Kaum yang meyakini pembagian tauhid kepada tiga (rububiyah, uluhiyah dan asma was sifat) manakala melihat bahwa kaum musyrik bertaqarub kepada tuhan mereka dengan menyembelih, bernazar, berdoa, meminta pertolongan, bersujud dan ta’dhim kepada mereka, maka mereka menyangka bahwa diri melakukan perbuatan tersebutlah yang di nama kan ibadah. Maka menurut keyakinan mereka perbuatan-perbuatan tersebut bila terjadi untuk Allah maka di namakanlah tauhid dan jika terjadi kepada selain Allah maka di namakan sebagai syirik.
Maka atas dasar pemahaman tersebut, bila ada umat
muslim yang melakukan nazar, meminta pertolongan, dan berdoa kepada selain
Allah akan mereka hukumi sebagai kaum musyrik dan mereka anggap sebagai kaum
yang hanya memiliki tauhid Rububiyah dan tidak memiliki tauhid uluhiyah. Atas
dasar pemahaman inilah mereka menganggap ziarah kubur, bertawassul, istighastah
dan tabaruk sebagai amalan yang mengandung kesyirikan.
Ini adalah pemahaman yang BATHIL yang terjadi karena
tidak membedakan makna beribadat secara lughawi dan syar’i. Oleh karena maka
kami merasa perlu juga menerangkan makna hakikat dari ibadat.
Definisi Ibadat
Pengertian Ibadah dapat dilihat secara etimologi dan terminologi. Pengertian Ibadah secara etimilogi, Ibnu Manzur dalam Lisanul Arab menyatakan :
اصل العبودية
الخضوع والتذلل
asal ubudiyah adalah tunduk dan merendahkan diri.
Sedangkan pengertian ‘ibadah secara syar’i adalah :
الاتيان
باقصى غاية الخضوع قلبا باعتقاد ربوبية المخضوع له
melakukan sesuatu dengan setinggi tunduk dalam hati
dengan di sertai keyakinan adanya sifat rububiyah pada zat tersebut (makhdhu’
lah).
Maka bila tanpa di sertai keyakinan bahwa adanya sifat
keistimewaan rububiyah pada satu zat, tunduk kepada zat tersebut walaupun
dengan cara sujud tidaklah di namakan ‘ibadah pada syara’.
Adapun sebab kekufuran kaum musyrik dengan sebab
sujud, berdoa, bernazar kepada patung-patung tuhan mereka tak lain karena
adanya keyakinan sifat rububiyah atau salah satu sifat khushusiyatnya pada
patung-patung tersebut. Bukanlah sebab kufur mereka hanya dengan semata sujud
atau meminta kepada patung-patung tersebut.
Bahkan sujud kepada zat lain tanpa keyakinan adanya
sifat ketuhanan atau salah satu sifat ke istimewaannya padanya tidaklah di
namakan ibadat sehingga bila di lakukan kepada selain Allah akan berarti ia
melakukuan perbuatan kufur. Buktinya Allah ta’ala dalam al-quran menceritakan
adanya sujud umat terdahulu kepada selain Allah yang merupakan perintahNya.
Sedangkan Allah tidak akan pernah memerintahkan kepada kekufuran. Contohnya
sujud para malaikat kepada Nabi Adam as (surat al-Baqarah ayat 34) dan juga
sujud saudara Nabi Yusud kepada beliau (surat Yusuf ayat 100).
Imam Ibnu Katsir, ketika menafsirkan surat Yusuf ayat
100, menerangkan bahwa sujud sebagai penghormatan kepada tokoh yang di hormati
di bolehkan dalam syariat umat terdahulu semenjak syariat Nabi Adam hingga
syariat Nabi Isa AS, kemudian di haramkan pada syariat Nabi Muhammad dan sujud
hanya di bolehkan kepada Allah semata. Dalam satu hadits riwayat ketika pergi
ke negri Syam, beliau melihat penduduk Syam sujud kepada pendeta mereka, maka
ketika Mu`az pulang menghadap Rasulullah, langsung sujud kepada Rasulullah SAW,
Rasulullah bertanya “apa ini Mu’az? Mu’az menjawab “saya melihat mereka sujud
bagi pendeta mereka, sedangkan engkau lebih berhak untuk di sujud bagimu ya
Rasulullah. Nabi menjawab “kalau seandainya saya memerintahkan untuk sujud bagi
seseorang maka sungguh akan saya perintahan wanita untuk sujud kepada suaminya.
dalam hadits yang lain di sebutkan bahwa ketika Salman bertemu dengan
Rasulullah di jalan kota Madinah, saat itu Salman baru saja memeluk Islam,
Salman langsung sujud bagi Nabi. Nabi menjawab “jangan kamu sujud bagi ku ya
Salman, dan sujudkan bagi zat yang maha hidup yang tidak akan pernah mati”
Dari kisah dalam hadits ini tersirat bahwa,
semata-mata sujud tanpa ada keyakinan adanya sifat rububiyah padanya tidaklah
menjadikan seseorang kufur, karena Rasulullah ketika melihat para shahabat
sujud kepada beliau tidak mengatakan bahwa hal tersebut kufur tetapi hanya
mengajarkan mereka.
Masalah ketauhidan tidak berbeda dalam semua syariat
yang di bawa oleh para Rasul, semenjak dari Nabi Adam hingga Nabi Muhammad.
Maka semua hal yang bisa menjadikan kufur adalah sama dalam semua syariat para
Nabi. Selain itu Allah tidak pernah memerintahkan dan meridhai kufur. Sedangkan
semata-mata sujud kepada selain Allah pernah Allah perintahkan pada umat
terdahulu, seperti sujud para malaikat kepada Nabi Adam, sujud saudara Nabi
Yusuf kepada Nabi Yusuf. Maka dapat di simpulkan bahwa semata-mata sujud
tidaklah menjadikan seseorang syirik dan kufur selama tidak ada keyakinan
adanya sifat ketuhanan pada zat tersebut.
Adapun kaum musyrikin, mereka menjadi kufur dengan
sebab sujud kepada patung-patung sesembahan mereka karena ada keyakinan bahwa
patung-patung tersebut memiliki sifat keistimewaan tuhan seperti mampu memberi
manfaat dan mudharat secara tersendiri.
Dalam syariat kita umat Nabi Muhammad, para ulama
memang menghukumi kufur dengan sebab sujud kepada berhala dan matahari. Hal ini
di karenakan sujud kepada berhala merupakan tanda-tanda keingkarannya terhadap
agama, sama halnya sebaliknya, seseorang akan di hukumi sebagai mukmin bila
telah mengucap dua kalimat syahadat karena mengucap dau kalimat syahadat
menjadi tanda keimanan seseorang.
Kaum musyrikin menjadi kufur dengan sebab sujud kepada
berhala-berhala dan sesembahan mereka karena mereka meyakini bahwa sesembahan
mereka mampu memberi manfa`at dan mudharat secara tersendiri. Mereka
meng`ibaratkan Allah itu sebagai tuhan yang besar (Rabb Akbar) dan ketuhanan
sesembahan mereka berada dibawah ketuhanan Allah. Dengan adanya sifat ketuhanan
pada sesembahan mereka menurut mereka kehendak dari sesembahan tersebut wajib
terpenuhi. Ini adalah syirik, karena syirik ialah meyakini ada beberapa zat
yang memiliki sifat ketuhanan. Keyakinan demikian tidak ada pada umat Islam
yang melakukan ziarah, tawasol dan tabaruk dan lain- lain.
Dalam Al-Quran, Allah menerangkan bahwa kaum musyrik
memiliki keyakinan adanya sifat ketuhanan pada sesembahan mereka.
Firman Allah yang mencela keyakinan kaum musyrik dalam
surat an-Nisa 43 :
أَمْ لَهُمْ
آلِهَةٌ تَمْنَعُهُمْ مِنْ دُونِنَا لَا يَسْتَطِيعُونَ نَصْرَ أَنْفُسِهِمْ وَلَا
هُمْ مِنَّا يُصْحَبُونَ
Atau adakah mereka mempunyai tuhan-tuhan yang dapat
memelihara mereka dari (azab) Kami. Tuhan-tuhan itu tidak sanggup menolong diri
mereka sendiri dan tidak (pula) mereka dilindungi dari (azab) Kami itu?
istifham yang terdapat pada ayat adalah istifham
inkari taubikhi yang bermakusd untuk mencela mereka atas apa yang mereka yakini
.
Allah SAW menghikayahkan perkataan kaum Nabi Hud
kepada Nabi Hud AS :
إِنْ نَقُولُ
إِلَّا اعْتَرَاكَ بَعْضُ آلِهَتِنَا بِسُوءٍ
Kami tidak mengatakan melainkan bahwa sebagian
sembahan kami telah menimpakan penyakit gila atas dirimu (Q.S. Hud 54)
Dalam surat asy-Syu’ara 97-98 Allah menceritakan
percakapan kaum kafir kepada tuhan mereka yang mereka yakini ada sifat
ketuhanan pada mereka :
تَاللَّهِ
إِنْ كُنَّا لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ (97) إِذْ نُسَوِّيكُمْ بِرَبِّ الْعَالَمِينَ
“Demi Allah: sungguh kita dahulu (di dunia) dalam
kesesatan yang nyata, karena kita mempersamakan kamu dengan Tuhan semesta
alam.”. (Q.S. Asy-Syu’ara 97-98)
Maka dapat di pahami bahwa ibadah bukan semata-mata
berbuat atau berkata yang dengannya patut untuk beribadah, akan tetapi ibadah
ialah melakukan setiap perbuatan dan perkataan dengan niat menyembah untuk
orang yang kita i`tiqatkan ada padanya ada sifat-sifat ketuhanan ataupun
khususiyatnya.
Adapun jika perbuatan atau perkataan tersebut tanpa di
sertai dari niat menyembah (ibadah) atau keyakinan ada padanya ada suatu
khususiat ketuhanan, maka bukanlah ibadah. Sujud para malaikat bagi Nabi Adam
`alaihi sallam manakala sunyi dari niat ibadah bagi Nabi Adam maka bukanlah
syirik, tetapi taat bagi Allah, karena disertai dengan niat menjunjung tinggi
perintah Allah ta`ala .
Demikian juga sujud saudara Nabi Yusuf bagi beliau
manakala sunyi dari niat ibadah tetapi hanya dengan niat menghormatinya maka ia
bukanlah syirik, dan bukanlah menyembah bagi yusuf, walaupun sujud untuk
menghormati itu haram menurut syariat kita umat Nabi Muhammad SAW.
Demikian lagi menta`dhimkan baitullah dengan cara
bertawaf disekelilingnya dan mencium hajar aswad, maka karena sunyi dari niat
menyembah bagi baitullah atau hajar Aswad bukanlah syirik, akan tetapi ia
adalah taat bagi allah, karena menyertai dengan menjunjung tinggi perintahnya
maha suci dan maha besarnya Allah.
Kesimpulannya, kaum muslimin Ahlus sunnah wal Jamaah ketika berziarah kubur, bertwasul,
istighastah dan bertabaruk kepada para anbiya, syuhada tidaklah menjadikan
mereka syirik karena kaum muslimin melakukan hal demikian tidak di sertai
dengan keyakinan bahwa para anbiya dan ulama tersebut memiliki sifat-sifat
ketuhanan sebagaimana yang di yakini oleh kaum musyrik kepada tuhan sembahan
mereka. Maka tuduhan bahwa kaum muslimin yang melakukan ziarah dan tawasul
kepada orang yang telah meninggal merupakan orang-orang yang hanya memiliki
tauhid Rububiyah dan tidak memiliki tauhid uluhiyah merupakan tuduhan yang
sesat dan bathil…wallahu a’lam bisshawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar