Salah satu perkara aqidah yang gencar di dakwahkan
oleh sebagian kalangan saat ini adalah pembagian tauhid kepada tiga; Rububiyah,
Uluhiyah dan Asma` wa shifat. Pembagian tauhid tiga ini dilakukan oleh
seorang insan yang lebih dikenal dengan nama Ibnu Taimiyyah sekitar abad ke-7
Hijriah sehingga perlu diketahui bahwasanya pembagian ini tidak pernah
dilakukan oleh Rasulullah SAW, para salafush shalih bahkan para ‘Ulama khalaf
yang menjadi rujukan dan panutan ummat Islam sekalipun.
Memulai tulisan ini, alangkah baiknya bila kita
sedikit menelisik tentang maksud dari tauhid tiga ini yang meliputi tauhid
uluhiyyah, tauhid rububiyyah dan tauhid asma` wa al-shifat.
1. Tauhid ar-Rububiyyah
Yaitu tauhid yang dimiliki oleh orang Muslim dan orang
musyrik. Dalam tauhid ini mengandung tauhid al-Khaliqiyyah (mengi’tiqad Allah
SWT sebagai Pencipta), menyatakan Allah SWT penguasa langit dan bumi, dan hanya
Allah SWT-lah yang mengurus keduanya.
Sekelompok insan ini mendasarkan tauhid ar-Rububiyah
ini kepada firman Allah SWT dalam surat al-Mu`minun ayat 84-85 :
قُلْ لِمَنِ
الْأَرْضُ وَمَنْ فِيهَا إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (84) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ
قُلْ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ
“Katakanlah : “Kepunyaan siapakah bumi ini dan semua
yang ada padanya jika kamu mengetahui?” Mereka akan menjawab: “Kepunyaan
Allah.” Katakanlah: “Maka apakah kamu tidak ingat?” (QS. al-Mukminun : 84-85)
dan juga firman Allah SWT dalam surat al-Ankabut ayat
61 :
وَلَئِنْ
سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ
وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ
“Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka:
“Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?”
Tentu mereka akan menjawab: “Allah”, maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan
(dari jalan yang benar)”. (QS. al-Ankabut : 61)
Berdasarkan ayat-ayat tersebut, sekelompok insan ini
berkomentar bahwa kaum kafir juga mengakui Allah SWT walaupun tauhidnya tidak
sah karena mereka juga ikut menyembah berhala disamping pengakuan mereka kepada
adanya Allah SWT.
2. Tauhid al-Uluhiyyah
Yaitu tauhid dalam penyembahan bahwa hanya Allah SWT
semata yang disembah dan tiada menyekutukan-Nya dengan apapun.
3. Tauhid al-Asma` wa as-Shifat
Yaitu menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah SWT
sebagaimana telah di tetapkan oleh al-Qur`an dan Rasul-Nya berdasarkan maknanya
yang zhahir (walaupun membawaki kepada tajsim).
Ibnu Taimiyah di dalam kitabnya, Minhaj al-Sunnah
mengomentari tentang tauhidnya mayoritas kaum Muslimin dan ‘Ulama Mutakallimin
dari golongan al-Asya`irah dan lainnya :
وأخرجوا من
التوحيد ما هو منه كتوحيد الإلهية وإثبات حقائق أسماء الله وصفاته ولم يعرفوا من
التوحيد إلا توحيد الربوبية وهو الإقرار بأن الله خالق كل شيء وربه وهذا التوحيد
كان يقر به المشركون الذين قال الله عنهم ولئن سألتهم من خلق السموات والأرض
ليقولن الله (سورة لقمان).وقال تعالى قل من رب السموات السبع ورب العرش العظيم
سيقولون الله الآيات ((سورة المؤمنون) وقال عنهم ومايؤمن أكثرهم بالله إلا وهم
مشركون (سورة يوسف). قال طائفة من السلف يقول لهم من خلق السماوات والأرض فيقولون
الله وهم مع هذا يعبدون غيره وإنما التوحيد الذي أمر الله به العباد هو توحيد
الألوهية المتضمن لتوحيد الربوبية بأن يعبد الله وحده لا يشركون به شيئا
“Mereka telah mengeluarkan bagian dari tauhid seperti
tauhid Ilahiyah dan menyatakan adanya hakikat nama-nama Allah dan sifat-Nya.
Mereka tiada mengetahui tauhid kecuali hanya tauhid Rububiyyah saja yaitu
pengakuan bahwa Allah SWT adalah Pencipta segala sesuatu. Tauhid ini juga
diakui oleh kaum kafir dimana Allah SWT berfirman tentang mereka : Dan
sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka : “Siapakah yang menjadikan
langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?” Tentu mereka akan
menjawab: “Allah” (QS. al-Ankabut : 61). Allah SWT juga berfirman “Katakanlah:
“Siapakah Yang Mempunyai langit yang tujuh dan Yang Mempunyai ‘Arsy yang besar?
Mereka akan menjawab : “Kepunyaan Allah SWT“. (QS. al-Mukminun : 86-87) dan
juga firman Allah SWT : “Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada
Allah SWT melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah SWT (QS. Yusuf : 106).
Sekelompok ‘Ulama salaf berkata : “Allah SWT bertanya kepada mereka : “Siapa
yang menciptakan langit dan bumi”. Mereka menjawab : “Allah SWT”, namun dalam
keadaan demikian mereka juga masih menyembah selain Allah SWT dan tauhid yang
Allah SWT perintahkan kepada hamba-Nya hanyalah tauhid Uluhiyyah yang juga
mengandung tauhid Rububiyah dengan cara hanya menyembah Allah SWT dan tidak
menyekutukan-Nya dengan apapun”
Ibnu Taimiyah juga berkata dalam kitab Risalah Ahl
al-Shuffah :
توحيد
الربوبية وحده لا ينفى الكفر ولا يكفى
“Tauhid Rububiyyah semata tidaklah menghilangkan
kekufuran dan tidaklah memadai”
Muhammad bin ‘Abd al-Wahhab (pencetus gerakan
al-Wahhabiyyah) dalam kitabnya, Kasyf al-Syubhat, menyatakan :
وتحققت أن
رسول الله – صلى الله عليه وسلم – إنما قاتلهم ليكون الدعاء كله لله والنذر كله
لله والذبح كله لله والاستغاثة كلها لله وجميع أنواع العبادة كلها لله وعرفت أن
إقرارهم بتوحيد الربوبية لم يدخلهم في الإسلام وأن قصدهم الملائكة والأولياء
يريدون شفاعتهم والتقرب إلى الله بذلك هو الذي أحل دماءهم وأموالهم عرفت حينئذٍ
التوحيد الذي دعت إليه الرسل وأبى عن الإقرار به المشركون
“Setelah kamu pastikan bahwa Rasulullah SAW memerangi
kaum musyrik supaya berdoa hanya kepada Allah SWT, bernazar hanya kepada Allah
SWT, menyembelih hanya kepada Allah SWT, meminta tolong hanya kepada Allah SWT
dan sekalian ibadah hanya kepada Allah SWT dan telah kamu ketahui bahwa
pengakuan mereka dengan tauhid Rububiyyah tidaklah memasukkan mereka dalam
agama Islam dan tujuan mereka kepada para Malaikat dan para Auliya` adalah
untuk meminta syafa’at mereka dan pendekatan diri kepada Allah SWT dengan cara
demikian merupakan hal yang menghalalkan darah dan harta mereka. Dapatlah kamu
ketahui ketika itu tauhid yang diajak oleh para Rasul dan enggan diakui oleh
kaum musyrik”.
Dari pernyataan-pernyataan tersebut, jelaslah kedua
insan ini hendak mengatakan bahwa tauhid yang diajak oleh para Rasul adalah
tauhid Uluhiyyah sedangkan tauhid Rububiyyah telah ada pada kaum kafir. Begitu
juga dengan para ‘Ulama al-Asyar’irah yang hanya bertauhid dengan tauhid
Rububiyyah saja, tidak bertauhid Uluhiyyah.
Kesalahan Pembagian Tauhid Rububiyah dan Uluhiyah
Salah satu hal yang menjadikan pembagian tauhid
Rububiyyah dan Uluhiyyah ini adalah pembagian yang tidak masuk akal adalah
pemisahan makna ilah dan rabb. Padahal pada dasarnya, kedua lafadz tersebut
adalah lafadz yang maknanya saling melazimi karena ilah yang haq adalah rabb
yang haq. Begitu juga sebaliknya, ilah yang bathil juga merupakan rabb yang
bathil.
Hal ini terbukti dari beberapa ayat al-Qur`an dan
hadits Rasul SAW yang sama sekali tidak membedakan pemakaian lafazh ilah dan
rabb. Allah SWT berfirman yang menceritakan perjanjian manusia tentang
ke-Tuhanan Allah SWT di alam ruh :
أَلَسْتُ
بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا
كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ
“Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab: “Betul
(Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar
di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah
orang-orang yang lengah terhadap ini (ke-Esaan Tuhan)”. (QS. al-A’raf : 172)
Ayat ini menunjukkan bahwasanya pemakaian kata rabb
untuk pengakuan ke-Tuhanan Allah SWT sama saja halnya dengan pemakaian kata
ilah. Seandainya tidak sama, tentu saja lafazh perjanjiannya tidak akan memakai
kata rabb dan akan dituntut untuk mengakui ke-Tuhanan Allah SWT dengan
pemakaian kata ilah.
Dalil lainnya yang menunjuki bahwa makna lafadz rabb
dan ilah saling melazimi (tidak bisa terpisah) adalah pertanyaan Malaikat
Munkar ‘AS dan Nakir ‘AS di dalam kubur dengan lafadz “من ربك” bukan dengan lafadz “من الهك” . Kalau memang
makna dari lafadz Rabb dan Ilah berbeda, tentunya kedua Malaikat
‘alaihimassalam ini akan menanyakan “من الهك” atau akan menanyakan keduanya.
Oleh karena itu antara Uluhiyyah dan Rububiyyah tidak
bisa dipisahkan maknanya sehingga pembagian tauhid ini tidak sah karena siapa
saja yang telah mengakui Rububiyyah bagi satu zat, berarti ia juga telah
mengakui Uluhiyyahnya zat tersebut.
Benarkan Kaum Kafir Ber-tauhid Rububiyyah?
Sekelompok insan pembagi tauhid tiga ini menyatakan
bahwa kaum musyrik memiliki tauhid Rububiyyah. Ini merupakan hal yang sangat
aneh karena kaum yang menyekutukan Allah SWT didakwa sebagai kaum yang ber-tauhid
padahal dalil-dalil telah menunjukkan bahwa kaum kafir sama sekali tidak
memiliki tauhid Rububiyyah.
Salah satu dalil yang sangat jelas untuk menunjuki
bahwa para kafir itu tetap mensyirikkan tauhid Rububiyyah adalah pertanyaan
Malaikat Munkar ‘as dan Nakir ‘as dalam kuburan dengan lafadz من ربك , “Siapa Rabb-mu?”, jawaban kaum
kafir adalah لا
ادرى
, “Saya tidak tahu”, sedangkan kaum mukmin akan menjawab “Allah SWT”, sehingga
dapatlah dipahami bahwa kekufuran kaum musyrik dalam Rububiyyah sama dengan
kekufurannya terhadap Uluhiyyah.
Para Rasul sebagaimana mereka menentang kaum musyrikin
yang beribadah kepada selain Allah SWT, mereka juga menentang keyakinan kaum
musyrikin yang menetapkan sifat Rububiyyah kepada selain Allah SWT, seperti
keyakinan kaum kafir akan terpenuhinya syafa’at (permintaan pertolongan) mereka
di sisi Allah SWT dengan cara menyekutukan Allah SWT dengan tuhan-tuhan mereka
ataupun seperti terpenuhinya kehendak tuhan-tuhan mereka dalam memberi manfaat
dan kemudharatan bagi mereka. Ini menunjukkan bahwa sifat Rububiyyah yang
ditetapkan oleh kaum kafir kepada Allah SWT adalah penetapan yang tidak sah
sehingga kaum kafir tidak layak digolongkan dalam kelompok manusia yang
bertauhid Rububiyyah.
Beberapa ayat al-Qur`an yang menunjuki bahwa para
Rasul juga menentang penetapan sifat Rububiyyah Allah SWT oleh kaum musyrikin
antara lain :
1. Dalam surat al-Anbiya, Allah SWT menghikayahkan
perkataan Nabi Ibrahim ‘AS :
قَالَ بَلْ
رَبُّكُمْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الَّذِي فَطَرَهُنّ
“Nabi Ibrahim ‘AS berkata : “Sebenarnya Tuhan kamu
ialah Tuhan langit dan bumi yang telah menciptakannya” (QS. al-Anbiya: 56)
2. Dalam surat al-An’am ayat 80, Allah SWT juga
menghikayahkan perkataan Nabi Ibrahim ‘AS kepada kaumnya :
أَتُحَاجُّونِّي
فِي اللَّهِ وَقَدْ هَدَانِ وَلَا أَخَافُ مَا تُشْرِكُونَ بِهِ إِلَّا أَنْ
يَشَاءَ رَبِّي شَيْئًا
“Apakah kamu hendak membantah tentang Allah SWT
padahal sesungguhnya Allah SWT telah memberi petunjuk kepadaku. Dan aku tidak
takut kepada (malapetaka dari) sembahan-sembahan yang kamu persekutukan dengan
Allah SWT kecuali di kala Tuhanku (Rabbi) menghendaki sesuatu (dari malapetaka)
itu… ” (QS. al-An’am : 80)
Kedua kandungan ayat ini ini adalah bukti nyata seruan
Nabi Ibrahim ‘AS kepada kaum musyrik untuk tidak menjadikan tuhan mereka
sebagai sekutu bagi Allah SWT dengan keyakinan mereka bahwa tuhan mereka bisa
memberi mudharat dan manfaat.
3. Dalam surat Yusuf ayat 39, Allah SWT menceritakan
dakwah Nabi Yusuf ‘AS ketika berada dalam penjara:
أَأَرْبَابٌ
مُتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ اللَّهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ
“Manakah yang baik, tuhan-tuhan (Arbab, kata plural
dari Rabb) yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha
Perkasa?” (QS. Yusuf : 39)
4. Dalam surat an-Nazi’at ayat 24, Allah SWT menghikayahkan
perkataan Fir’aun :
أَنَا
رَبُّكُمُ الْأَعْلَى
“Akulah tuhanmu yang paling tinggi” (Q.S. an-Nazi’at :
24)
Apakah masih dapat di katakan bahwa “kedua sahabat
Nabi yusuf yang menyembah patung dan fir’aun itu mengakui dengan uluhiyyah
Allah SWT ? sehingga bisa kita dakwakan bahwa kaum tauhid Raububiyah juga ada
pada kaum kafir!
5. Dalam surat asy-Syu’ara` ayat, Allah SWT
menghikayahkan percakapan Nabi Musa dengan Fir’aun. Fir’aun berkata :
وَمَا رَبُّ
الْعَالَمِينَ
“dan apa itu tuhan kamu?” (Q.S. As-Syu’ara 23)
Maka Nabi Musa AS menjawab :
رَبُّ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا
“Tuhan langit dan bumi dan sesuatu antara keduanya”(
Q.S. Asy-Syu’ara 24 )
Nabi Musa juga menjawab:
رَبُّكُمْ
وَرَبُّ آبَائِكُمُ الْأَوَّلِينَ
“tuhan kamu dan tuhan segala bapak kamu yang
terdahulu” (Q.S. Asy-Syu’ara 26)
6. Nabi Harun AS menyeru kepada kaumnya yang menyembah
patung anak lembu :
وَإِنَّ
رَبَّكُمُ الرَّحْمَنُ
“Dan sesungguhnya tuhan kamu itu Maha pengasih (bukan
anak sapi ini) (Q.S. Thaha 90)
7. Allah ta’ala berfirman kepada Nabi Muhammad SAW :
قُلْ
أَغَيْرَ اللَّهِ أَبْغِي رَبًّا وَهُوَ رَبُّ كُلِّ شَيْءٍ
“Katakanlah: “Apakah aku akan mencari Tuhan selain
Allah, padahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu…”(Q.S. al-An’am 64)
8. surat Ali Imran 80 :
وَلَا
يَأْمُرَكُمْ أَنْ تَتَّخِذُوا الْمَلَائِكَةَ وَالنَّبِيِّينَ أَرْبَابًا
dan Dia tidak menyuruhmu menjadikan malaikat dan para
nabi sebagai tuhan-tuhan.(Q.S. Ali Imran 80).
Seluruh ayat diatas juga menunjukan bahwa para Rasul
juga menyeru kepada kaumnya untuk tidak menyekutukan Allah pada rububiyyah dan
untuk tidak menetapkan sesuatu dari kekhususan rububiyyah kepada selain Allah.
Hal ini menunjukan bahwa kaum musyrikin juga menyekutukan Allah dengan
sesembahan mereka pada sifat-sifat keistimewaan Allah. Mereka memiliki beberapa
Rabb (tuhan), maka bagaimana bisa di katakan bahwa kaum musyrik memiliki tauhid
rububiyah, meyakini bahwa hanya ada satu rabbi.
Dan adapun ayat-ayat yang mereka jadikan sebagai
hujjah untuk melegitimasikan pernyataan mereka bahwa orang musyrik mengakui
tauhid rububiyyah maka ayat-ayat tersebut sama sekali tidak bisa menjadi hujjah
untuk dakwaan mereka karena :
1.
Karena ayat-ayat tersebut khusus diturunkan kepada musyrikin arab pada masa
Rasulullah SAW. Sedangkan dakwaan mereka umum untuk semua kaum musyrik.
2.
Berdasarkan kenyataan dilapangan dan dalam sejarah bahwa beberapa kelompok
manusia mengingkari adanya Allah SWT seperti kelompok Atheis, golongan yang
lain mengingkari ke-esaan Allah SWT seperti kaum tsanawiyyah yang mengatakan tuhan
ada 2, tuhan kebaikan dan tuhan keburukan, dan ada juga kaum shabiah (para
penyembah bintang) mereka menetapkan tadbir (pengaturan alam) kepada
bintang-bintang sehingga bintang tersebut berhak untuk di sembah serta
mengadukan berbagai keperluan padanya, mereka meyakini bahwa bintang mengatur
segala kejadian dibumi seperti kebahagiaan seseorang, sengsara, sehat, sakit,
dan lain- lain.
Maka apakah bisa kita membenarkan bahwa mereka semua
termasuk orang –orang yang bertauhid rububiyyah?
Begitu juga di dalam Al-quran telah tertera bahwa
Namrud dan Fir’aun mendakwakan adanya sifat rububiyyah pada diri mereka, Namrud
mengatakan:
أَنَا
أُحْيِي وَأُمِيتُ
“saya yang menghidupkan dan yang mematikan” (Q.S.
al-Baqarah 258)
وَمَا رَبُّ
الْعَالَمِينَ
“dan apa tuhan sekalian alam” (Q.S. Syu’ara` 23)
sedangkan Fir’au mengatakan :
يَا أَيُّهَا
الْمَلَأُ مَا عَلِمْتُ لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرِي
“Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan
(rabb) bagimu selain aku” (Q.S. al-Qashash 38)
dan ia juga berkata :
أَنَا رَبُّكُمُ
الْأَعْلَى
aku tuhan (rabb) kamu yang lebih tinggi (Q.S.
an-naza’at 24)
Mereka semua sama sekali tidak mengenal rububiyyah
apalagi mengakui dengan tauhid rububiyyah kepada Allah, bahkan sebaliknya
mereka mendakwakan diri mereka sebagai Rabb yang memberi manfaat dan mudharat.
Allah SWT berkata tentang keadaan kaum musyrikin Arab:
وَهُمْ
يَكْفُرُونَ بِالرَّحْمَنِ قُلْ هُوَ رَبِّي
mereka kufur dengan Allah, katakanlah Allah itu Rabbi
(Q.S.Ar-Ra’du 30)
Maka dimana tauhid rububiyyah mereka?
Dari ayat-ayat yang telah kami uraikan diatas
menunjukkan bahwa orang-orang musyrik menjadikan sembahan mereka sebagai sekutu
bagi Allah, mereka menetapkan bahwa tuhan-tuhan mereka bisa memberi pertolongan
(syafa’at) mereka menetapkan bahwa tuhan-tuhan mereka bisa berkehendak apapun
terhadap manusia yang hidup dibumi ini, maka iktiqad mereka yang seperti ini
adalah syirik pada Rububiyyah.
Selain itu, ketika jiwa manusia hanya akan tunduk
dengan menyembah kepada zat yang telah ia akui sebagai pencipta dan pengatur
alam, maka penyembahan kaum musyrik kepada selain Allah menunjuki bahwa
keyakinan ke esaan pencipta dan pengatur alam dalam hati mereka bukan hanya
kepada Allah semata, dengan kata lain tauhid Rububiyah sama sekali tidak ada
dalam jiwa mereka. Karena manusia yang mengakui adanya sebagian sifat Rububiyah
pada satu zat kemudian menyekutukannya maka manusia tersebut tidaklah dapat di
katakan memiliki tauhid Rububiyah.
Kesimpulannya, dakwaan Ibnu Taimiyah dan pengikutnya bahwa sekalian kaum musyrik dari
sekalian umat juga mengakui tauhid Rububiyah kepada Allah dan sesungguhnya
mereka itu kafir hanya karena tidak memiliki tauhid uluhiyyah (menyembah selain
Allah) dan bahwa para Rasul-rasul tidak mengajak umatnya kepada tauhid
Raububiyah karena tauhid tersebut telah ada pada diri mereka tetapi yang di
ajak oleh Rasul hanyalah untuk mengakui tauhid uluhiyah, merupakan dakwaan yang
sesat serta menyalahi al-quran sendiri sebagaimana telah kita uraikan ayat-ayat
al-quran yang menunjukkan bahwa kaum musyrik menyekutukan Allah dengan
sesembahan mereka sebagian sifat-sifat kekhususan Allah SWT.
Pada hakikatnya pembagian tauhid kepada rububiyah dan
uluhiyah adalah bertujuan untuk menggolongkan kaum muslimin yang melakukan
ziarah, bertawasol ke kuburan para anbiya dan syuhada sebagai orang-orang
musyrik yang hanya memiliki tauhid rububiyah dan tidak memilikii tauhid
uluhiyah seperti layaknya kaum musyrik yang menurut mereka juga mengimani Allah
tetapi menyembah selain Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar