Jumat, 20 Desember 2013

Meninggal Punya Hutang Sholat



Apa yang harus dilakukan Istri ketika Suaminya meninggal? Dan, jika Suami meninggalkan Sholat semasa sakit, Apa yang harus dikerjakan pihak keluarga?

Problem Solving
Seorang Istri, hal terindah yang sangat didamba dalam menjajaki hitam putih kehidupan adalah perhatian dan kasih sayang yang menyamudera dari seorang Suami tercinta. Jika Suami telah kembali kehadirat Sang Maha Kuasa, maka yang tersisa hanyalah perih dan duka yang tiada terkira. Namun, Allah SWT tidak akan menguji hambanya diluar batas kemampuannya. Dia akan memberikan yang lebih indah dan lebih baik dari apa yang telah sirna, jika hambanya mau bersabar dan tabah atas segala cobaan yang menderanya.
Ketika suami meninggal dunia, maka Istri harus menjalani Masa Iddah, yaitu masa transisi untuk mengetahui bahwa di dalam rahim tidak ada janin. Sehingga, Istri baru diperbolehkan menikah kembali setelah melalui masa itu.
Perlu diketahui, bahwa pada dasarnya, Masa Iddah yang harus dijalani seorang Istri (baik sebab ditinggal mati suaminya atau yang lain) itu tidak lebih hanya karena alasan Ta’abbudi, artinya perintah tersebut tidak ditengarai oleh ‘illat / sebab yang jelas-pasti, namun hanya semata-mata menjalankan perintah ilahi. Sehingga, perempuan yang sudah lansia dan sudah pasti tidak akan Hamil, itu juga harus menjalani masa Iddah.
Lamanya masa Iddah bagi Istri yang ditinggal mati suaminya adalah 4 Bulan 10 Hari jika Istri dalam keadaan Hail (Tidak Hamil). Namun, apabila Istri dalam keadaan Hamil, maka masa Iddahnya berakhir sampai melahirkan. Allah SWT berfirman dalam surat al Baqoroh, 234 dan Surat At Tholaq, 4 :
وَالّذِينَ يُتَوَفّوْنَ مِنكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجاً يَتَرَبّصْنَ بِأَنْفُسِهِنّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْراً فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا فَعَلْنَ فِيَ أَنْفُسِهِنّ بِالْمَعْرُوفِ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (البقرة : 234)
وَأُولاتُ الأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ. (الطلاق : 4)
Dalam menjalani masa iddah (sebab ditinggal mati suaminya), Istri harus selalu menetap di area (pekarangan) rumah dan tidak diperbolehkan menghias diri dengan memakai pakaian yang bercorak, perhiasan emas-perak, minyak wangi, celak Mata dan segala sesuatu yang dapat menambah daya tarik, atau dalam ranah Syara’ disebut “Ihdad”. Hal ini sebagaimana hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan Abu Dawud dan An Nasai:

أن النبي صلى الله عليه وسلم قال المتوفى عنها زوجها لا تلبس الحلي ولا تكتحل ولا تختض
Sementara, tentang problem sholat yang ditinggalkan oleh suami semasa sakit, terjadi silang pendapat antara Ulama’; Menurut konsesus mayoritas ulama’, keluarga mayyit tidak perlu meng-qodloi sholat atau membayar fidyah (tebusan) atas sholat yang ditinggalkan Mayyit.
Namun, jika Keluarga Mayyit masih ingin meng-qodloi sholat yang ditinggalkan Mayyit, maka diperbolehkan dengan berpijakan pada Qoul Ulama’ yang lain, yang digawangi oleh Kelompok Mujtahidin dan bahkan kasus ini pernah dilakukan oleh Imam As Subki.
Pendapat ketiga yang dipresentasikan oleh Sebagian besar Ashab Syafi’I mengatakan, keluarga mayyit boleh mengganti sholat yang ditinggalkan Mayyit dengan 1 Mud (6 ons) Makanan Pokok tiap satu sholat, dan diberikan kepada Fakir Miskin.
Referensi :
1) Al Iqna’ Lis Syibini
2) I’anah at Tholibin
3) Fatawil Azhar, Juz VIII, Hal: 318

Tidak ada komentar:

Posting Komentar