninggalkan Sholat semasa sakit,
Apa yang harus dikerjakan pihak keluarga?
Problem Solving
Seorang Istri, hal terindah yang
sangat didamba dalam menjajaki hitam putih kehidupan adalah perhatian dan kasih
sayang yang menyamudera dari seorang Suami tercinta. Jika Suami telah kembali
kehadirat Sang Maha Kuasa, maka yang tersisa hanyalah perih dan duka yang tiada
terkira. Namun, Allah SWT tidak akan menguji hambanya diluar batas
kemampuannya. Dia akan memberikan yang lebih indah dan lebih baik dari apa yang
telah sirna, jika hambanya mau bersabar dan tabah atas segala cobaan yang
menderanya.
Ketika suami meninggal dunia, maka
Istri harus menjalani Masa Iddah, yaitu masa transisi untuk mengetahui bahwa di
dalam rahim tidak ada janin. Sehingga, Istri baru diperbolehkan menikah kembali
setelah melalui masa itu.
Perlu diketahui, bahwa pada
dasarnya, Masa Iddah yang harus dijalani seorang Istri (baik sebab
ditinggal mati suaminya atau yang lain) itu tidak lebih hanya karena alasan
Ta’abbudi, artinya perintah tersebut tidak ditengarai oleh ‘illat / sebab yang
jelas-pasti, namun hanya semata-mata menjalankan perintah ilahi. Sehingga,
perempuan yang sudah lansia dan sudah pasti tidak akan Hamil, itu juga harus
menjalani masa Iddah.
Lamanya masa Iddah bagi Istri yang
ditinggal mati suaminya adalah 4 Bulan 10 Hari jika Istri dalam keadaan Hail
(Tidak Hamil). Namun, apabila Istri dalam keadaan Hamil, maka masa Iddahnya
berakhir sampai melahirkan. Allah SWT berfirman dalam surat al Baqoroh, 234 dan
Surat At Tholaq, 4 :
وَالّذِينَ
يُتَوَفّوْنَ مِنكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجاً يَتَرَبّصْنَ بِأَنْفُسِهِنّ
أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْراً فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنّ فَلاَ جُنَاحَ
عَلَيْكُمْ فِيمَا فَعَلْنَ فِيَ
أَنْفُسِهِنّ بِالْمَعْرُوفِ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (البقرة : 234)
وَأُولاتُ
الأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ. (الطلاق : 4)
Dalam menjalani masa iddah (sebab
ditinggal mati suaminya), Istri harus selalu menetap di area (pekarangan) rumah
dan tidak diperbolehkan menghias diri dengan memakai pakaian yang bercorak,
perhiasan emas-perak, minyak wangi, celak Mata dan segala sesuatu yang dapat
menambah daya tarik, atau dalam ranah Syara’ disebut “Ihdad”. Hal ini
sebagaimana hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan Abu Dawud dan An Nasai:
أن النبي صلى الله عليه وسلم قال المتوفى عنها زوجها لا تلبس الحلي ولا تكتحل ولا تختض
Sementara, tentang problem sholat
yang ditinggalkan oleh suami semasa sakit, terjadi silang pendapat antara
Ulama’; Menurut konsesus mayoritas ulama’, keluarga mayyit tidak perlu
meng-qodloi sholat atau membayar fidyah (tebusan) atas sholat yang ditinggalkan
Mayyit.
Namun, jika Keluarga Mayyit masih ingin meng-qodloi sholat yang ditinggalkan Mayyit, maka diperbolehkan dengan berpijakan pada Qoul Ulama’ yang lain, yang digawangi oleh Kelompok Mujtahidin dan bahkan kasus ini pernah dilakukan oleh Imam As Subki.
Namun, jika Keluarga Mayyit masih ingin meng-qodloi sholat yang ditinggalkan Mayyit, maka diperbolehkan dengan berpijakan pada Qoul Ulama’ yang lain, yang digawangi oleh Kelompok Mujtahidin dan bahkan kasus ini pernah dilakukan oleh Imam As Subki.
Pendapat ketiga yang dipresentasikan
oleh Sebagian besar Ashab Syafi’I mengatakan, keluarga mayyit boleh mengganti
sholat yang ditinggalkan Mayyit dengan 1 Mud (6 ons) Makanan Pokok tiap satu
sholat, dan diberikan kepada Fakir Miskin.
Referensi :
1) Al Iqna’ Lis Syibini
1) Al Iqna’ Lis Syibini
2) I’anah at Tholibin
3) Fatawil Azhar, Juz VIII, Hal: 318
Tidak ada komentar:
Posting Komentar