Ahlissunnah
Wal Jama’ah (selanjutnya dibaca: Aswaja) adalah Manhaj beraqidah yang benar dengan dua
ciri. Pertama: mereka sangat mencintai keluarga Nabi Muhammad SAW. Kedua:
mereka juga sangat mencintai Sahabat Nabi Muhammad SAW.
Maka
tidak cukup orang mengaku beragama Islam akan tetapi dengan mudah mereka
mencaci para Sahabat Nabi Muhammad SAW. Dan yang keluar dari Aswaja
model ini diwakili oleh kelompok Syi’ah (Syi’ah Imamiyah Itsnata ’Asyariyah)
dengan ciri khas paling menonjol dari mereka adalah mengagungkan Ahlibait
Nabi Muhammad SAW akan tetapi merendahkan para Sahabat Nabi Muhammad SAW.
Begitu
juga tidak cukup orang mengaku Islam akan tetapi dia merendahkan Ahlul Bait
Nabi Muhammad SAW. Dan yang keluar dari Aswaja model ini
diwakili oleh mereka yang tidak peduli dengan urusan Ahlibait Nabi
Muhammad SAW, merendahkan Sayyidina Ali Bin Abi Tholib biarpun di sisi lain
mereka mengakui para Sahabat Nabi Muhammad SAW.
Ringkasnya
Aswaja adalah mereka yang memuliakan Ahlul Bait dan sekaligus
mengagungkan para Sahabat Nabi Muhammad SAW. Ada di antara orang-orang yang
mengaku mengagungkan dan memuliakan para Sahabat Nabi Muhammad SAW dan Ahlibait
Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi mereka punya penafsiran-penafsiran tentang aqidah
yang jauh dari kitab Alloh dan sunnah Rasululloh SAW.
Di
saat seperti itu muncullah seorang yang dinobatkan sebagai Imam besar yang
telah berusaha untuk membersihkan Aqidah Aswaja yang benar dari
unsur luar dan menjerumuskan. Dan muncullah cetusan-cetusan Ilmu Aqidah yang
benar yang dari masa ke masa menjadi pegangan Umat Islam sedunia yaitu Aqidah
Aswaja Asy’ariyyah.
Asy`ariyyah
adalah sebuah pergerakan pemikiran pemurnian Aqidah yang dinisbatkan
kepada Imam Abul Hasan Al-Asy`ari. Beliau lahir di Bashrah tahun 260
Hijriyah bertepatan dengan tahun 837 Masehi. Beliau wafat di Bashrah pada tahun
324 H / 975-6 M. Imam Al-Asy`ari pernah belajar kepada ayah tiri beliau yang
bernama Abu Ali Al-Jubba`i, seorang tokoh dan guru dari kalangan
Mu`tazilah. Sehingga Al-Asy`ari mula-mula menjadi penganut Mu`tazilah,
sampai tahun 300 H. Namun setelah beliau mendalami Aqidah Mu`tazilah
hingga berusia 40 tahun, terjadilah debat panjang antara beliau dengan gurunya,
Al-Jubba`i dalam berbagai masalah. Debat itu membuat beliau tidak puas dengan
konsep Mu`tazilah dan beliaupun keluar dari paham itu dan kembali kepada
pemahanan Aswaja.
Imam
Al-Asy`ari telah berhasil mengembalikan pemahaman sesat kepada Aqidah yang
benar dengan kembali kepada apa yang pernah dibangun oleh para Salaf
(Ulama sebelumnya) dengan senantiasa memadukan antara dalil nash (naql)
dan logika (`aql). Dengan itu beliau berhasil melumpuhkan para pendukung
Mu`tazilah yang selama ini menebar fitnah di tengah-tengah Ummat Ahlissunnah. Bisa dikatakan
sejak berkembangnya aliran Asy`ariyah inilah Mu`tazilah berhasil diruntuhkan. Yang
digarap oleh Imam Al’Asyari bukan saja kaum Mu’tazilah. Pada masa Ulama Salaf
ini, di sekitar tahun 260 H, mulai menyebar bid’ah Mu’tazilah, Khawarij,
Musyabbihah dan lainnya dari kelompok-kelompok yang membuat faham baru. Selain
Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari (W. 324 H) ada Imam Abu Manshur al-Maturidi
(W. 333 H) –semoga Alloh meridlai keduanya- yang beliau berdua
datang dengan menjelaskan Aqidah Aswaja yang diyakini para Sahabat Nabi
dan orang-orang yang mengikuti mereka, dengan mengemukakan dalil-dalil naqli
(nash-nash al-Quran dan Hadits) dan dalil-dalil aqli (argumen rasional)
disertai dengan bantahan-bantahan terhadap syubhat-syubhat (sesuatu yang
dilontarkan untuk mengaburkan hal yang sebenarnya) kaum Mu’tazilah,
Musyabbihah, Khawarij tersebut di atas dan Ahli Bid’ah lainnya. Sehingga
Ahlissunnah dinisbatkan kepada keduanya. Akhirnya Aswaja
akhirnya dikenal dengan nama al-Asy’ariyyun (para pengikut imam Abu al-Hasan al-Asy’ari)
dan al-Maturidiyyun (para pengikut imam Abu Manshur al-Maturidi).
Hal
ini tidak menafikan bahwa mereka adalah satu golongan yaitu al-Jama’ah. Karena
sebenarnya jalan yang ditempuh oleh al-Asy’ari dan al-Maturidi dalam pokok
aqidah adalah sama dan satu yaitu kembali kepada Salaf dalam Aqidah. Beliau
berdua tidak medatangkan sesuatu yang baru akan tetapi hanya menghadirkan ilmu
pendahulunya yang benar di saat terjadi maraknya fitnah.
Adapun
perbedaan yang terjadi di antara keduanya hanya pada sebagian masalah-masalah furu’
(cabang) Aqidah. Hal tersebut tidak menjadikan keduanya saling menghujat atau
saling menyesatkan, serta tidak menjadikan keduanya lepas dari ikatan golongan
yang selamat (al-Firqah al-Najiyah). Perbedaan antara al-Asy’ariyyah dan
al-Maturidiyyah ini adalah seperti halnya perselisihan yang terjadi antara para
Sahabat nabi, perihal apakah Rasululloh melihat Alloh pada saat Mi’raj?.
Sebagian
Sahabat, seperti Sayyidah ‘Aisyah Radiallahu anha dan Sayyidina Ibn Mas’ud
Radiallahuan mengatakan bahwa Rasululloh SAW tidak melihat Tuhannya pada waktu
Mi’raj. Sedangkan Sayyidina Abdullah Ibn 'Abbas Radiallahuan mengatakan bahwa
Rasululloh SAW melihat Alloh dengan hatinya. Alloh memberi
kemampuan melihat kepada hati Nabi Muhammad sehingga dapat melihat Alloh. Namun
demikian al-Asy’ariyyah dan al-Maturidiyyah ini tetap sepaham dan sehaluan
dalam dasar-dasar Aqidah.
Al-Hafizh
Murtadla az-Zabidi (W. 1205 H) mengatakan:“Jika dikatakan Ahlissunnah Wal
Jama’ah, maka yang dimaksud adalah al-Asy’ariyyah dan al-Maturidiyyah “.
(al-Ithaf, juz 2 hlm 6). Jadi Aqidah yang benar dan diyakini oleh para Ulama
Salaf yang Shalih adalah Aqidah yang diyakini oleh al-Asy’ariyyah dan
al-Maturidiyyah. Karena sebenarnya keduanya hanyalah meringkas dan menjelaskan Aqidah
yang diyakini oleh para Nabi dan Rasul serta para Sahabat. Aqidah Ahlissunnah
adalah Aqidah yang diyakini oleh ratusan juta Umat Islam, mereka adalah para
pengikut Madzhab Syafi’i, Maliki, Hanafi, serta orang-orang yang utama dari
Madzhab Hanbali (Fudhala’ al-Hanabilah).
Karena
yang tersebar di Indonesia adalah Aqidah Asya’riyyah maka dalam tulisan
ini kami lebih sering menyebut Asy’ariyyah dari pada al-Maturidiyyah.
Ulama
Asya’iroh dari masa ke masa
Ulama
Asya’iroh (pengikut Abul Hasan al-Asya’ari) dari masa ke masa selalu
mempunyai peran dalam membela Aqidah yang benar Aqidah Aswaja dan juga
disiplin ilmu yang lainnya seperti Ilmu Tafsir, Ilmu Hadits dan Fiqih.
Dan
terbukti dalam sejarah perkembangan Ulama Asya’iroh-lah yang memenuhi
penjuru dunia. Merekalah Aswaja yang sesungguhnya. Imam an-Nawawi, Imam
Ibnu Hajar al-Asqalani, al-Qurthubi, Imam al-Baqilani, Imam al-Fakhr ar-Razi,
Imam Ibnu Hajar al-Haitami, Imam Zakariya al-Anshari dll. Yang mereka semua
adalah panutan kita dalam berbagai disiplin ilmu Islam. an-Nawawi dalam fiqih
dan haditsnya dengan Kitab Fiqih yang sangat mashur Minhajut Tolibin dan
Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab juga kitab haditsnya Riyadhush Sholihin yang tidak
sah seorang alim kecuali harus pernah membacanya. Imam Ibnu Hajar al-Asqolani
pakar ilmu hadits yang digelari Amirul Mukminin dalam ilmu hadits yang sangat
masyhur dengan Fathulbari-nya buku panduan bagi semua yang ingin memahami kitab
Shohih Bukhori. Imam ar-Rozi gurunya para Ahli Tafsir (Syaikhul
Mufassirin) tidak ada Ahli Tafsir yang datang setelah beliau kecuali
harus menimba Ilmu Tafsir dari karangan-karangan beliau.
Ahli
Fitnah Dan Ahli Bid’ah
Akhir-akhir
ini muncul di masyarakat kita sekelompok orang yang mengaku beraqidah Aswaja
bahkan mereka mengaku Salafi akan tetapi mereka adalah ASWAJA
PALSU dan SALAFI PALSU.
Ciri
kelompok tersebut adalah memusuhi Ulama Asya’iroh dengan melontarkan bermacam
tuduhan yang muncul karena kedengkian dan kebodohan mereka akan Aswaja
Asy’ariyyah.
Kadang
mereka juga mengakui Abul Hasan al-Asy’ari akan tetapi membuat
cerita bualan bahwa Imam Abul Hasan al-Asy’ari dalam beraqidah mengalaimi
3 fase. Yang pertama beliau mengikuti pemikiran Mu’tazilah, selanjutnya
kedua beliau keluar dan mengikuti Abdullah bin Said bin Kilab, dan yang
ke tiga pindah kepada Manhaj yang benar manhaj Aswaja.
Akan
tetapi bualan mereka itu ditolak oleh kenyataan yang bisa di baca dari
murid-murid dan pengikut setia Imam Imam Abul Hasan Al-Asy’ari bahwa
beliau setelah keluar dari Mu’tazilah masuk Aqidah Aswaja yang sampai
hari ini masyhur dengan Asya’ariah yang melahirkan
pakar-pakar aqidah Ahlissunnah Asy’ariyyah sampai hari ini.
Ciri
lain Ahli Fitnah tersebut adalah membenci Ahli Tasawwuf dengan membabi buta.
Bahkan mereka dengan mudah mencaci dan mebida’hkan kaum muslimin Asya’iroh
karena beberapa amalan yang sudah mengakar dari masa ke masa dan dengan hujjah
yang jelas dan kuat. Semua ini akan kami ulas pada pembahasan lanjutan dari
artikel ini atas izin Alloh.
Dari
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Aqidah Aswaja yang
sesungguhnya adalah Aqidah Asy’ariyyah dan Maturidiyyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar