Sabtu, 22 Maret 2014

Pentingnya Memahami Diri Sendiri


Gambaran tentang kehidupan itu begitu mengerikan menurutku. Sebab di balik kehidupan itu kita masih dituntut untuk kehidupan selanjutnya yang dalam kehidupan selanjutnya itu kita masih harus mendapatkan tuntutan-tuntutan tentang kualitas keshalihan kita di kehidupan sekarang ini. namun bukan itu yang paling saya takutkan, melainkan konsekuwensi dari kurangnya kualitas keshalihan kita dikehidupan saat ini yang akan berdampak buruk pada kehidupan kita di masa yang akan datang. Memang Allah telah terlalu baik kepada hamba-hamba-Nya. bahkan rasul juga sudah terlalu sayang kepada umatnya. tidakkah beliau telah mengatakan bahwa perjalanan spiritual ini sejatinya tidak hendak mempersulit seorang hamba melainkan hendak menjadi 'jawaban' bagi kesulitan hidup di masa selanjutnya ? Sungguh tidak patut apabila kita mempertanyakan sifat rauf dan rohim-nya rasul. Yang kemudian pantas dipertanyakan adalah, mengapa kita menjadikan perjalanan spiritual ini menjadi terasa sulit ? Apakah gerangan 'dosa' kita sehingga pencapaian-pencapaian spiritual kita seringkali berujung pada kekosongan belaka ? renungan bagi kita, memang diri kita yang seharusnya menjawab kegelisahan ini dengan memandang kedhaifan diri ini sehingga kehidupan selanjutnya menjadi terasa begitu 'mengerikan'.
Saya seringkali mengeluh kepada Allah tentang keadaan diri ini yang mempersulit perjalanan spiritual itu. Saya mengeluh bukan karena kehabisan cara untuk menyembah-Nya, melainkan keluh kesah saya itu karena menjadikan 'cara' itu sebagai 'alasan' saya untuk berani menuntut-Nya. Dalam hati, seringkali saya berkata kepada diri saya, "Sungguh keji kau bersikap kepada Tuhanmu." Belum puaskah kau menjadikan hidupmu sebagai masa-masa 'menipu Tuhan? sungguh, hendak kemanakah engkau sekiranya engkau memilih ke surga sedangkan hatimu selalu condong kepada neraka ? lahiriyah tidak dapat untuk mengukur bathiniyah, dan bathiniyah pantang untuk bermesraan dengan laku-laku lahiriyah yang sombong.
Akhirnya, saya berkesimpulan, bahwa sudah seharusnya kita tidak hanya cukup beribadah kepada-Nya tanpa diimbangi dengan usaha untuk mengenal kesejatian diri kita. ini kesalahan saya dan mungkin sebagian dari panjenengan dalam memahami perjalanan spiritual ini. Saya dan mungkin juta panjenengan sudah banyak melakukan laku-laku spiritual, baik itu shalat, dzikir, puasa, haji, dan sebagainya. akan tetapi melupakan 'keadaan' diri, seolah hanya dengan laku-laku tersebut secara otomatis dapat merubah 'keadaan' diri tanpa memahami atau setidaknya mencari tahu dan berikhtiar untuk memahami 'keadaan' diri. sudah kah keadaan diri ini menjadi sebagaimana yang pantas disebut sebagai seorang hamba ? atau kita shalat, kita puasa, kita haji, kemudian kita puas dan merasa bahwa kita telah menjadi hamba-Nya ? apakah penghambaan itu tercipta hanya dengan mengira2? Atakukah penghambaan itu muncul dari keseluruhan laku yang dilengkapi dengan memakrifati diri ? dean apakah mungkin kita dapat memakrifati Allah, sedangkan memakrifati diri saja kita belum becus ? Mungkin pulakah kita dapat mendapatkan anugerah kenikmatan tertinggi di kehidupan mendatang, sedangkan di kehidupan saat ini saja kita seringkali merasa kesulitan untuk mendapatkan sebuah 'kebahagiaan'? .....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar