Senin, 10 November 2014

Skripsi PAI 2


A.    Pendidikan Agama Islam

1.      Pengertian Pendidikan Agama Islam
Pendidikan dapat diartikan bimbingan secara sadar oleh Pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama (Zuhairini, dkk, 2004:1). Marimba dalam Tafsir (2001:24) menyatakan pengertian yang sama, bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap pekembangan jasmani dan rohani anak didik menuju  terbentuknya kepribadian yang utama.
Dalam Undang - Undang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (UUSPN, 2003:3).
Dalam perspektif Islam, pendidikan dikenal dengan beberapa istilah, yaitu: Tarbiyah, Ta’lim, dan Ta’dib. Menurut Zuhairini bahwa pengertian pendidikan agama adalah usaha berupa bimbingan ke arah pertumbuhan kepribadian peserta didik secara sistematis dan pragmatis supaya mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam, sehingga terjalin kebahagiaan di dunia dan di akherat (Zuhairini, dkk, 1981:17).
Sedangkan menurut Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaebani, Pendidikan Islam diartikan sebagai usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses kependidikan (Arifin, 1993:14).
Salah satu pandangan modern dari seorang ilmuwan Muslim, pakar Pendidikan Islam DR. Muhammad S.A. Ibrahimy (Bangladesh) mengungkapkan pengertian pendidikan Islam yang berjangkauan luas, sebagai berikut:
“Islamic education in true sense of term, is a system of education which enables a man to lead his life according to the Islamic ideology. So the may easily mould his life in accordance with the nets of Islam. And thus peace and prosperity may prevail in his own life as well as in the whole world. These Islamic scheme of education is, of necessity an all embracing system, for Islam encomphasses the entire gamut of Moslem’s life. It can justly be said that all branches of learning which are not Islamic are included in the Islamic education. The scope of Islamic education has been changing at different times. In view of the demands of the age and the development or science and technology, its scope has also widened” (Arifin, 2003:5).


Dari uraian tersebut maka dapat disimpulkan secara singkat bahwa pengertian pendidikan agama Islam adalah ilmu pendidikan yang berdasar pada Islam (Tafsir, 1991:12).
2.      Dasar dan Tujuan Pendidikan Agama Islam
Dasar dan tujuan yang dimaksudkan disini adalah dasar dan tujuan dalam Pendidikan Islam. Dasar ideal pendidikan Islam sudah jelas dan tegas yaitu firman Allah SWT dan Sunnah Rasulullah SAW. Kalau pendidikan diibaratkan bangunan, maka isi Al-Qu’ran dan Hadits-lah yang menjadi fundamennya. Al-Qur’an adalah sumber kebenaran dalam Islam, kebenarannya tidak pernah diragukan lagi. Sedangkan sunah Rasulullah SAW. Yang dijadikan landasan pendidikan agama Islam adalah berupa perkataan, perbuatan atau pengakuan Rasulullah SAW. dalam bentuk isyarat.
Yang dimaksud dengan pengakuan dalam bentuk isyarat adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh sahabat atau orang lain dan Rasulullah membiarkannya. Perbuatan atau kegiatan serta kejadian itu terus berlangsung.
Allah SWT berfirman:
(ا لا حز ا ب: ) و من يطع ا لله و رسو له فقد فا ز فو ز ا عظيما
Artinya:
“Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia akan bahagia sebenar-benar bahagia” (QS Al-Ah-Zab 71).


Ayat tersebut tegas sekali mengatakan bahwa apabila manusia telah mengatur seluruh aspek kehidupannya (termasuk pendidikannya) dengan kitab Allah dan sunah Rasul-nya, maka akan bahagialah hidupnya dengan sebenar-benarnya bahagia baik di dunia maupun di akhirat nanti.
Sabda Nabi Muhammad SAW:
اني تركت فيكم آمرين ما إن تمسكتم بهما لن تضلؤا ا بد كتب الله و سنة رسو له(ر و اه ا لحا كم)
Artinya:
“Sesungguhnya aku telah meninggalkan untuk kamu, dua perkara/ dua hal yang jika kamu berpegang teguh dengannya, maka tidaklah kamu akan sesat selama-lamanya, yaitu: kitab Allah dan Sunah Nabi-nya” (H.R. Hakim).

Dengan demikian jelaslah bahwa dasar Pendidikan Islam dan sekaligus sebagai sumbernya adalah Al-Qur’an dan Hadits.
Adapun tujuan Pendidikan Islam menurut beberapa ahli/tokoh Pendidikan Islam sebagai berikut:
1.      Imam Al-Ghozali berependapat bahwa tujuan Pendidikan Islam yang hendak dicapai adalah: pertama, kesempurnaan manusiayang puncaknya adalah dekat dengan Allah. Kedua, kesempatan manusia, yang puncaknya adalah kebahagiaan di dunia dan akhirat karena itru pendidikan tersebut berusaha mengajar manusia agar mampu mencapai tujuan-tujuan yang dirumuskan tadi.
2.      Muhammad Athiyah Al Abrasi berpendapat bahwa tujuan Pendidikan Islam secara umum sebagai berikut: (a) membantu pembentukan akhlak yang mulia, (b) persiapan untuk kehidupan dunia dan akhirat, (c) persiapan mencari rizki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan, (d) menumbuhkan semangat ilmiah (scientific spirit) pada pelajar dan memuaskan keinginan dalam arti untuk mengetahui dan memungkinkan ia mengkaji ilmu, dan (e) menyiapkan pelaar dari segi professional, teknis, supaya dapat menguasai profesi, dam keterampilan tertentu agar ia dapat mencapai rezeki dalam hidup disamping memelihara segi kerohanian (Zuhairini, dkk:1995:164). Sedangkan dalam bukunya dasar-dasar pokok pendidikan Islam Muhammad Athiyah Al Abrasi menegasakan bahwa pendidikan agama adalah untuk mendidik akhlak dan jiwa mereka, menanamkan rasa fadilah (keutamaan), membiasakan mereka dengan kesopanan yang tinggi, mempersiapkan mereka untuk suatu kehidupan yang suci seluruhnya ikhlas dan jujur (Zuhairini, dkk, 1995:155).
3.      Menurut Marimba (1964:39) dalam bukunya Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, dinyatakan tujuan akhir pendidikan Islam adalah terbentuknya kepribadian Muslim.
4.      Al-Attas (1979:1) tujuan Pendidikan Islam adalah manusia yang baik.
5.      Munir Mursyi dalam Tafsir (2001:46) mengatakan bahwa tujuan akhir Pendidikan Islam adalah manusia sempurna.
6.      Menurut Abdul Fattah Jalal dalam Tafsir (2001:46) tujuan umum Pendidikan Islam adalah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah.
Hasil rumusan seminar Pendidikan Islam sedunia pada tahun 1980 di Islamabad menunukkan makin kompleksnya tugas ilmu pendidikan islam. Karena harus diarahkan kepada tujuan yang komprehensif paripurna, sebagai berikut.
“Education aims an the balanced growth of total personality of man though the training of man’s spirit, intellect, the rational self, feeling and bodily sense. Education should, therefore, cater for the growth of man in all its aspect, spiritual, intellectual, imaginative, physical, scientific, linguistic, both individually and collectively, and motivate all these aspects to ward goodness and attainment or perfection. The ultimate aim of education lies in the realization of complete submission to Allah on the level of individual, the community and humanity at large” (Arifin, 2003:6).


Dari beberapa pendapat tersebut dapat ditarik suatu pengertian bahwa tujuan Pendidikan Islam adalah mencapai keseimbangan pertumbuhan diri pribadi manusia muslim secara menyeluruh melalui latihan kejiwaan, akal pikiran, kecerdasan, perasaan dan pancaindera sehingga memiliki kepribadian yang utama (Zuhairini & Abdul Ghofir, 2004:8).
3.      Pendidikan Agama Islam di Sekolah
a.      Penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam di Sekolah
Penyelenggaraan pendidikan agama disekolah mempunyai dasar yaitu: dasar ideal, dasar struktural dan dasar operasional.
Yang dimaksud dengan dasar Ideal adalah dasar Negara Pancasila. Di dalam Pancasila, sila pertama adalah Ketuhanan Yang Maha ESA. Ini mengandung makna bahwa seluruh bangsa Indonesia harus percaya kepada Tuhan Yang Maha ESA, atau kata lain harus beragama.
 Disini diterangkan bahwa ketetapan MPR. No. II/MPR/1983 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) pada bagian Pendidikan disebutkan bahwa:” Pendidikan Nasional berdasarkan atas pancasila dan bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap tuhan Yang Mhha ESA” (TAP. MPR. RI. No. II/ MPR/ 1983, 1983:95).
Maka usaha untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang maha ESA, merupakan salah satu faktor utama dalam Pendidikan Nasional untuk membangun manusia seutuhnya. Karena itu Pendidikan Agama  di Sekolah-sekolah, mutlak perlu. Karena Pendidikan agama merupakan unsur pokok dalam pembangunan manusia seutuhnya. Pendidikan Agama sebagai sub sistem dalam sistem Pendidikan nasional, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan Nasional. Oleh karena itu, untuk merealisir sila pertama dari Pancasila diperlukan adanya agama.
Dasar struktural yang dimaksud adalah UUD 1945, di dalam Bab XI pasal 29 ayat 1 dan 2 berbunyi:
(1)   Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha ESA.
(2)   Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu (UUD 45, 1978:10).      
Statemen tersebut mengandung makna, bahwa bangsa Indonesia harus ber-Tuhan. Atau dengan kata lain harus beragama. Dengan demikian orang yang tak beragama atau orang-orang yang atheis tidak di perkenankan hidup di bumi Indonesia. Untuk merealisir insan-insan yang ber-Tuhan di bumi Indonesia ini, mutlak diperlukan adanya Pendidikan Agama.
Secara struktural penyelenggaraan pendidikan agama di sekolah umum yang meliputi sekolah dasar sampai perguruan tinggi negeri telah tertuang dalam ketetapan MPRS No. XXVII/ MPRS/ 1966 Bab I pasal I yang berbunyi:
“Menetapkan Pendidikan Agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah mulai dari sekolah dasar sampai Universitas Negeri” (Zuhairini, dkk, 1981:17).

Kemudian dikuatkan dan disempurnakan oleh ketetapan MPR no. II/MPR/1983 sebagai berikut:
Diusahakan terus bertambah sarana-sarana yang diperlukan bagi pengembangan kehidupan keagamaan dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, termasuk pendidikan agama yang dimaksukkan kedalam kurikulum sekolah-sekolah mulai dari sekolah dasar sampai universitas-universitas negeri (Himpunan Ketetapan MPR 1993, 1983:112).

Dengan demikian pendidikan Islam dapat diselenggarakan pada seluruh lembaga pendidikan baik formal maupun non formal. Pada lembaga pendidikan umum seperti sekolah dasar sampai perguruan tinggi pendidikan islam diselenggarakan dalam bentuk mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, sedangkan pada lembaga pendidikan bercirikan islam, Pendidikan Islam diselenggarakan dalam bentuk mata pelajaran Al-Qur’an dan Hadist, Aqidah Akhlaq, Fiqih dan sejarah Islam.
Dalam penyelenggaraan pendidikan agam Islam di sekolah tentunya mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian penyelenggaraan pendidikan agam Islam di sekolah mempunyai tujuan yang harus dicapai pada pembelajaran pendidikan agama di kelas sekaligus dapat dievaluasi.
Tujuan pendidikan agama Islam di Indonesia secara umum menurut hasil musyawarah/ lokakarya Departemen Agama tanggal 2 sampai 6 Mei 1978 adalah: “Membina warga negara agar berkepribadian muslim sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam dan menanamkan rasa keagamaan tersebut pada semua segi kehidupannya serta menjadikannya sebagai orang yang berguna bagi agama, masyarakat dan negara”.
b.      Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah
Pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah harus memperhatikan beberapa komponen yang ada dalam pendidikan, yaitu:
  1. Peserta didik.
  2. Pendidik.
  3. Tujuan pendidikan.
  4. Alat-alat pendidikan.
  5. Lingkungan / mileu (Zuhairini & Abdul Ghofir, 2004:13).
Selain memperhatikan faktor-faktor tersebut pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah juga harus mengupayakan peningkatan aktivitas dan kreativitas siswa dalam belaar.
Dalam upaya untuk meningkatkan aktivitas dan kreatifitas pembelajaran, menurut Widada (1994) dalam Mulyasa (2004:107) mengemukakan bahwa disamping penyediaan lingkungan yang kreatif, guru dapat menggunakan pendekatan sebagai berikut. 1) Self esteem approach. Dalam pendekatan ini guru dituntut untuk lebih mencurahkan perhatiannnya pada pengembangan self esteem (kesadaran akan harga diri), guru tidak hanya mengarahkan peserta didik untuk mempelajari materi ilmiah saja, tetapi pengembangan sikap harus mendapat perhatian secara proposional. 2) Creative approach. Beberapa saran untuk pendekatan ini adalah dikembangkannya problem solving, brain storming, inguiry, dan role playing. 3) Value clarification and moral development approach. Dalam pendekatan ini pengembangan pribadi menjadi sasaran utama, pendekatan holistic dan humanistik menjadi ciri utama dalam mengembangkan manusia menuju self actualization. Dalam situasi yang demikian pengembangan intelektual akan mengiringi pengembangan pribadi peserta didik. 4) Multiple talent approach. Pendekatan ini mementingkan upaya pengembangan seluruh potensi peserta didik, karena manifestasi pengembangan potensi akan membangun self concept yang menunjang kesehatan mental. 5) Inguiry approach. Melalui pendekatan ini peserta didik diberi kesempatan untuk menggunakan proses mental dalam menemukan konsep atau prinsip ilmiah, serta meningkatkan potensi intelektualnya. 6) Pictorial riddle approach. Pendekatan ini merupakan metode untuk mengembangkan motivasi dan minat peserta didik ddalam diskusi kelompok kecil. Pendekatan ini sangat membantu meningkatkan berfikir kritis dan kreatif. 7) Synetics approach. Pada hakekatnya pendekatan ini memusatkan perhatian pada kompetensi peserta didik untuk mengembangkan berbagai bentuk metaphor untuk membuka intelegensinya dan mengembangkan kreativitasnya. Kegiatan dimulai dengan kegiatan kelompok yang tidak rasional, kemudian berkembang menuju pada penemuan dan pemecahan masalah secara rasional.

B.     Daya Serap Siswa Terhadap Pendidikan Agama Islam

1.      Pengertian Daya Serap Siswa
Istilah daya, memiliki arti yang bermacam-macam sesuai dengan orang yang mengartikannya. Setiap orang mengartikan daya sesuai dengan bidang keilmuan yang dikuasainya. Istilah daya sering disamakan dengan tenaga; energi; gejala; keinginan; dorongan dan sebagainya. Istilah daya sering digunakan para penulis sesuai dengan keilmuan yang dibidangi. Dalam kamus ilmiah populer istilah daya diartikan sebagai kemampuan; kekuatan; upaya kemampuan melakukan sesuatu (Al Barry, 1994:94). 
Daya, menurut ahli-ahli ilmu jiwa Daya mengemukakan suatu teori bahwa jiwa manusia mempunyai daya-daya. Daya-daya ini adalah kekuatan yang tersedia (Djamarah, 2002:17). Hal ini sangat beralasan karena para ahli dari aliran psikologi daya ini memikirkan jiwa dianalogikan dengan raga (jasmani) itu mempunyai tenaga atau daya, maka jiwa juga dianggap mempunyai daya-daya (Suryabrata, 1998:224).
Dalam jiwa manusia terdapat berbagai macam daya.  Daya-daya yang mempunyai peranan yang sangat penting dalam jiwa manusia ialah; pengamatan, tanggapan, ingat, fantasi, berpikir, perasaan dan kemauan. Daya-daya inilah yang digunakan manusia untuk bermacam-macam aktifitas termasuk didalamnya yaitu aktifitas belajar.
Dalam kegiatan belajar mengajar siswa menggunakan daya yang berada dalam jiwanya untuk berusaha memahami isi pelajaran yang disampaikan oleh guru. Usaha siswa dalam memahami pelajaran ini menimbulkan istilah baru yang diangkat dalam skripsi ini, mengenai usaha siswa dalam memahami isi pelajaran. Usaha memahami ini disebut sebagai daya serap siswa.
2.      Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya Serap Siswa
Adapun proses memahami siswa adalah dengan menggunakan seluruh daya yang ada dalam jiwa. Berikut ini akan diuraikan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi daya serap siswa yang lebih terfokus pada kemampuan untuk menyerap informasi dengan indera (aspek jasmani).
Daya yang berperan aktif menyerap isi pelajaran dalam kegiatan belajar mengajar adalah daya pengamatan (melihat dan mendengar), dan mengingat. Daya tersebut dalam kerjanya menggunakan alat-alat yang ada pada raga manusia yang kita kenal yaitu indera atau panca indera. Alat alat yang mempengaruhi daya pengamatan dan mengingat adalah mata, telinga dan otak.
Pengertian daya pengamatan adalah daya jiwa yang memasukkan kesan dari luar melalui dengan menggunakan alat dria. Ada empat faktor yang memungkinkan terjadinya suatu pengamatan. Perangsang (stimulus-benda yang diamati), alat indera- otak- dan perhatian. Sedangkan daya ingat yaitu daya untuk menyimpan dan mengeluarkan kesan-kesan (Purwantoro, 1990:36-37).
Syarat belajar dengan baik apabila alat-alat tersebut dalam kondisi yang baik pula. Seperti yang diungkapkan oleh Arifin bahwa kemampuan belajar manusia sangatlah berkaitan dengan kemampuan manuia untuk mengetahui dan mengenal terhadap obyek-obyek pengamatan melalui panca inderanya (Arifin, 1993:71).
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan, bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi daya serap siswa adalah sebagai berikut:
a.       Kondisi atau kesehatan alat atau panca indera (mata, telinga).
b.      Kondisi memori yang baik (otak).
3.      Tingkat Daya Serap Siswa terhadap Pendidikan Agama Islam

Dipandang dari aspek kemampuan yang dimiliki setiap indifidu setiap siswa mempunyai perbedaan. Demikian juga dengan daya serap siswa terhadap Pendidikan Agama Islam, masing-masing indifidu mempunyai tingkat yang berbeda. Diakui oleh Abu Ahmadi dalam DJamarah (2003:49) bahwa anak didik selain ada perbedaannya, juga ada persamaannya. Paling tidak ada beberapa persamaan dan perbedaan yang harus mendapat perhatian seperti pada aspek kecerdasan (intelegensi), kecakapan, prestasi, bakat, sikap, kebiasaan, cirri-ciri jasmaniah, minat, cita-cita, kebutuhan, kepribadian, dan pola-pola dan tempo perkembangan, serta latar belakang lingkungan.
Dapat dipahami bahwa tingkat daya serap siswa terhadap pendidikan agama Islam ialah tingkat pemahaman siswa dalam memahami materi pelajaran pendidikan agama Islam. Siswa yang mempunyai tingkat daya serap yang baik akan menunjukkan sikap, yaitu: 1) bersungguh-sungguh, menunjukkan minat, mempunyai perhatian danrasa ingin tahu yang kuat untuk ikut serta dalam kegiatan belajar mengajar; 2) berusaha keras dan memberikan waktu yang cukup untuk melakukan kegiatan tersebut dan 3) terus bekerja sampai tugas-tugas tersebar terselesaikan (Muhaimin, 2001:138) Untuk meningkatkan tingkat daya serap tersebut dapat diupayakan dengan berbagai usaha.

C.    Upaya Peningkatkan Daya Serap Siswa terhadap Pendidikan Agama Islam.

1.      Penerapan Metode Pembelajaran.
Metode dalam pendidikan agama Islam diartikan sebagai cara yang paling tepat dan cepat dalam mengajarkan agama Islam (Tafsir, 1995:19). Dalam kegiatan belajar mengajar Pendidikan Agama Islam ada beberapa metode yang digunakan, metode tersebut yaitu: metode ceramah, metode Tanya jawa, metode diskusi, metode latihan siap, matode demonstrasi dan eksperimen, metode pemberian tugas belajar, metode karya wisata, metode kerja kelompok, metode sosiodrama dan bermain peranan, metode pemecahan masalah (problem solving), dan metode proyek /unit (Zuhairini, 1993:74).
Zuhairini, dkk (1993) memberikan beberapa contoh metode pembelajaran yang sering digunakan pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam disertai dengan kekurangan dan kelebihannya.

a.      Metode ceramah
Metode ceramah ialah sebuah bentuk interaksi edukatif melalui penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru atau pendidik terhadap sekelompok pendengar (murid).
Kelebihan metode ceramah
a.       Dalam waktu yang relatif singkat dapat disampaikan bahan sebanyak-banyaknya.
b.      Organisasi kelas lebih sederhana, tidak perlu mengadakan pengelompokan murid seperti pada beberapa metode lainnya.
c.       Guru dapat menguasai seluruh kelas dengan mudah, walaupun jumlah murid cukup besar.
d.      Bila metode ceramah ini berhasil, guru dapat membangkitkan semangat, motivasi, belajar, kreasi dan aktifitas yang konstruktif, yang mampu merangsang murid - murid untuk belajar dan melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan. Ketentuan (fleksibilitas) metode ini lebih nampak, dalam arti bila waktu terbatas (sedikit) bahan dapat disingkat, diambil yang penting atau pokok-pokok saja, sebaliknya apabila waktunya memungkinkan (banyak) dapat disampaikan bahan yang banyak dan dengan penjelasan yang mendalam. 
Kelemahan metode ceramah
a.       Guru agak sulit mengetahui pemahaman murid terhadap bahan pelajaran yang diberikan, kadangkala guru hanya mengajar penyampaian bahan sebanyak-banyaknya, sehingga terlihat adanya unsur pemaksaaan dan pemompaan, yang hal ini dari segi edukatif kurang menguntungkan bagi murid, murid lebih cenderung bersikap pasif dan bahkan kemungkinan besar kurang tepat dalam menerima dan mengambil kesimpulan, sebab menyampaikan hanya dengan lisan.
b.       Kekurangan dan kelemahan metode ceramah lebih terasa apabila guru kurang memperhatikan aspek-aspek psikologis dan didaktis dari murid, sehingga dapat terjadi guru terlalu berlebih-lebihan berusaha membangkitkan minat dengan jalan humor dan isi bahan (ceramah) menjadi kabur.
b.      Metode Tanya jawab.
Metode Tanya jawab ialah cara penyampaian pelajaran dengan jalan guru mengajukan pertanyaan dan murid memberikan jawaban. Atau sebaliknya murid bertanya dan guru memberikana jawaban.
Kelebihan metode Tanya jawab
a.       Suasana atau situasi kelas akan lebih hidup, karena murid dirangsang aktif berfikir dan menyampaikan fikirannya dengan melalui pemberian jawaban dari pertanyaan guru.
b.      Sangat positif untuk melatih keberanian murid mengemukakan pendapat dengan lisan.
c.       Terdapatnya perbedaan jawaban diantara murid akan membawa kelas pada situasi diskusi.
d.      Memberikan dorongan aktifitas dan kesungguhan murid, dalam arti murid yang biasa segan mencurahkan perhatian akan  lebih berhati-hati dan aktif mengikuti pelajaran.
e.       Walaupun prosesnya agak lambat, namun secara pasti guru dapat mengontrol pemahaman atau pengertian murid pada masalah yang dibicarakan.
f.       Bila dibandingkan dengan metode ceramah yang monolog, metode Tanya jawab dapat membangkitkan aktifitas murid.
Kelemahan metode tanya jawab
a.       Terdapat perbedaan pendapat/ jawaban, akan memerlukan waktu yang banyak untuk menyelesaikannya dan lebih dari itu terkadang terjadi murid dapat menyalahkan pendapat guru, sehingga akan sangat riskan apabila guru kurang menguasai permasalahannya.
b.      Kemugkinan terjadinya penyimpangan perhatian murid, terutama apabila terdapat jawaban-jawaban yang kebetulan menarik perhatiannya, padahal bukan sasaran (tujuan) yamg diinginkan dalam arti terjadinya penyimpangan dari pokok persoalan semula.
c.       Relatif memerlukan waktu yang lebih banyak, karena kurang dapat secara cepat merangkum bahan-bahan pelajaran.
c.       Metode Diskusi
Metode diskusi adalah sebagai salah satu metode interaksi edukatif diartikan sebagai metode di dalam mempelajari bahan atau penyampaian bahan pelajaran dengan jalan mendiskusikannya.
Kelebihan metode diskusi
a.       Situasi dan suasana kelas lebih hidup, sebab perhatian murid terpusat pada masalah atau bahan yang didiskusikan. Partisipasi interaksi murid dalam metode ini lebih baik dan aktif.
b.      Dapat meningkatkan prestasi kepribadian individu dan sosial anak. Seperti: toleransi, demokratis, berfikir kritis, sistematis, sabar dan berani mengemukakan pandangan.
c.       Kesimpulan hasil diskusi mudah dipahami anak, karena anak mengikuti sejak awal proses berfikir sebelum sampai kepada kesimpulan.
d.      Murid terlatih untuk mematuhi peraturan dan tata tertib dalam suasana diskusi atau musyawarah, sebagai latihan mengikuti diskusi, musyawarah yang lebih besar forumnya dan yang sebenarnya.
Kelemahan metode diskusi
a.       Ada diantara murid yang tidak aktif dalam kegiatan diskusi.
b.      Kemampuan daya tangkap siswa yang lemah.
c.       Siswa takut untuk berbicara untuk mengemukakan pandangan.
Dalam penerapan metode pembelajaran guru dapat memilih metode yang paling tepat ia gunakan. Dalam pemilihan tersebut menurut Surachmad dalam Tafsir (1996:33-34) ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, antara lain:
1.      Keadaan murid yang mencakup pertimbangan tentang tingkat kecerdasan, kematangan, perbedaan indifidual lainnya.
2.      Tujuan yang hendak dicapai; jika tujuannya pembinaan daerah kognitif maka metode drill kurang tepat digunakan.
3.      Situasi yang mencakup hal yang umum sepeti situasi kelas, situasi lingkungan. Bila jumlah murid begitu besar, maka metode diskusi agak sulit digunakan apabila ruangan yang tersedia kecil, metode ceramah harus mempertimbangkan antara lain jangkauan suara guru.
4.      Alat-alat yang tersedia akan mempengaruhi pemilihan metode yang akan digunakan. Bila metode eksperimen yang akan dipakai maka alat-alat untuk eksperimen harus tersedia; dipertimbangkan juga jumlah dan mutu alat itu.
5.      Kemampuan pengajar tentunya menentukan, mencakup kemampuan fisik, keahlian. Metode ceramah memerlukan kekuatan guru secara fisik. Guru yang mudah payah, kurang kuat berceramah dalam waktu yang lama. Dalam hal seperti ini sebaiknya ia menggunakan metode lain yang tidakmemerlukan tenaga yang banyak. Metode diskusi menuntut keahlian guru agak tinggi, karena informasi yang diperlukan dalam metode diskusi kadang-kadang lebih banyak dari pada sekadar bahan yang diajar.
6.      Sifat bahan pengajaran. Ini hampir sama dengan jenis tujuan yang dicapai  seperti poin 2 di atas. Ada bahan pelaaran yang lebih baik disampaikan lewat metode ceramah, ada yang lebih baik dengan metode drill, dan sebagainya.

2.      Penggunaan Media Pembelajaran.

Media pembelajaran disini adalah alat - alat pendidikan agama, dimana alat-alat pendidikan yang dapat dipergunakan dalam pembelajaran pendidikan agama itu cukup banyak. Oleh karena itu dalam uraian ini akan dikelompokkan menjadi tiga kelompok.
a.      Alat pembelajaran agama.
Dalam melaksanakan pendidikan agama di sekolah dibutuhkan adanya alat-alat pembelajaran.
1.      Alat pengajaran klasikal. Yaitu alat-alat pembelajaran yang digunakan oleh guru berama-sama dengan murid. Sebagai contoh: papan tulis, kapur, tempat shalat, dan lain sebagainya.
2.      Alat pembelajaran indifidual. Yaitu alat-alat yang dimiliki oleh masing-masing murid dan guru misalnya: alat tulis, buku pegangan, bulu persiapan guru dan lain-laingnya.
3.      Alat peraga. Yaitu alat pembelajaran yang berfungsi untuk memperjelas maupun  mempermudah dan memberikan gambaran komgkrit tentang hal-hal yang diajarkan. Alat peraga dalam pendidikan Islam adalah sangat penting sekali, karena dengan demikian peserta didik akan lebih jelas dan lebih faham tentang apa-apa yang disampaikan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar.
4.      Selain alat peraga yang disebutkan diatas, masih ada alat-alat pendidikan yang lebih modern yang dapat digunakan dalam bidang pendidikan agama Islam. Alat-alat tersebut yaitu:
a.       Visual-aids, yaitu ala-alat pendidikan yang dapat diserap melalui indera penglihatan, seperti gambar yang diproyeksikan dan lain sebagainya.
b.      Audio-aids, yaitu alat pendidikan yang diserap melalui indera pendengaran. Seperti radio, tape recorder.
c.       Audio-visual aids (AVA), yaitu alat pendidikan yang dapat diserap dengan penglihatan dan pendengaran.
b.      Alat pendidikan langsung.
Yang dimaksud denga            n alat pendidikan langsung ialah dengan menanamkan pengaruh positif kepada peserta didik, dengan memberikan tauladan, memberikan nasehat-nasehat, perintah-perintah berbuat amal shaleh, melatih dan membiasakan suatu amalan dan sebagainya.
c.       Alat pendidikan yang tidak langsung.
            Yang dimaksud alat pendidikan yang tidak langsung adalah alat yang bersifat kuratif, agar peserta didik menyadari atas perbuatanya yang salah dan berusaha untuk memperbaikinya.alat pendidikan ini adalah hukuman.
Dari berbagai alat- alat tersebut dalam penggunaannya harus diseleksi dengan memperhatikan beberapa hal yaitu:
1.      Pentingnya alat itu untuk mencapai tujuan atau kesesuaian alat itu dengan tujuan pembelajaran. Kalau tujuannya hanya menyangkut bidang kognitif (pengetahuan) misalnya siswa dapat membedakan ayart berhubungan dengan shalat jumat, dapat menyebutkan ayat yang berhubungan dengan shalat jumat, menyebutkan orang-orang yang diperbolehkan tidak sembahyang jumat, menyebutkan orang orang yang diperbolehkan tidak sembahyang jumat dan sebagainya, maka alat yang dipilih adalah buku teks, al-Qur’an dan skema.
Bila tujuan itu menyangkut bidang psikomotorik, misalnya siswa dapat melakukan gerakan-gerakan shalat dengan baik, maka alat atau media yang digunakan adalah film, gambar orang sembahyang atau demonstrasi oleh guru sendiri.
Bila tujuan itu menyangkut bidang affektif, misalnya siswa menyayangi fakir miskin, maka medianya adalah melaksanakan kegiatan sosial keagamaan, mengadakan pengamatan langsung terhadap kehidupan fakir miskin (kalau perlu observasi partisipant), menyaksikan film tentang penyantunan fakir miskin.
2.      Media itu harus disesuaikan dengan kemampuan siswa. Anak sekolah menengah sudah mempunyai kemampuan untuk mencari dan menemukan sendiri, maka alat pendidikan yang dipakai sudah haru agak sophisticated, seperti modul, drama film dan film yang menyangkut berbagi kejadian alam.
3.      Harus diperhatikan keadaan dan kondisi sekolah. Tidak semua sekolah memiliki alat yang cukup, aliran listrik mungkin tidak ada dan juga kemampuan guru yang menggunakan alat.
4.      Hendaknya diperhatikan soal waktu yang tersedia untuk mempersiapkan alat dan penggunaannya di kelas.
5.      Harga atau biaya alat itu hendaknya sesuai dengan efektifitas alat atau media pendidikan (Darajat, 1993:81-82).
Selain itu menurut Zuhairini dan Abdul Ghofur (2004:26) hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan media/ alat pendidikan agama, yaitu:
1.      Tujuan apakah yang akan dicapai dengan memakai alat tersebut? Dalam memilih alat hendaknya dis esuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai. Misalnya yang paling mudak dalam menyampaikanmateri tentang bimbingan shalat, alat yang perlu dipersiapkan adalah tikar shalat, sarung atau telekung, dan air wudlu.
2.      Oleh siapa alat tersebut dipergunakan? Pribadi guru yang akan menggunakan alat haruslah menjiwai atau mengerti kegunaan alat tersebut. Guru agama yang menggunakan alat haruslah orang yang taat beribadah, sehingga dalam mempraktikkan alat pendidikan agama tidak merasa canggung.
3.      Terhadap anak yang bagaimana alat tersebut dipergunakan? Hal ini menyangkut pemilihan pemilihan alat-alat pendidikan agama. Alat-alat tersebut haruslah disesuaikan dengan kondisi anak-anak yang dihadapi. Dengan demikian alat-alat pendidikan yang dipilih itu betul-betul akan dapat membantu mempermudah peserta didik bukan malah sebaliknya, memperlambat tercapainya tujuan.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam penggunaan media pembelajaran dengan daya serap siswa, yaitu:
1.      Media harus memperhatikan kemampuan siswa.
2.      Media yang digunakan harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
3.      Media yang digunakan harus melihat kemampuan sekolah.
4.      Dituntutnya kemampuan guru dalam menggunakan media pembelajaran dengan baik. 

D.    Faktor Pendukung dan Penghambat Daya Serap Siswa terhadap Pendidikan Agama Islam.

Dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di sekolah ada beberapa faktor yang dapat menjadi pendukung dan penghambat siswa dalam menyerap pelajaran atau informasi pada proses pembelajaran di kelas. Dengan kata lain faktor-faktor yang dapat mendukung dan menghambat daya serap siswa pada saat penerapan metode dan penggunaan media pembelajaran berlangsung.
Faktor pendukung dan penghambat daya serap siswa terhadap Pendidikan Agama Islam tersebut terdapat pada beberapa faktor yang akan diuraikan sebagai berikut:
1.      Faktor Pendukung Daya Serap Siswa terhadap Pendidikan Agama Islam
a.      Lingkungan yang Kondusif
Faktor lingkungan ini dibedakan lagi yaitu lingkungan alami dan lingkungan sosial budaya. Lingkungan alami adalah lingkungan tempat tinggal siswa atau disebut sebagai lingkungan hidup baik dirumah maupun disekolah. Adapun pengaruhnya yaitu kondisi panas udara tempat tinggal yang tidak mendukung untuk kenyamanan belajar misalnya terjadinya pencemaran lingkungan. disamping itu pengalaman telah banyak membuktikan bagaimana panasnya udara lingkungan kelas mempengaruhi konsentrasi sehingga mengakibatkan melemahnya daya serap.
Selain faktor lingkungan hidup, lingkungan sosial juga dapat mempengaruhi. Misalnya siswa sebagai anggota masyarakat tidak bisa melepaskan dari ikatan sosial, melewati interaksi sosial yang cenderung mempengaruhi siswa dalam belajar. kondisi lingkungan sosial dengan adanya pembangunan gedung sekolah yang dekat dengan lalu lintas menimbulkan kegaduhan suara hal ini juga mempengaruhi konsentrasi siswa di kelas. 
b.      Manajemen Sekolah yang baik
Lembaga pendidikan dalam hal ini sekolah dalam menyelenggarakan pembelajaran seharusnyalah dapat mengelolanya dengan baik. Hal ini disebabkan bahwa kunci utama penyelenggaraan pembelajaran dapat berlangsung dengan baik adalah manajemen sekolah yang baik. Manajemen sekolah yang baik harus memperhatikan beberapa hal yaitu mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah (Slameto, 2003:64).
c.       Faktor Fisiologi (Jasmani)
Faktor fisiologi yaitu faktor pengaruh yang berasal dari fisik, raga atau jasmani. Faktor ini meliputi kedaan fisik, kesehatan pancaindera. Keadaan fisik pada umumnya dapat dikatakan melatar belakangi aktivitas belajar, aspek fisik misalnya tinggi badan juga mempengaruri letak penempatan siswa dikelas, siswa yang memiliki badan lebih tinggi diletakkan di belakang sebaliknya siswa yang memiliki ukuran tubuh yang kecil diletakkan di belakang.
Selain itu yang perlu diperhatiakan adalah masalah kesehatan siswa baik kesehatan tubuhnya atau kesehatan panca inderanya. keadaan jasmani yang segar akan lain pengaruhnya dengan keadaan jasmani yang kurang segar. Keadaan jasmani yang lelah lain pengaruhnya dari pada yang tidak lelah. Hal tersebut disebabkan oleh kekurangan nutrisi sebagai sumber tenaga.
Dalam kegiatan belajar mengajar dituntut siswa memiliki pancaindera yang baik dan sehat. Dalam sistem persekolahan dewasa ini diantara panca indera itu yang paling memegang peranan dalam belajar adalah mata dan telinga. Karena itu adalah kewajiban bagi setiap pedidik untuk menjaga, agar panca indera anak didiknya dapat berfungsi dengan baik, baik penjagaan yang bersifat kuratif maupun yang bersifat prefentif (Suryabrata, 1998:236).
d.      Faktor Psikologi (Jiwa)
Faktor psikologi adalah faktor yang mempengaruhi aktivitas yang berasal atau berada dalam jiwa manusia itu sendiri. Belajar pada hakikatnya adalah proses psikologis. Oleh karena itu, semua keadaan fungsi psikologis tentu saja mempengaruhi belajar seseorang (Suryabrata, 1998:59). Faktor-faktor psikologi tersebut antara lain yaitu:
e.       Tingkat Intelijensi (Kecerdasan)
Intelegensi diartiakan sebagai kecerdasan, ketajaman pikiran (Al Barry, 1994:264). Intelejensi ialah faktor total. Berbagai macam daya jiwa erat bersangkutan di dalamnya (ingatan, fantasi, perasaan, perhatian, minat dan sebagainya turut mempengaruhi intelejensi seseorang (Purwantoro, 1990:52).

f.       Motivasi
Motif adalah keadaan dalam pribadi orang yang mendorong individu untuk melakukan aktifitas-aktifitas tertentu guna mencapai suatu tujuan (Suryabrata, 1998:70). Dengan demikian dalam kegiatan belajar mengajar, motivasi sangatlah diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tak akan mungkin melakukan aktifitas belajar (Djamarah, 2002:114).
Dari faktor-faktor tersebut yang lebih menyentuh secara langsung kondisi siswa di sekolah dalam  kegiatan belajar mengajar yaitu faktor instrumental dan faktor fisiologi dan psikologis siswa siswa. Faktor psikilogis sebagai faktor dari dalam tentu saja merupakan hal yang utama dalam menentukan intensitas belajar seorang anak. Meski faktor luar mendukung, maka faktor luar itu kurang signifikan (Djamarah, 2002:157). Dengan demikian faktor-raktor yang mempengaruhi daya serap siswa adalah faktor instrumental, faktor fisiologi dan faktor psikologis.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor pendukung daya serap siswa adalah sangat menentukan berlangsungnya kegiatan pembelajaran disekolah.
B.     Faktor Penghambat Serap Siswa terhadap Pendidikan Agama Islam
a.      Kondisi Lingkungan yang tidak Kondusif
Pengalaman telah membuktikan bagaimana panasnya lingkungan kelas, dimana suatu sekolah yang miskin tanaman atau pepohonan di sekitarnya. Anak didik gelisah hati untuk keluar kelas lebih besar dari pada mengikuti pelajaran di dalam kelas. Daya serap semakin melemah akibat kelelahan yang tidak terbendung (Djamarah, 2002:144).

b.      Penempatan duduk Siswa yang tidak sesuai dengan faktor Fisiologi Siswa.
Penempatan duduk siswa harus memperhatikan faktor fisiologis. Penempatan anak harus tepat agar tidak menghambat daya serap siswa tersebut. Anak yang kurang penglihatannya (rabun jauh/ dekat). Maka yang rabun jauh diletakkan pada meja paling depan dan mereka yang rabun dekat harus duduk pada meja paling belakang agar mereka dapat melihat tulisan atau bagan (Dalyono, 1996:233).
c.       Penyelenggaraan  Proses Pembelajaran tidak Profesional.
Pada pendidikan formal, guru adalah praktisi yang paling bertanggung jawab atas berhasil tidaknya program pembelajaran disekolah atau madrasah. Hal ini disebabkan karena seorang guru merupakan ujung tombak atau memilki peran yang penting dalam kegiatan pembelajaran di ruang kelas. Guru juga turut menetukan kualitas pendidikan, sebagaimana Tilaar (2000:14), bahwa kunci utama peningkatan kualitas pendidikan ialah mutu para gurunya. Dengan demikian tugas guru harus selalu melakukan inovasi dengan memperbaiki dan atau meningkatkan praktek-praktek pembelajaran dikelas secara profesional.


d.      Gizi Siswa yang Kurang Baik sehigga Siswa sering Sakit- sakitan.
Proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatan seseorang terganggu, selain itu juga ia akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, ngantuk jika badannya lemah, kurang darah atau pun ada gangguan-gangguan/ kelainan-kelainan fungsi alat indera serta tubuhnya (Slameto, 2003:55).
e.       Intelejensi di bawah rara-rata Normal.
Intelegensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar. Dalam situasi yang sama, siswa yang mempunyai tingkat intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil dari pada mempunyai tingkat intelegenci yang rendah (Slameto, 2003:56).
f.       Kurang adanya Motivasi dalam Belajar.
Motivasi sangatlah diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tak akan mungkin melakukan aktifitas belajar (Djamarah, 2003:114). Kuat lemahnya motivasi belajar seseorang turut mempengaruhi keberhasilan belajar. Karena itu, motivasi belajar perlu diusahakan, terutama yang berasal dari dalam diri (motivasi intrinsik) dengan cara senantiasa memikirkan masa depan yang penuh tantangan dan harus dihadapi untuk mencapai cita-cita. Senantiasa memasang tekad bulat dan selalu optimis bahwa cita-cita dapat dicapai dengan belajar (Dalyono, 1997:57). Dengan demikian jika siswa tidak mempunyai motivasi dalam belajar maka dapat menjadi penghambat dalam belajar siswa.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar