A. Peristiwa Penting di Bulan Ramadlan
Pada bulan Ramadlan[1]
terjadi berbagai peristiwa penting ber-kaitan dengan pergerakan kebangkitan
Islam, diantaranya adalah:
1.
Nuzulul Qur’an[2] (diturunkannya Al Qur’an) dari Lauhul
Mahfudh ke Baitul Izzah di langit dunia secara jumlatan wahidah
(sekaligus) pada malam Lailatul Qodar di bulan Ramadlan
2. Fathu
Makkah[3]
(terbukanya kota Mekkah) yang menjadi asas bagi kemenangan-kemenangan Islam di
seluruh belahan bumi kemudian
5. Gema shalat tarawih dan tadarus al Qur’an semarak dilakukan di bulan
Ramadlan, begitu juga kegiatan ibadah dan kegiatan sosial yang lainnya.[6]
B. Keutamaan Bulan Ramadlan
Bulan Ramadlan memiliki keuatamaan-keutamaan
yang tidak dimiliki oleh bulan-bulan lainnya. Adapun keutamaan-keutamaan yang
dimaksud diantaranya adalah:
1.
Pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan
syaithan-syaithan di belenggu[7]
2.
Besarnya potensi terkabulnya do’a di bulan Ramadlan[8]
3. Terdapat malam Lailatul Qadr, malam kemuliaan yang
fadilah-nya lebih baik dari seribu bulan. (QS. Al Qadr: 3)
4.
Malam pembebasan dari siksa api neraka[9]
5.
Bulan Ramadlan awalnya adalah rahmat, pertengahannya adalah
maghfiroh (ampunan), dan penutupnya adalah itqun min annar
(pembebasan dari api neraka)
6. Melakukan ibadah sunnah di bulan Ramadlan sama dengan melakukan
ibadah fardu di selain bulan Ramadlan. sedangkan melakukan ibadah fardu
dilipatgandakan menjadi 70 kali di luar bulan Ramadlan.
Dengan berbagai keutamaan bulan Ramadlan di
atas, adalah suatu kerugian bagi orang manakala keberadaan bulan Ramadlan itu
tidak dimanfaatkan sebaik mungkin. Rasulullah SAW bersabda:
بَعُدَ (اَيْ مِنْ رَحْمَةِ اللهِ)
مَنْ أَدْرَكَ رَمَضَانَ فَلَمْ يُــغْــفَرْ لَهُ (رواه الحاكم)
“Jauh (dari
rahmat Allah SWT) orang yang menjumpai bulan Ramadlan sedang dosanya
tidak sampai diampuni”. (HR. Hakim)
C. Amalan-amalan sunnah di Bulan Ramadlan
Amalan penting yang perlu diperhatikan di
bulan Ramadlan, selain puasa yang harus memperhatikan syarat, rukun dan hal-hal
yang dapat membatalkan puasa, adalah sebagai berikut:
1.
Menghidupkan malam hari bulan Ramadlan dengan qiyamu Ramadlan
(shalat malam, tarawih, tasbih, hajat, dan witir)
2.
Melakukan i’tikaf[10]
di masjid[11]
terutama di sepuluh akhir bulan Ramadlan dan mencari lailatul qadar di
malam ganjil minimal aktif mengikuti shalat jama’ah isya’ dan shubuh selama
bulan Ramadlan
3.
Memperbanyak membaca atau tadarus al Qur’an dan diusaha-kan
sampai khatam 30 juz selama bulan Ramadlan
4.
Muhasabatun nafs (introspeksi diri) atas kelalaian melanggar
hukum-hukum Allah SWT dengan memperbanyak taubat dan mengharap pengampunan dari
Allah SWT
5.
Memperbanyak membaca syahadat, istighfar, dan memohon surga dan
dijauhkan dari neraka dalam bentuk do’a;
أَشْهَدُ
أَنْ لَّا اِلَهَ اِلَّا اللهُ أَسْتَغْفِرُ اللهَ أَسْئَلُكَ رِضَاكَ
وَاْلجَنَّةَ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ سَخَتِكَ وَالنَّارِ
“Aku
bersaksi bahwa tiada Tuhan yang patut disembah selain Allah. Aku beristighfar
kepada Allah, aku memohon kepadaMu akan ridloMu dan surga dan aku berlindung
kepadaMu dari mjurkaMu dan neraka”
Dan memperbanyak membaca do’a;
اَلَّلهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ
الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّيْ
“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Dzat Yang Maha Mengampuni.
Engkau menyukai pengampunan maka berikanlah pengampu-nan kepadaku”
6.
Memperbanyak infaq dan sedekah kepada fakir miskin atau
orang-orang sekitar kita yang sangat membutuhkan
7.
Memberikan bekal makanan untuk berbuka kepada orang yang berpuasa
8.
Menunaikan ibadah umroh[12]
dan thowaf di Baitullah. Ibadah ini jika dilaksanakan pada bulan Ramadlan
pahalanya laksana pahala ibadah haji
9.
Membayar zakat fitrah. Hal ini penting karena salah satu hikmah
dari zakat fitrah adalah untuk membersihkan kesala-han yang dilakukan sewaktu
puasa
10.
Menyibukkan diri dengan mencari aktifitas di majlis-majlis ilmu
dan sebagainya[13]
***Semoga
Bermanfaat***
[1]
Istilah “Ramadlan” berasal dari akar kata; Ramidla – Yarmadlu – Ramadlan,
artinya terik, sangat panas. Nama Ramadlan digunakan karena pada bulan ini
terik matahari sangat panas (khusus di Timur Tengah) sehingga menyebabkan kaki
orang-orang yang berjalan kaki terasa panas. Pada bulan ini juga perut
orang-orang yang berpuasa juga merasa panas karena menahan lapar dan dahaga,
serta di bulan ini dosa-dosa tengah terbakar atau diampuni bagi orang yang
sungguh-sungguh bertaubat. Ahmad Warson Munawwir, Al Munawwir: Kamus
Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), hal. 533. Lihat juga
Muhammad Ali as Shobuni, Rowa’i’ al Bayan Tafsir Ayat al Ahkam min al
Qur’an, (Damaskus: Maktabah al Ghozali, 1980), Juz. I, hlm. 190.
[2]
Nuzulul Qur’an mengalami dua proses; Inzal dan Tanzil.
Pertama, Inzal adalah turunnya al Qur’an dari Lauhul Mahfudh ke Baitul
Izzah di langit dunia. Kedua, Tanzil adalah turunnya al Qur’an dari Baitul
Izzah di langit dunia secara berangsur-angsur (tadrij) ke dunia,
melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Adapun hikmah al Qur’an
diturunkan secara tadrij diantara; untuk menghilangkan keraguan,
menambah keimanan dan menumbuhkan kepercayaan dalam hati Rasulullah. Sebab,
tiap ucapan yang dicatat berulang-ulang dan dibuktikan kebena-rannya oleh
banyak fakta pasti lebih dapat menghilangkan keraguan dan lebih
mantapSelengkapnya baca Subhi as Shalih, Membahas Ilmu-ilmu al Qur’an, (terj.)
dari “Mabahits fiy Ulum al Qur’an”, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001),
hlm. 55-57.
[3] Fathu Makkah terjadi pada tanggal 20 Ramadlan 8 H. Berikutnya
juga terjadi pada tanggal 28 Ramadlan 92 H./19 Juli 711 M. Kaum muslimin mulai
melakukan ekspansi dakwah ke daerah-daerah di semenangjung Liberia, yaitu
spanyol dan Portugis dipimpin oleh thoriq bin Ziyad.
[4] Peperangan yang dahsyat pula terjadi antara kaum muslimin dengan tentara
Tartar pada tanggal 25 Ramadlan 658 H. Pasukan Islam di bawah pimpinan Sultan
Saifuddin Qutuz. Perang ini juga disebut perang Ainjalut karena lokasinya di
kota Ainjalut Palestina.
[5] Malam Lailatul Qadar adalah malam paling utama sepanjang tahun,
dimana suatu amal kebaikan, baik shalat, membaca al Qur’an, dzikir ataupun amal
sholih yang lain pada malam Lailatul Qadar lebih baik dari pada seribu
bulan (baca: QS. al Qadr: 3). Diantara keutamaan Lailatul Qadar
sebagaimana dijelaskan dalan hadits Nabi SAW: مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيـْمَانًا
وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (رواه البخاري)
“Barangsiapa yang melakukan sholat pada malam
lailatul qadar, karena iman dan mengharap ridla Allah SWT, maka akan diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu”.
Malam Lailatul
Qadar diperkirakan terjadi pada malam ganjil di sepuluh akhir bulan
Ramadlan. Adapun penentuan kapan terjadinya Lailatul Qadar? ulama
berbeda pendapat disebabkan adanya beberapa keterangan hadits yang
berbeda-beda. Sebagian ulama mengatakan bahwa Lailatul Qadar terjadi
pada tanggal 21, ada juga mengatakan tanggal 23, sebagian yang lain mengatakan
tanggal 25 atau bahkan tanggal 29 Ramadlan. Akan tetapi kebanyakan ulama
mengatakan bahwa Lailatul Qadar itu terjadi pada tanggal 27 Ramadlan.
Lihat Sayyid Sabiq, Fiqh as Sunnah, (Beirut: Dar al Fikr, 1983), Jld. I,
hlm. 399. Terlepas dari prediksi ulama tentang terjadinya Lailatul Qodar
di atas, Imam al Ghazali memberikan rumusan yang menarik dalam hal prediksi
terjadinya Lailatul Qodar, yaitu dengan melihat hari pertama bulan
Ramadlan. Jika awal Ramadlan jatuh pada hari Ahad atau Rabu, maka Lailatul
Qodar jatuh pada malam tanggal 29 Ramadlan. Jika awal Ramadlan jatuh pada
hari Senin, maka Lailatul Qodar jatuh pada malam tanggal malam 21
Ramadlan. Jika awal Ramadlan jatuh pada hari Selasa atau Jum’at, maka Lailatul
Qodar jatuh pada malam tanggal malam 27 Ramadlan. Jika awal Ramadlan jatuh
pada hari Kamis, maka Lailatul Qodar jatuh pada malam tanggal malam 25
Ramadlan. Jika awal Ramadlan jatuh pada hari Sabtu, maka Lailatul Qodar jatuh
pada malam tanggal malam 23 Ramadlan. Baca Bandingkan dengan Sayyid Abu Bakar, I’anah
at Tholibin, (Surabaya: al Hidayah, tth), Juz. II, hlm. 257-258.
إِذَا دَخَلَ شَهْرُ رَمَضَانَ
فُتِّحَتْ أَبْوَابُ السَّمَآءِ وّغُلِّقَتْ أَبْوَابَ جَهَنَّمَ وَسُلْسِلَتِ
الشَّيَاطِيْنُ
“Apabila
masuk bulan Ramadlan maka dibukalah pintu-pintu langit (surga), ditutuplah
pintu-pintu neraka Jahannam, dan syaithan-syaithan dirantai semua”. (HR.
Bukhari)
Dalam hadis
yang lebih panjang juga dijelaskan bahwa Rasulullah SAW memberikan berita
gembira kepada para sahabatnya, ketika datang bulan Ramadlan seraya bersabda:
قَدْ
جَآئَكُمْ شَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرٌ مُبَارَكٌ كَتَبَ اللهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ
فِيْهِ تُفْتَهُ أَبْوَابُ الْـجِنَانِ وَتُغْلَقُ فِيْهِ أَبْوَابُ الْجَحِيْمِ
وَتُغَلُّ فِيْهِ الشَّيَاطِيْنُ فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ
حَرُمَ خَيْرَهَا فَقَدْ خُرِمَ
“Telah tiba kepada kalian
bulan Ramadlan, bulan yang penuh berkah, Allah telah mewajibkan puasa atas
kalian, di dalamnya dibuka pintu-pintu surga, ditutup pintu-pintu neraka jahim,
diborgol dedengkot syaithan, dan di dalamnya ada semalam yang lebih baik dari
seribu bulan. Barangsiapa terhalang kebaikan bulan itu maka ia terhalang dari
rahmat Allah”. (HR. Ahmad dan an Nasa’i)
“Bagi setiap muslim ada do’a yang
terkabul yang dilakukan pada bulan Ramadlan”. (HR. Malik dan Ahmad).
Dalam hadis lain juga dijelaskan bahwa:
ثَلاَ ثَـــةٌ لَاتُـــرَدُّ
دَعْوَتُـهُمْ: اَلصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرُ وَالْإِمَامُ الْعَادِلُ
وَالْـمَظْلُوْمُ
“Ada tiga (golongan) do’anya tidak akan
tertolak (diterima), yaitu do’anya orang yang berpuasa sampai berbuka,
seorang imam yang adil, dan orang yang didhalimi”. (HR. At Tirmidzi)
“Pada setiap malam bulan Ramadlan Allah membebaskan orang-orang dari
siksa api neraka”. (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).
[10] I’tikaf adalah berdiam di masjid pada waktu tertentu dengan
niat taqorrub (mendekatkan diri) kepada Allah SWT. I’tikaf
hukumnya adalah sunnah mu’akkad, lebih-lebih sepuluh terakhir bulam
Ramadlan. Syarat i’tikaf yaitu, 1] orang Islam, 2] mumayyiz (orang yang
telah bisa membedakan antara yang haq dan bathil), 3] suci dari janabah
(junub) bagi laki-laki, dan 4] suci dari haidl dan nifas bagi wanita.
Rukun-rukun i’tikaf yaitu, 1] niat yang ikhlash, 2] berdiam di masjid, 3] orang
yang beri’tikaf, dan 4] tempat untuk beri’tikaf (masjid). Hal-hal yang
membatalkan i’tikaf adalah: 1] meninggalkan masjid dengan sengaja tanpa ada
keperluan yang mende-sak, 2] hilang akal (karena tidur atau pingsan), 3]
murtad, 4] haidl atau nifas, 5] ber-hubungan suami istri (jima’), 6] pergi
sholat jum’at (bagi orang yang membolehkan i’tikaf di musholla). I’tikaf
terbagi menjadi dua macam; 1] Sunnah, yaitu i’tikaf yang dilakukan karena
semata-mata ingin bertaqorrub kepada Allah SWT seperti i’tikaf sepuluh
hari terakhir Ramadlan, 2] Wajib, yaitu i’tikaf yang didahului dengan nadzar
atau janji, seperti jika saya sembuh dari sakit maka saya akan beri’tikaf di
masjidil haram. Jika nanti benar-benar sembuh maka ia wajib melakukan i’tikaf
di masjidil haram. Selengkapnya baca Abu Abdullah Muhammad bin Qosim asy
Syafi’i, Tausyeh ala Ibn Qasim; Qutu al habib al Ghorib, (Surabaya,
Maktabah al Hidayah, tth), hlm. 116-117. Bandingkan dengan Sayyid Sabiq, Fiqh
as Sunnah, Jld. I, hlm. 400-401. Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad, Kifayah
al Akhyar fiy Ghoyah al Ikhtishar, juz, I, hlm. 215-218.
[11]
Dalam masalah tempat i’tikaf
(masjid) yang boleh dibuat beri’tikaf, ulama masih terjadi ikhtilaf,
setidaknya ada 3 versi, yaitu; 1] I’tikaf hanya sah (boleh)
dilakukan di tiga masjid: Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjidil Aqsa. Ini
pendapat Hudzaifah bin Yaman, 2] I’tikaf hanya sah dilakukan di masjid yang di dalamnya dilakukan shalat
lima waktu dan shalat Jum’at (masjid jami’). Inilah pendapat imam Abu
Hanifah, Ahmad, Abu Tsauri, dan 3] I’tikaf sah di lakukan di semua masjid,
termasuk masjid yang tidak didirikan shalat Jum’at (masjid ghairu Jami’ atau
musholla/surau), inilah pendapat, Imam Malik, Syafi’i, Daud. Pendapat
yang terakhir ini adalah pendapat jumhur ulama (mayoritas ulama). Dari
tiga pendapat ulama tentang masjid yang dapat dijadikan tempat beri’tikaf di
atas, disikapi dengan arif dan bijaksana oleh ulama mazhab syafi’iyah yang
berpendapat bahwa melakukan i’tikaf yang afdlol (lebih utama) dilakukan
di masjid jami’ lebih-lebih di tiga masjid yaitu; Masjidil Haram, Masjid
Nabawi, dan Masjidil Aqsa. Selengkapnya baca Sayyid Sabiq, Fiqh as Sunnah, Jld. I, hlm. 402.
[12] Rasulullah SAW bersabda: عُمْرَةٌ فِيْ رَمَضَانَ تَعْدِلُ
حَجَّةً “Umroh di bulan Ramadlan sebanding dengan
ibadah haji”. (HR. Tirmidzi)
Dalam redaksi yang sedikit berbeda juga
dijelaskan:عُمْرَةٌ
فِيْ رَمَضَانَ كَحَجَّةٍ مَعِي “Umroh di bulan Ramadlan
sebanding dengan ibadah haji”. (HR. Tirmidzi)
[13] Selengkapnya baca M. Ihya’ Ulumiddin, Risalah Ringkas Puasa
Romadlon, hlm. 9-10.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar