Bagi
saya KH Ahmad Shiddiq itu adalah seorang ulama yang memiliki ilmu pengetahuan
yang komplit. Komplit kenapa? Karena ia memiliki pemikiran-pemikiran yang cukup
mendalam tentang agama, hubungan agama dengan kehidupan kemasyarakatan,
hubungan agama dengan kehidupan berbangsa dan bernegara dan lain sebagainya.
Seperti
contoh, dalam merumuskan hubungan Pancasila dan Islam dalam Nahdlatul Ulama.
Umumnya orang hanya melihat bahwa Pancasila tidak ada yang bertentangan dengan
Islam maka dibilang Islami. Namun tidak dengan KH Achmad Siddiq. Ia melihat
bahwa pola hubungan dan posisi agama dan Pancasila dalam kehidupan bernegara
adalah lebih dari itu.
Saya
sendiri dahulu pernah bertanya masalah ini kepada Beliau. “Kiai, Mengapa kita
harus menerima Pancasila sebagai asas NU ?.”
Ia
menjawab: “Nahdlatul Ulama sendiri dalam Anggaran Dasarnya yang pertama
diterangkan bahwa NU didirikan berdasarkan tujuan-tujuan, bukan asas.”
“Kita
tidak usah mempertentangkan NU dengan asas negara. Karena NU tidak berbicara
mengenai asas. Melainkan tujuan.”
Lalu
sekarang apa tujuan NU? Ialah melaksanakan semua yang akan menjadikan
kemaslahatan Ummat Islam.
Kiai
Achmad Siddiq tidak setuju kalau Islam itu dijadikan asas sebuah organisasi
atau partai. Adalah keliru jika menjadikan Islam sebagai asas, karena justru
akan merendahkan Islam sendiri. Islam adalah agama ciptaan Allah, sedangkan
organisasi ciptaan manusia. Islam jauh diatas asas, karena Islam adalah
Din-Allah.
Seperti
zaman dahulu, Masyumi yang mencantumkan Asas Islam adalah keliru karena justru
memelorotkan Islam dengan menyamakannya dengan berbagai isme-isme yang lain.
Zaman
dahulu, NU memusyawarahkan tentang hubungan Islam dan asas negara berjam-jam.
Satu jam lamanya Kiai Shiddiq terdiam merenungkan masalah ini. Dan ketika
mendapatkan hasilnya, langsung Ia memutuskan di depan rapat, dan terdiamlah
semua hadirin yang berdebat.
Itulah
salah satu kelebihan dari Kharisma Kiai Achmad, yang mana hal itu dikarenakan
kedalaman Ilmunya. Saya menaruh hormat yang besar kepadanya akan hal ini.
Meskipun Ia lebih muda dari pada saya 50 (lima puluh) hari lamanya. Karena saya
lahir pada 24 Desember 1925, sedang Kiai Achmad lahir pada 24 Januari 1926.
Akan tetapi karena keilmuan Beliau jauh di atas saya maka meskipun saya lebih
tua saya harus hormat kepadanya.
*Ditranskrip
dari pidato KH Muchit Muzadi yang disampaikan dalam acara Workshop Aswaja
dengan tema “Revitalisasi nilai-nilai
Aswaja di Tengah Ancaman Gerakan Transnasional” di Pondok Pesantren
Mahasiswa Al-Hikam, 8 Februari 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar