Gambaran tentang kehidupan itu begitu mengerikan menurutku. Sebab di
balik kehidupan itu kita masih dituntut untuk kehidupan selanjutnya yang dalam
kehidupan selanjutnya itu kita masih harus mendapatkan tuntutan-tuntutan
tentang kualitas keshalihan kita di kehidupan sekarang ini. namun bukan itu
yang paling saya takutkan, melainkan konsekuwensi dari kurangnya kualitas
keshalihan kita dikehidupan saat ini yang akan berdampak buruk pada kehidupan kita
di masa yang akan datang. Memang Allah telah terlalu baik kepada
hamba-hamba-Nya. bahkan rasul juga sudah terlalu sayang kepada umatnya.
tidakkah beliau telah mengatakan bahwa perjalanan spiritual ini sejatinya tidak
hendak mempersulit seorang hamba melainkan hendak menjadi 'jawaban' bagi
kesulitan hidup di masa selanjutnya ? Sungguh tidak patut apabila kita
mempertanyakan sifat rauf dan rohim-nya rasul. Yang kemudian pantas
dipertanyakan adalah, mengapa kita menjadikan perjalanan spiritual ini menjadi
terasa sulit ? Apakah gerangan 'dosa' kita sehingga pencapaian-pencapaian
spiritual kita seringkali berujung pada kekosongan belaka ? renungan bagi kita,
memang diri kita yang seharusnya menjawab kegelisahan ini dengan memandang
kedhaifan diri ini sehingga kehidupan selanjutnya menjadi terasa begitu
'mengerikan'.
Saya seringkali mengeluh kepada Allah tentang keadaan diri ini yang
mempersulit perjalanan spiritual itu. Saya mengeluh bukan karena kehabisan cara
untuk menyembah-Nya, melainkan keluh kesah saya itu karena menjadikan 'cara'
itu sebagai 'alasan' saya untuk berani menuntut-Nya. Dalam hati, seringkali
saya berkata kepada diri saya, "Sungguh keji kau bersikap kepada
Tuhanmu." Belum puaskah kau menjadikan hidupmu sebagai masa-masa 'menipu Tuhan?
sungguh, hendak kemanakah engkau sekiranya engkau memilih ke surga sedangkan
hatimu selalu condong kepada neraka ? lahiriyah tidak dapat untuk mengukur
bathiniyah, dan bathiniyah pantang untuk bermesraan dengan laku-laku lahiriyah
yang sombong.
Akhirnya, saya berkesimpulan, bahwa sudah seharusnya kita tidak hanya
cukup beribadah kepada-Nya tanpa diimbangi dengan usaha untuk mengenal
kesejatian diri kita. ini kesalahan saya dan mungkin sebagian dari panjenengan
dalam memahami perjalanan spiritual ini. Saya dan mungkin juta panjenengan
sudah banyak melakukan laku-laku spiritual, baik itu shalat, dzikir, puasa,
haji, dan sebagainya. akan tetapi melupakan 'keadaan' diri, seolah hanya dengan
laku-laku tersebut secara otomatis dapat merubah 'keadaan' diri tanpa memahami
atau setidaknya mencari tahu dan berikhtiar untuk memahami 'keadaan' diri.
sudah kah keadaan diri ini menjadi sebagaimana yang pantas disebut sebagai
seorang hamba ? atau kita shalat, kita puasa, kita haji, kemudian kita puas dan
merasa bahwa kita telah menjadi hamba-Nya ? apakah penghambaan itu tercipta
hanya dengan mengira2? Atakukah penghambaan itu muncul dari keseluruhan laku
yang dilengkapi dengan memakrifati diri ? dean apakah mungkin kita dapat
memakrifati Allah, sedangkan memakrifati diri saja kita belum becus ? Mungkin
pulakah kita dapat mendapatkan anugerah kenikmatan tertinggi di kehidupan
mendatang, sedangkan di kehidupan saat ini saja kita seringkali merasa
kesulitan untuk mendapatkan sebuah 'kebahagiaan'? .....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar