Sabtu, 04 Oktober 2014

Konsep Imamah Sunni Vs Syi'ah 4


 
A.    Kesimpulan
       Dari semua bahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
1.         Penafsiran makna "imam" menurut Wahbah Zuhaili dalam tafsir al-Munir adalah pengganti sedangkan menurut Thabathaba’i dalam tafsir  al-Mizân fi Tafsir al-Quran adalah orang yang bisa menolong untuk mendekatkan diri kepada Allah (al-Wilayah al-Nashirah).
       Adapun yang berhak dalam masalah wilayah menurut Wahbah Zuhaili adalah Allah dan Rasul-Nya, dan orang-orang mukmin (auliyâullah) yang mendirikan salat (secara sempurna syarat dan rukunnya pada waktunya), menunaikan zakat (memberi dengan ikhlas kepada yang berhak) dan tunduk terhadap semua perintah Allah tanpa ada rasa bosan, gelisah dan riya’. Dan orang ahlu al-Kitab (Yahudi dan Nasrani) dan orang-orang kafir tidak boleh menjadi pemimpin.              Sedangkan menurut Thabathaba’i adalah Allah dan Rsul-Nya, orang mukmin yang mendirikan salat dan menunaikan zakat serta tunduk. Atau orang yang menolong atau mengajak orang lain kepada jalan Agama Allah. Dan juga selain ahlu al-kitab orang-orang kafir, orang munafik dan orang yang di dalam hatinya terdapat suatu penyakit maka tidak boleh mnjadi pemimpin.
2.         Adapun perbedaan pendapat antara Thabâthâba’î dengan Wahbah Zuhaili adalah berangkat dari permasalahan asbab an-Nuzul. Bagi Thabâthabâ’î, asbab an-Nuzul dari ayat ini adalah berkenaan dengan penunjukan Sayyidina Ali bin Abi Thalib sebagai pengganti Nabi Muhammad saw. Sedangkan menurut Thabathaba’i ayat ini berkenaan dengan orang-orang mukmin.
       Hal ini karena menurut Thabathaba’i bahwa lafadz tersebut terdiri dari jamak dan lazimnya jika jamak berarti yang dimaksud adalah mufrad sehingga khitabnya adalah Sayyidina Ali. Dan penggunaan jamak ini untuk mengangungkan kemuliaan Ali dan menghormati kedudukannya. Selain itu, dalam lafadz tersebut menggunakan kata pembatas Innama yang berarti “hanya”.        Sedangkan menurut Wahbah Zuhaili ayat ini menunjukkan umum yang meliputi semua orang mukmin. Hal ini karena kata al-Ladzîna adalah menunjukkan jamak. Dan sesuai dengan kaidah hukum yang terdapat ketentuan بخصص السبب اللفط لا العبرة بعموم, bahwa yang menjadi ketentuan adalah pengertian ayat yang bersifat umum bukan sebab turunnya ayat, atau juga dikenal dengan âm yang tetap dengan keumumannya (al-‘âm al-bâqî ‘alâ ‘umûmih). Apabila di temukan ayat-ayat al-Quran yang konteks pembicaraannya bersifat khusus terhadap kasus tertentu dan berkaitan dengan suatu hukum, maka ketentuan itu tidak terbatas  pada kasus itu saja, tetapi berlaku secara umum. Hal ini di tujukan kepada setiap kasus yang mempunyai persamaan dengan kasus khusus tersebut. Karena pada  hakikatnya asbabun nuzul hanyalah salah satu alat bantu berupa contoh untuk menjelaskan makna redaksi-redaksi ayat al-Quran, sedangkan cakupannya tidak terbatas pada ruang lingkup sebab turunnya suatu ayat. Dengan kata lain makna ayat tersebut tidak dikhususkan hanya kepada pengertian yang terkait dengan peristiwa turunnya ayat.
        Pada QS. Al-Maidah: 67, Nabi saw. diperintah untuk segera menyampaikan kepada manusia apa yang telah diterima Nabi dari Allah. Di sini tidak ada penunjukan secara jelas tentang kepemimpinan Sayyidina Ali ra.
        Walaupun demikian, riwayat yang digunakan oleh kedua mufassir dalam asbab an-Nuzul adalah tidak bersambung kepada Nabi kecuali QS.al-Maidah:67 dalam tafsir al-Munîr.

B.     Saran-Saran
       Penulisan skripsi ini telah  selesai dibuat. Namun, tak ada gading yang tak retak. Begitu juga dengan penulisan skripsi ini, masih banyak kesalahan yang terdapat dalam skripsi ini. Karena ketidak sempurnaan ini, maka penulis membutuhkan saran-saran demi terciptanya skripsi yang sempurna.
        Bagi para peneliti selanjutnya, hendaknya dapat melakukan penelitian lebih mendalam lagi terhadap tema ini, terutama berkaitan dengan metode penafsiran, orientasi, dan kecenderungan serta mengkaji latar belakang pola pemikiran masing-masing secara mendalam. Selain melakukan penelitian perbandingan juga menguji kebenaran hasil penafsiran para mufassir, sehingga akan bermanfaat bagi tambahnya khazanah keilmuan di bidang tafsir dan hadis.
       Untuk seluruh kalangan yang terjun dan menggeluti kajian tafsir al-Quran dan hadis, hendaknya lebih giat lagi dalam mengadakan kajian-kajian dengan menggali karya-karya ulama salaf agar dapat memperoleh pemahaman yang baik dalam menggali sumber-sumber ajaran Islam serta bermanfaat bagi masyarakat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar