Alhamdulillah, blog ini dapat hadir
lagi untuk berbagi kepada para sahabat. Kali ini akan mempostingkan
artikel tentang biografi almarhum simbah KH. Zainal Abidin Munawwir Krapyak
Yogyakarta. Namun sebelumnya, sekali lagi admin blog Jagad Kawula Mengucapkan
Bela Sungkawa atas meninggalnya beliau kemarin maghrib dan tadi seharian admin
ikut dalam prosesi pemakaman simbah di makam keluarga Sorowajan. Setelah pulang
dari ta'ziyah, admin punya krentek untuk berbagi sedikit tentang biografi
beliau. Berikut biografinya:
Mbah
Zainal, demikian para santri menyapa, dikenal luas sebagai sosok yang yang
tidak hanya ‘Alim dan A’mil, tetapi lebih dari itu beliau adalah sosok
yang sangat istiqomah, sangat zuhud dan wira’i. dalam kesehariannya.
Tumbuh
dan besar dalam lingkup pesantren, Usai ditinggal oleh Ayahandanya dalam usia
baligh, beliau dididik secara khusus oleh Guru sekaligus Kakaknya, KH. Ali
Maksum (suami Nyai Hj. Hasyimah Munawwir) yang saat itu merupakan Pengasuh
Pesantren Krapyak bersama saudaranya yang lain. Seluruh hidupnya, di
dedikasikan untuk tumbuh-kembang pesantren Krapyak. Nyantri dan Mengajar,
hingga dikenal sebagai Kyi yang diakui kepakarannya dalam disiplin ilmu Fiqih
dan Alim. Hebatnya, beliau menghabiskan waktu nyantrinya hanya di Pesantren
Krapyak.
Banyak
kenangan dan kesan tentang kepribadian Kyai karismatik ini. Beliau adalah Kyai
yang sangat ketat memegang teguh fiqih Mazhab Syafi’i. Apa yang menurut beliau
benar, maka belaiau tidak pernah ragu untuk melakukannya, termasuk jika harus
berbeda dengan mayoritas ulama yang lain. Tak kurang pujian dan pengakuan atas
keilmuan disematkan oleh Rais ‘Am Nahdhatul Ulama KH. Ali Maksum yang tak lain
adalah Kakak dan Guru beliau Sendiri. “Zainal iku Kyai Ampeg; Spesial
Fiqih 4 Mazhab”. Mbah Ali pun konon sering berdiskusi dengan Mbah Zainal
perihal persoalan Fiqih.
“Pak
Ali (KH. Ali Maksum) kalau diskusi soal agama, ya dengan Pak Zainal (KH. Zainal
Abdiin Munawwir). Kalau soal politik dan kenegaraan biasanya dengan Pak Warson
(KH. Ahmad Warson Munawwir. Soal lain, dengan santri lainnya. Mereka itu seolah
menjadi penasehat Pak Ali dalam berbagai hal” ungkap KH. Munawwir AF yang
jmemang pernah mengaji dengan kedua ulama karismatik ini.
Tidak
hanya ‘alim-a’mil, beliau adalah sedikit dari ulama yang produktif menulis
kitab. Ada belasan karya tulis beliau, terutama dalam bidang ushul fiqih-fiqih.
Namun, memang tidak sempat terpublikasikan secara luas. Hamya dikaji di
kalangan santri Pondok Pesantren Krapyak saja. Salah satu karangan beliau
misalnya, Kitabus Shiyam, dingajikan selama Ramadhan di Mesjid.
Beliau
selain dikenal sebagai kyai Karismatik yang menyejukkan, sangat teguh memegang
prinsip, Mbah Zainal adalah sosok yang sangat zuhud dan wira’i. Beliu sangat
memperhatikan detail apa yang beliau makan dan gunakan. Beliau adalah sosok
yang sangat sederhana dalam hal apapun. Tak jarang, santri melihat Sang Kyai
membetulkan gendeng atap rumah beliau sendiri.
KH.
Zainal adalah oase ilmu dan kearifan yang tidak ada habisnya ditimba. Banyak
sekali cerita-cerita tentang kezuhudan beliau di kalangan masyarakat. Beliau
bukan tipe ulama yang mencari popularitas dengan banyak bicara mengucapkan
kata-kata penuh istilah maupun mengobral kalimat-kalimat mutiara singkat.
Beliau lebih banyak menunjukkan budi pekerti luhur beliau dengan peri-kehidupan
yang dihiasi akhlak.
Ketika
dulu ingin naik haji, Mbah Zainal Abidin Munawwir menabung segobang demi
segobang. Berapa pun yang terkumpul setiap tahun, beliau menzakatinya, walaupun
belum mencapai nishob. Mbah Ali Ma'shum rahimahullah, kakak ipar dan gurunya,
terkekeh-kekeh mendengar laku yang demikian itu. "Itu fiqh model apa?"
beliau meledek. Dengan mesem (yang hingga kini jarang terlihat beliau tertawa
hingga kelihatan giginya), yang diledek hanya bergumam, "Yah... siapa tahu
yang begini ini lebih disukai Pengeran..." Mbah Ali Ma'shum jelas hapal
tingkah adik ipar sekaligus anak muridnya itu. "Zainal itu adikku yang
paling antik!" kata Mbah Ali, setengah bergurau, "Dia itu cagaknya
langit. Selama dia masih ada, nggak bakalan kiamat!”
Pada
waktu yang lain, Mbah Zainal menyuruh Kang (sekarang kiyai:) Ali As'ad,
santrinya, untuk membelikan pedal sepeda karena milik beliau sudah rusak. Tapi
kebetulan Kang Ali As'ad punya sepasang pedal masih bagus yang tak terpakai.
Maka ia tawarkan untuk dipakai Mbah Zainal, dan diterima. Saat hendak berangkat
haji beberapa bulan kemudian, Mbah Zainal memanggil Kang Ali As'ad. "Ada
apa, Mbah?" Mbah Zainal mengulurkan sepasang pedal sepeda. "Ini
pedalmu yang dulu kupinjam, kukembalikan. Aku mau pergi haji... biar nggak ada
tanggungan lagi..."
Mbah
Zainal Abidin Munawwir juga pernah satu periode menjadi anggota DPRD Kabupaten
Bantul, wakil dari Partai Nahdlatul Ulama. Selama itu, beliau wira-wiri ke
kantor tiap hari dengan sepeda onthel tua miliknya. Beliau juga tidak mau
mengambil gaji bulanannya maupun uang apa pun dari DPRD itu, karena
menganggapnya syubhat. Beliau ngotot mengandalkan nafkah hanya dari telur
sejumlah bebek yang dipeliharanya. Karena Kang Zainal nggak mau, ya aku yang
ngambil gajinya", kata kiyai Ahmad Warson Munawwir, adik Mbah Zainal,
sambil senyum-senyum menikmati kenangannya. "Waktu itu Kang Zainal belum
kawin", Mbah Warson menyambung, "sedangkan aku pengantin baru.
Jadi... aku yang kawin, Kang Zainal yang menafkahi!"
"Ke
Nggading berapa, Kang?" Mbah Zainal Abidin Munawwir, Krapyak, menawar
becak. "Monggo mawon. Terserah panjenengan, Mbah", tukang becak
pasrah karena sudah kenal. "Nggak bisa! Sampeyan harus kasih harga!"
"Yah... seribu, Mbah". Itu harga yang cukup lazim waktu itu, walaupun
sedikit agak mahal. "Lima ratus ya!" Tukang becak nyengir,
"Masih kurang, Mbah..." "Enam ratus!" Tukang becak masih
nyengir. Ya sudah... tujuh ratus!" Tukang becak sungkan membantah lagi dan
mempersilahkan Mbah Zainal naik. Sampai tempat tujuan, Mbah Zainal mengulurkan
selembar uang ribuan tapi menolak kembaliannya. Tukang becak bengong.
"Kalau tadi kita sepakat seribu, aku cuma dapat pahala wajib", kata
Mbah Zainal, "kalau begini ini kan yang tiga ratus jadi
shodaqohku".
Mbah
Zainal tidak merokok. Untuk urusan makanan, selama ini beliau dikenal tidak
doyan makan makanan dari sesuatu yang bernyawa (daging/telur). Beliau terbiasa
hanya berlauk tahu/tempe, bahkan beliau lebih sering seharian hanya
mengkonsumsi mie instan, itupun setengah porsi. Beliau juga tidak suka makanan
yang terlalu beraroma. Suatu ketika di dapur, Bu Nyai Ida (istri beliau) memasak
makanan yang aromanya tercium hingga ruang tamu tempat Mbah Zainal berada saat
itu. “Masak apa to Da? Kok bikin bau sampai sini. Mbok jangan masak yang baunya
berlebihan seperti itu, saya ndak mau makan” Bu Nyai Ida yang sudah terlanjur
masak pun hanya bisa menimpali sederhana “Ini sudah matang. Ya sudah kalau
tidak mau ini makanannya saya buang saja” Mbah Zainal kaget, “Eh, jangan.
Yasudahlah, sini saya makan saja.”
Suatu
hari, KH Munawwar mengantarkan beliau memenuhi undangan salah seorang alumni di
luar kota. Ketika itu acara makan siang di sebuah tempat pemancingan ikan. Mbah
Zainal yang sehari-harinya dipenuhi puasa sunnah, memperhatikan ikan-ikan yang
dipancing. Ia yang begitu sensitif dan peka perasaannya, langsung memanggil KH
Munawwar. “Eh eh, itu mancing ikannya kok di tusuki di mulutnya pakai pengait?”
KH Munawwar dan yang lain pun kebingungan, “Ya memang seperti itu caranya
mancing ikan mbah” Jawab KH Munawwar. Mbah Zainal dengan agak tidak terima
langsung menimpali, “Coba kalau mulutmu yang ditusuki seperti itu bagaimana?”
KH. Zaenal Abidin Munawwir Krapyak terkenal sebagai kiai yang
sangat rigid dalam menjaga akidah. Antara yang paling beliau jaga adalah
masalah patung. Beliau meyakini, keberadaan patung dapat membuat hidup kita sengsara di akhirat dan menjadikan
malaikat lari menjauh, sebagaimana banyak hadits shahih menyatakan hal itu.
Kisahnya,
di sebelah sudut Krapyak, ada produsen kerajinan tangan yang memajang patung
kuda tinggi besar, yang diletakkan di depan pabrik tersebut. Kiai Zainal
berkali-kali mengingatkan pemiliknya dan masyarakat sekitar terhadap mafsadah
yang barangkali ditimbulkannya. Beliau bahkan menyuruh para santri untuk
ngrudug rumah tersebut dan merobohkan patung itu. Setelah dilakukan mediasi
dengan pemiliknya, akhirnya dicapai kata sepakat, rumah tersebut diberi pagar
tembok
Pagar
tembok rumah pun dibangun. Namun sayangnya, pagar yang dimaksud tingginya hanya
sekitar dua meteran. Tentu, patung kudanya masih terlihat gagah, karena
tingginya menjulang hampir empat meter. Dan tentu, Kiai Zainal belum terima
dengan kenyataan itu. Mediasi pun diupayakan kembali. Hasilnya, tembok rumah
harus ditinggikan lagi setinggi hampir empat meter. Jadi sekarang, kalau
dilihat dari luar, patung kuda itu hanya terlihat mata, kuping dan jambulnya.
Keyakinan
Kiai Zainal tentang bahaya patung juga terlihat jelas setiap beliau pergi ke
Magelang. Dari Jogja, beliau senantiasa meminta agar sopir kalau bisa menghindar
dari daerah Kali Belan Muntilan, karena di seputar jalannya terdapat banyak
toko, penjual dan pengrajin patung. Kalau kemudian terpaksa melewati jalan
tersebut, maka sambil lewat beliau akan mengingatkan para penumpang terhadap
bahaya patung, sambil beberapa kali istighfar, sedang beliau sendiri
mengungkapkan semuanya dengan cara mengalihkan pandangannya ke arah lain, atau
sambil memejamkan mata.
Istri
beliau, Ibu Nyai Ida Fatimah, yang biasa membuat kue tart, diminta oleh salah
seorang temannya membuat kue tart untuk hiasan pengantin. Bu Nyai dengan
keahliannya kemudian berhasil membuat kue tart yang lumayan tinggi. Di atasnya
tak lupa diberi kue yang dibentuk dan dihias seperti pasangan pengantin.
Sesudah jadi, kue tersebut ditaruh di atas meja, sambil mempersiapkan beberapa
keperluan lainnya untuk dibawa ke tempat pelaminan. Ketahuan Kiai Zaenal.
Beliau menghampiri meja dan berkata: “Iki ki yo patung!” (Ini juga patung),
sambil beliau nyuwil (mengambil) bagian kepala “patung” pengantin
Dari
Berbagai Sumber
***Semoga
Bermanfaat***
Beliau guru saya yg sangat menyayangi kami, selama 9 Tahun kami diajar beliau belum pernah melihat beliau absen shalat jamaah. Saya waktu dipanggil dikasih jambu biji dipojok kantor salaviyah depan kediaman beliau. Beliau berpesan sbgaimana yg dipesankan mb Ali Maksum agar kita selalu mengisi kegitan yg bermanfaat dan jangan sampai nganggur meski di hari libur. pesan beliau ini di sampaikan sewaktu kami diajak beliau ke lantai dua komplek AB utara masjid pndok. waktu itu kami diajak memanfaatkan kayu-kayu bekas, "yg berlubang ditambal pake semen dan lem kayu ini ya" beliau dawuhi kami. Dan alhamdulillah kayu2 tsb skrg jd kusen2 (gawangan) pintu dan jendela ruangan santri yg ikut mengabdi di kediaman beliau. Lahul fatihah.
BalasHapusBeliau guru saya yg sangat menyayangi kami, selama 9 Tahun kami diajar beliau belum pernah melihat beliau absen shalat jamaah. Saya waktu dipanggil dikasih jambu biji dipojok kantor salaviyah depan kediaman beliau. Beliau berpesan sbgaimana yg dipesankan mb Ali Maksum agar kita selalu mengisi kegitan yg bermanfaat dan jangan sampai nganggur meski di hari libur. pesan beliau ini di sampaikan sewaktu kami diajak beliau ke lantai dua komplek AB utara masjid pndok. waktu itu kami diajak memanfaatkan kayu-kayu bekas, "yg berlubang ditambal pake semen dan lem kayu ini ya" beliau dawuhi kami. Dan alhamdulillah kayu2 tsb skrg jd kusen2 (gawangan) pintu dan jendela ruangan santri yg ikut mengabdi di kediaman beliau. Lahul fatihah. Saya Ahmad Fathoni Elkaysi krbacilacap.blogponsel.info
BalasHapusBeliau guru saya yg sangat menyayangi kami, selama 9 Tahun kami diajar beliau belum pernah melihat beliau absen shalat jamaah. Saya waktu dipanggil dikasih jambu biji dipojok kantor salaviyah depan kediaman beliau. Beliau berpesan sbgaimana yg dipesankan mb Ali Maksum agar kita selalu mengisi kegitan yg bermanfaat dan jangan sampai nganggur meski di hari libur. pesan beliau ini di sampaikan sewaktu kami diajak beliau ke lantai dua komplek AB utara masjid pndok. waktu itu kami diajak memanfaatkan kayu-kayu bekas, "yg berlubang ditambal pake semen dan lem kayu ini ya" beliau dawuhi kami. Dan alhamdulillah kayu2 tsb skrg jd kusen2 (gawangan) pintu dan jendela ruangan santri yg ikut mengabdi di kediaman beliau. Lahul fatihah. Saya Ahmad Fathoni Elkaysi krbacilacap.blogponsel.info
BalasHapus