A. Kesimpulan
Dari semua bahasan di atas maka dapat
disimpulkan bahwa
1.
Penafsiran makna "imam"
menurut Wahbah Zuhaili dalam tafsir al-Munir adalah pengganti
sedangkan menurut Thabathaba’i dalam tafsir al-Mizân fi Tafsir al-Quran adalah
orang yang bisa menolong untuk mendekatkan diri kepada Allah (al-Wilayah
al-Nashirah).
Adapun yang berhak dalam masalah wilayah menurut Wahbah Zuhaili adalah
Allah dan Rasul-Nya, dan orang-orang mukmin (auliyâullah) yang mendirikan
salat (secara sempurna syarat dan rukunnya pada waktunya), menunaikan zakat
(memberi dengan ikhlas kepada yang berhak) dan tunduk terhadap semua perintah
Allah tanpa ada rasa bosan, gelisah dan riya’. Dan orang ahlu al-Kitab
(Yahudi dan Nasrani) dan orang-orang kafir tidak boleh menjadi pemimpin. Sedangkan menurut Thabathaba’i
adalah Allah dan Rsul-Nya, orang mukmin yang mendirikan salat dan menunaikan
zakat serta tunduk. Atau orang yang menolong atau mengajak orang lain kepada
jalan Agama Allah. Dan juga selain ahlu al-kitab orang-orang kafir,
orang munafik dan orang yang di dalam hatinya terdapat suatu penyakit maka
tidak boleh mnjadi pemimpin.
2.
Adapun perbedaan pendapat antara
Thabâthâba’î dengan Wahbah Zuhaili adalah berangkat dari permasalahan asbab
an-Nuzul. Bagi Thabâthabâ’î, asbab an-Nuzul dari ayat ini adalah berkenaan
dengan penunjukan Sayyidina Ali bin Abi Thalib sebagai pengganti Nabi Muhammad
saw. Sedangkan menurut Thabathaba’i ayat ini berkenaan dengan orang-orang
mukmin.
Hal ini karena menurut Thabathaba’i
bahwa lafadz tersebut terdiri dari jamak dan lazimnya jika jamak berarti yang
dimaksud adalah mufrad sehingga khitabnya adalah Sayyidina Ali. Dan penggunaan
jamak ini untuk mengangungkan kemuliaan Ali dan menghormati kedudukannya. Selain
itu, dalam lafadz tersebut menggunakan kata pembatas Innama yang berarti
“hanya”. Sedangkan menurut Wahbah Zuhaili ayat ini menunjukkan
umum yang meliputi semua orang mukmin. Hal ini karena kata al-Ladzîna adalah
menunjukkan jamak. Dan sesuai dengan kaidah hukum yang terdapat
ketentuan بخصص السبب اللفط لا العبرة بعموم, bahwa yang menjadi
ketentuan adalah pengertian ayat yang bersifat umum bukan sebab turunnya ayat,
atau juga dikenal dengan âm yang tetap dengan keumumannya (al-‘âm al-bâqî ‘alâ ‘umûmih). Apabila di
temukan ayat-ayat al-Quran yang konteks pembicaraannya bersifat khusus terhadap
kasus tertentu dan berkaitan dengan suatu hukum, maka ketentuan itu tidak
terbatas pada kasus itu saja, tetapi
berlaku secara umum. Hal ini di tujukan kepada setiap kasus yang mempunyai
persamaan dengan kasus khusus tersebut. Karena pada hakikatnya asbabun nuzul hanyalah salah
satu alat bantu berupa contoh untuk menjelaskan makna redaksi-redaksi ayat al-Quran,
sedangkan cakupannya tidak terbatas pada ruang lingkup sebab turunnya suatu
ayat. Dengan kata lain makna ayat tersebut tidak dikhususkan hanya kepada
pengertian yang terkait dengan peristiwa turunnya ayat.
Pada QS. Al-Maidah: 67, Nabi saw. diperintah untuk segera menyampaikan
kepada manusia apa yang telah diterima Nabi dari Allah. Di sini tidak ada
penunjukan secara jelas tentang kepemimpinan Sayyidina Ali ra.
Walaupun demikian, riwayat yang digunakan oleh kedua mufassir dalam
asbab an-Nuzul adalah tidak bersambung kepada Nabi kecuali QS.al-Maidah:67
dalam tafsir al-Munîr.
B. Saran-Saran
Penulisan skripsi ini
telah selesai dibuat. Namun, tak ada
gading yang tak retak. Begitu juga dengan penulisan skripsi ini, masih banyak
kesalahan yang terdapat dalam skripsi ini. Karena ketidak sempurnaan ini, maka
penulis membutuhkan saran-saran demi terciptanya skripsi yang sempurna.
Bagi para peneliti selanjutnya, hendaknya
dapat melakukan penelitian lebih mendalam lagi terhadap tema ini, terutama
berkaitan dengan metode penafsiran, orientasi, dan kecenderungan serta mengkaji
latar belakang pola pemikiran masing-masing secara mendalam. Selain melakukan
penelitian perbandingan juga menguji kebenaran hasil penafsiran para mufassir, sehingga akan bermanfaat bagi tambahnya
khazanah keilmuan di bidang tafsir dan hadis.
Untuk
seluruh kalangan yang terjun dan menggeluti kajian tafsir al-Quran dan hadis,
hendaknya lebih giat lagi dalam mengadakan kajian-kajian dengan menggali
karya-karya ulama salaf agar dapat memperoleh pemahaman yang baik dalam menggali
sumber-sumber ajaran Islam serta bermanfaat bagi masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar