Hari Raya Idul Fitri merupakan salah satu hari besar umat Islam.
Setelah berpuasa sebulan penuh, siang hari menahan diri dari makan, minum dan
syahwat, malam hari menunaikan shalat tarawih berjama'ah, maka tibalah
hari yang dinanti-nanti yaitu Hari Raya Idul Fitri.
Kaum muslimin menyambut hari ini dengan suka cita. Setelah sebulan
penuh jiwa dan fisiknya dilatih melalui ibadah puasa, maka sekarang tibalah
masa pembuktian. Apakah latihan selama sebulan penuh itu berbuah hasil atau
tidak? Latihan jiwa yang ditempuh dalam bulan suci ini, diharapkan membekas
pada diri, sehingga ketika keluar dari Ramadhan, kita berhak mendapat gelar muttaqin
yang seperti diharapkan.
Melalui tulisan ini, penyusun ingin mengajak segenap kaum muslimin
agar melewati hari besar yang bahagia ini, yaitu dengan mengamalkan sunnah-sunnah
Rasul Saw. yang berkaitan dengan hari raya. Jangan sampai hari yang penuh
berkah ini menyeret kita ke lembah dosa, seperti mabuk-mabukan, bercampur-baur
antara lelaki dan wanita, berjabat tangan laki-laki dengan wanita lain mahram,
berlebihan-lebihan dalam hal makanan dan minuman, mubadzir dan
menghambur-hamburkan harta, dan sebagainya. Sehingga hilanglah hikmah hari raya
Idul Fitri yang agung ini.
Perlu diingat, selepas bulan Ramadhan, bukan berarti tiba masa “balas
dendam” untuk melampiaskan syahwat. Bahkan, dengan tibanya hari raya Idul Fitri,
seharusnya kita lebih menguatkan semangat dalam melakukan ketaatan kepada Allah
Swt.
Berikut ini adalah beberapa amaliyah pasca Ramadlan (hari raya Idul
Fitri) yang dilakukan Rasulullah Saw. di zamannya:
2.
Menghidupkan malam hari raya dengan cara memperbanyak membaca takbir,[2]
tahmid, qiyamul lail dan ibadah-ibadah yang lain.[3]
Beberapa sunnah yang dilakukan pada hari raya Idul Fitri adalah:
a.
Mandi sebelum berangkat shalat Idul Fitri[4]
b.
Makan sebelum berangkat shalat Idul Fitri[5]
c.
Memperbanyak membaca takbir sampai imam shalat datang
d.
Memakai wangi-wangian dan pakaian yang terbaik[6]
e.
Waktu berangkat dan pulang shalat Idul Fitri melalui jalan yang
berbeda.[7]
3.
Melaksanakan shalat Idul Fitri pada pagi harinya[8]
4.
Mengucapkan ucapan selamat (tahni’ah)[9]
5.
Saling meminta maaf antar sesama kaum muslim (istihlal)[10]
6.
Berpuasa enam hari di bulan syawal.[11]
Puasa enam hari di bulan Syawal
adalah termasuk perbuatan sunnah Rasul. Hal ini berdasarkan hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُـمَّ أَتْـبَعَـهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ
كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ (رواه مسلم)
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadlan kemudian menyusulinya
dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka ia seperti ber-puasa selama setahun suntuk ”.
Dalam hadits
lain dengan redaksi sedikit berbeda juga dijelas-kan bahwa:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُـمَّ أَتْـبَعَـهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ فَكَأَنَّمَا
صَامَ الدَّهْرَ (رواه الجماعة)
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadlan kemudian menyusulinya
dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka laksana ber-puasa selama setahun suntuk ”.
***Semoga
Bermanfaat***
[1] Rasulullah SAW bersabda: فَرَضَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرَةِ
طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ
وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِيْنِ “Rasulullah
SAW mewajibkan membayar
zakat fitrah untuk menyucikan
diri dari puasa orang yang omong kosong, ucapan-ucapan keji dan memberi makan
orang miskin”.
[3]
Rasulullah SAW bersabda: مَنْ
أَحْيَا لَيْلَتَيِ الْعِيْدِ لـَمْ يَـمُتْ قَلْبُهُ يَوْمَ تَـمُوْتُ
الْقُلُوْبُ
“barangsiapa yang menghidup-hidupkan dua malam
hari raya (Fitri dan Adha) maka hatinya tidak akan mati pada hari sekian
banyak hati sama mati”.
[4] Rasulullah
SAW bersabda: أَخَذَ عُمَرُ جُبَّةً مِنِ
اسْتِبْرَقٍ تُبَاعُ فِي السُّوْقِ فَاَخَذَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، فَقَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ إِبْتَعْ هَذِهِ تَـجَمَّلْ بِـهَا
لِلْعِيْدِ وَالْوُفُوْدِ فَقَالَ لَهُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِنَّـمَا هَذِهِ لِبَاسُ مَنْ لَاخَلَاقَ لَهُ
“Umar membeli
jubah yang terbuat dari sutera yang dijual di pasar. Ia membawanya kepada
Rasulullah dan berkata,Wahai Rasulullah, ambillah jubah ini untuk berhias diri pada
hari raya, dan saat menyambut utusan-utusan." Rasulullah
berkata,"Sesungguhnya,
ini adalah pakaian orang-orang yang tidak mendapat bagian di akhirat."
[5] Rasulullah
SAW bersabda: صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، لَايَغْدُوْ يَوْمَ
الْفِطْرِ كَانَ النَّبِيْ
حَتَّى يَأْكُلَ، وَلَايَأْكُلَ
يَوْمَ الْأَضْحَى حَتَّى يَرْجِعَ (رواه البخارى وأحمد)
“Nabi SAW tidak berangkat shalat Idul Fitri
sampai beliau makan terlebih dahulu dan beliau juga tidak makan sampai pulang
shalat Idul Adha”.
أَنْ
نَلْبَسَ أَجْوَدَ مَا نـَجِدُ وَأَنْ نَتَطَيَّبَ بِأَجْوَدِ مَا نـَجِدُ (رواه
الحاكم)
“Rasulullah
SAW memerintahkan kepada kami agar pada hari raya untuk memakai baju yang
terbaik yang kami dapat, dan memakai wangi-wangian yang terbaik yang kami dapat”.
[7] Nabi SAW bersabda: صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
إِذَا كَانَ يَوْمُ عِيْدٍ خَالَفَ الطَّرِيْقَ كَانَ النَّبِي “Nabi SAW. apabila hari raya mengambil
jalan lain, selain jalan yang dilalui sewaktu berangkat”.
[9] Diantara ucapan yang sering diucapkan ketika hari raya tiba: تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ وَجَعَلَنَا مِنَ
الْعَائِدِيْنَ وَالْفَائِزِيْنَ
“Semoga Allah menerima ibadah kami dan Semoga Allah menjadikan kami termasuk orang yang kembali fitri dan
termasuk orang-orang yeng beruntung.
مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ مَظْلِمَةٌ
لِأَخِيْهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْئٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ الْيَوْمَ (رواه البخاري)
“Barangsiapa yang mempunyai dosa kedhaliman
terhadap kehormatan saudara-nya atau apapun darinya, maka hendaknya ia meminta
halal (istihlal) dari itu pada hari itu”
[11]
Para ulama terjadi ikhtilaf dalam tata cara pelaksanaannya, setidaknya
ada tiga pendapat: 1] menurut madzhab Syafi’i dan Hanafi, lebih afdlal
dilakukan secara bersambung dengan hari raya idul fitri dan berturut-turut
selama enam hari, yaitu mulai tanggal 2 – 7 Syawal. 2] menurut Imam Ahmad bin
Hambali, sama saja dilakukan secara berturut-turut atau dipisah-pisah selama
masih di bulan Syawal. 3] menurut sebgaian ulama, boleh dilakukan satu hari di
bulan Syawal sedang sisanya bebas dan tidak terikat dengan waktu asal tidak
sampai pada bulan Ramadlan berikutnya. Baca Sayyid Abu Bakar, I’anah at
Tholibin, Juz. II, hlm. 268-269. Sayyid Sabiq, Fiqh as Sunnah, juz.I., hlm. 280.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar