Tulisan singkat ini muncul karena didasari oleh sebuah
pertanyaan, bagaimanakah hukum membaca alqur’an bagi seorang wanita yang sedang
mengalami menstruasi? Padahal dalam keadaan demikian, ada sebahagian kalangan
wanita yang ingin mengulang atau menambah hafalan alqur’annya.
Hukum membaca alqur’an bagi wanita yang
sedang mengalami menstruasi haram hanya bila di niatkan sebagai al-quran,
adapun bila tanpa niat membaca al-quran maka hukukmnya boleh. Hukum ini berlaku
bagi ayat al-qur’an secara umum, baik ayat yang nadzamnya hanya terdapat dalam
al-qur’an, ataupun ayat yang sudah dijadikan sebagai zikir atau do’a. Adapun
membacanya dalam hati, atau dengan berkomat-kamit tanpa mengeluarkan suara,
dibolehkan. Karena yang demikian itu tidak dikatakan dengan membaca. Berikut
kami sertakan referensi-referensi otentik yang bisa dijadikan sebagai rujukan :
1. Ahmad salamah al-qulyubi, Hasyiah
Qalyubi wa Umairah jld. 1, hal. 121, dar al-fikri.
قَوْلُهُ:(وَالْقِرَاءَةُ) أَيْ بِقَصْدِ
الْقُرْآنِ فَلَا حُرْمَةَ فِي الْإِطْلَاقِ أَوْ قَصْدِ الذِّكْرِ كَمَا فِي
الْجُنُبِ
Artinya: Dan membaca alqur’an dengan
meniatkannya sebagai al-qur’an. Maka tidak haram jika membacanya dengan tidak
meniatkan apapun atau meniatkan bacaan tersebut sebagai zikir, sebagaimana
hukum yang berlaku bagi orang berjunub.
2. Zakaria bin Muhammad bin ahmad bin
zakaria al-anshari, al-ghuraar al-bahiyyah fi syarh al-bahjah al-wardiyyah,
jld.1, hal. 226
(قَوْلُهُ: وَالْقِرَاءَةِ فِي غَيْرِ
الصَّلَاةِ) أَيْ: بِقَصْدِ الْقُرْآنِ فَلَا حُرْمَةَ فِي الْإِطْلَاقِ أَوْ
قَصْدِ الذِّكْرِ وَإِنَّمَا لَمْ يَحْرُمْ عِنْدَ الْإِطْلَاقِ لِوُجُودِ
الصَّارِفِ لَا يُقَالُ يَلْزَمُ عَلَى هَذَا وُجُوبُ قَصْدِهَا الْقِرَاءَةَ فِي
الصَّلَاةِ؛ لِأَنَّا نَقُولُ: إنْ كَانَتْ حَائِضًا فَصَلَاتُهَا غَيْرُ
مُعْتَدٍّ بِهَا فَلَا فَائِدَةَ لِقَصْدِهَا وَإِلَّا فَقِرَاءَتُهَا مُعْتَدٌّ
بِهَا بِلَا قَصْدٍ
Artinya: (perkataan pengarang: dan
membaca al-qur’an di luar shalat) artinya dengan meniatkannya sebagai
al-qur’an. Maka tidak haram jika tidak meniatkan apapun atau meniatkannya sebagai
zikir. Adapun penyebab tidak haram membaca al-qu’an tanpa niat apapun adalah
karena ketika seorang wanita menstruasi, maka diketika itu terdapat
“al-shaarif” (sesuatu yang memalingkan) pada diri si wanita, yaitu haidnya.
Dari perkataan pengarang ini, tidak boleh di ambil kesimpulan bahwa seorang
wanita wajib meniatkan bacaan alqur’an dalam shalat (ketika membaca fatihah).
Karena ketika wanita mengalami menstruasi, maka shalatnya tidak sah, maka tidak
ada faedah sama sekali dengan meniatkan bacaan al-qur’an sebagai al-qur’an.
Jika tidak dalam keadaan menstruasi, (yang berarti tidak terdapat “shaarif”),
maka bacaannya adalah al-qur’an, walau tanpa qasad (niat) apapun.
3. Muhammad syarbaini al-khatib,
al-iqna’ fi hilli alfaadz abi syuja’, jld. I, hal. 99, dar al-fikr
( و ) الثالث ( قراءة ) شيء من ( القرآن )
باللفظ أو بالإشارة من الأخرس كما قاله القاضي في فتاويه فإنها بمنزلة النطق هنا
ولو بعض آية للإخلال بالتعظيم سواء أقصد مع ذلك غيرها أم لا لحديث الترمذي وغيره
لا يقرأ الجنب ولا الحائض شيئا من القرآن
Artinya: Dan yang ketiga membaca ayat
quran (walau satu ayat) dengan lafadh atau isyarah bagi orang bisu, sebagaimana
yang telah dinyatakan oleh al-qadhi husein dalam kitab fatawinya, karena
isyarah orang bisu sama dengan bacaan bagi orang yang bisa berbicara, walau
hanya sebahagian ayat, karena menghilangkan penghormatan terhadap al-qur’an.
Hukum membaca alqur’an (dengan niat alqur’an) saat menstruasi adalah haram,
baik terdapat qasad / niat selain alqur’an atau tidak. Karena terdapat hadis
turmuzi dan lainnya “wanita haid dan orang yang junub tidak boleh membaca satu
ayat pun dari alqur’an.
ولمن به حدث أكبر إجراء القرآن على قلبه ونظر في المصحف وقراءة ما نسخت تلاوته
وتحريك لسانه وهمسه بحيث لا يسمع نفسه لأنها ليست بقراءة قرآن
Artinya: Dan bagi orang yang sedang
dalam keadaan berhadats besar boleh membaca alqur’an dalam hati, melihat
mushaf, membaca alqur’an dengan berkomat kamit tanpa mengeluarkan suara
sekira-kira tidak terdengar oleh dirinya sendiri, karena perbuatan tersebut
tidak dikatakan membaca Al-Qur’an.
وأما فاقد الماء في الحضر فيجوز له إذا تيمم أن يقرأ ولو في غير الصلاة وهذا
في حق الشخص المسلم أما الكافر فلا يمنع من القراءة لأنه لا يعتقد حرمة ذلك كما
قاله الماوردي
Artinya: Adapun bagi mukim (bukan
musafir) yang tidak memiliki air untuk bersuci, maka boleh membaca alqur’an
dengan bersuci menggunakan tanah (tayammum), walupun diluar shalat. Hukum ini
berlaku bagi orang islam. Adapun bagi orang kafir tidak ada larangan apapun
dalam hal membaca alqur’an, karena mereka tidak meyakini haramnya membaca
alqur’an tanpa bersuci, sbagaimana yang telah dinyataan oleh al-mawardi
تنبيه يحل لمن به حدث أكبر أذكار القرآن وغيرها كمواعظه وأخباره وأحكامه لا
بقصد قرآن كقوله عند الركوب { سبحان الذي سخر لنا هذا وما كنا له مقرنين } أي
مطيقين وعند المصيبة { إنا لله وإنا إليه راجعون } وما جرى به لسانه بلا قصد فإن
قصد القرآن وحده أو مع الذكر حرم وإن أطلق فلا كما نبه عليه النووي في دقائقه لعدم
الإخلال بحرمته لأنه لا يكون قرآنا إلا بالقصد قاله النووي وغيره
Artinya: Peringatan: bagi orang yang
sedang berhadats besar, dihalalkan baginya zikir-zikir alqur’an dan sebagainya,
seperti mau’idhah / pembelajaran, kisah-kisahnya, dan hukum-hukumnya, dengan
syarat tidak meniatkannya sebagai alqur’an. Seperti membaca
سبحان الذي سخر لنا هذا
وما كنا له مقرنين
Ketika menaiki kendaraan. Dan membaca
إنا لله وإنا إليه
راجعون
ketika mendapatkan musibah. Dan seperti
membaca alqur’an tanpa qasad.
Maka, jika membaca alqur’an dengan
meniatkannya sebagai alqur’an saja, atau meniatkan sebagai alqur’an beserta
niat zikir, hukumnya haram. Dan jika tidak meniatkan apapun, maka tidak haram,
sebagaimana peringatan yang telah disampaikan oleh imam nawawi dalam kitab
daqaiq nya, karena tidak menghilangkan kehormatan alqur’an. Alasannya adalah
karena dalam keadaan berhadats besar, tidak dikatakan sebagai al-qur’an kecuali
dengan qasad. Ini merupakan pendapat imam nawawi dan lain-lain.
وظاهره أن ذلك جار فيما يوجد نظمه في غير القرآن كالآيتين المتقدمتين والبسملة
والحمدلة وفيما لا يوجد نظمه إلا فيه كسورة الإخلاص وآية الكرسي وهو كذلك وإن قال
الزركشي لا شك في تحريم ما لا يوجد نظمه في غير القرآن وتبعه على ذلك بعض
المتأخرين كما شمل ذلك قول الروضة أما إذا قرأ شيئا منه لا على قصد القرآن فيجوز
Pada zahirnya, hukum tersebut diatas
berlaku secara umum, baik bagi ayat yang sudah dijadikan sebagai zikir ,
seperti dua contoh ayat diatas, basmalah dan hamdalah. Maupun ayat yang
nazamnya hanya terdapat dalam alqur’an, seperti surat al-ikhlas dan ayat
al-kursi, dan memang seperti demikian. Sekalipun imam zarkasyi mengatakan bahwa
tidak ada keraguan dalam pengharaman ayat yang hanya terdapat dalam alqur’an.
Pendapat zarkasyi tersebut di ikuti oleh sebahagan ulama mutaakkhirin,
sebagaimana peryataan yang terdapat dalam kitab al-raudhah. Adapun apabila
membaca alqur’an tanpa qasad al-qur’an, maka dibolehkan..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar