Hukum Shalat Berjamaah Berhadiah Mobil - pada acara "Apa Kabar Malam" beberapa malam yang lalu, diangat tema mengenai hukum shalat berjamaah berhadiah mobil. Tema ini menarik karena sang penggagas menurut admin memiliki sudut pandang unik melihat permasalahan umat. Walau memang dengan jujur beliau mengatakan bukanlah santri atau kyai yang punya kapasitas untuk memikirkan masalah keimanan, namun beliau merasa terpanggil untuk itu mengingat masalah keimanan dan spiritual menjadi bagian yang ikut menentukan untuk keberlangsungan dan keindahan kehidupan sosial. Dengan kata lain, munculnya masalah sosial dalam kaca mata beliau dimaknai karena adanya masalah dalam berspiritual. Dan itu menurut kaca mata saya sangat betul, berkaitan, dan wajar apabila kemudian beliau "ikut campur" mengurusi umat.
Selanjutnya, mengenai jalur kebijakan yang kemudian beliau ambil yaitu
dengan menggalakkan shalat berjamaah di masjid. Saya menyebutnya ini
sebagai "dakwah" atau mengajak umat untuk berbuat sesuatu dalam ruang
lingkup ibadah. Namun terasa unik ketika "dakwah" tersebut dengan
iming-iming sesusatu yang sifatnya keduniawiaan, Mobil. terlebih dahulu
harus ditanyakan dalam diri kita masing-masing, "Siapakah yang tak suka
harta?" Walaupun kyai, pasti suka harta. semua pasti punya orientasi
kepada harta walapun tentu besar kecilnya berbeda-beda. Sangat seidikit
yang mendedikasikan untuk akhirat 100%. Dalam konteks inilah kemudian si
penggagas shalat berjamaah berhadiah melihat bahwa mengiming-imingi
hadiah "dunia" agar umat bersedia (terlepas dari terpaksa atau tidak
terpaksa) melakukan ibadah yang sifatnya ukhrawi.
Secara kuantitas saya kira strategi dakwah seperti itu sangat berhasil
untuk menambah jamaah. namun secara kualitas ? ini masih perlu
dipertanyakan. Namun setidaknya kita bisa berkaca dari sejarah dakwah
walisongo berikut ini:
"Dulu dizaman wali songo mereka melihat masyarakat yang gemar pada
kesenian, seperti wayang, pasar malam, gamelan, dan kesenian-kesenian
lainnya yang berbau budaya lokal. Hal ini kemudian menjadi alat dakwah
mereka untuk mengajak masyarakat masuk islam, menyembah, Allah dan
meninggalkan kemusyrikkan. Lihatlah kemudian bagaimana sebelum mengajak
untuk shalat berjamaah, wali songo menggelar kesenian gamelan di
pelataran masjid untuk mengumpulkan masyarakat. Setelah masyarakat
berkumpul, mereka diajak untuk campursarinan, gendhingan, dan disajikan
pagelaran wayang kulit. Setelah itu mereka kemudian diajak untuk
bersyahadat dan akhirnya diajak untuk shalat berjamaah yang baik dan
benar.
Dalam konteks yang sedang kita bicarakan, antara si penggagas shalat
berjamaah berhadiah dengan wali songo memiliki tujuan yang sama, yaitu
ingin meningkatkan jumlah jamaah masjid. Namun dalam strateginya
berbeda. Kalau wali songo mengajak "dolanan" dahulu kemudian
"sembahyang" tapi kalau si penggagas shalat berjamaah berhadiah mengajak
sembahyang biar dapat "dolanan". padahal sembahyang itu harus lillaahi
ta'aalaa.
Satu semangat namun dua strategi yang berbeda inilah yang seharusnya
menjadi bahan renungan buat kita bersama khususnya para mubaligh yang
berusaha untuk membina umat menjadi lebih baik. Makna lebih baik bukan
berarti meningkatkan kualitas spiritual secara lahiriyah namun juga
bathiniyah, karena hakikat dari beragama adalah untuk meningkatkan
kualitas bathiniyah sehingga bisa dekat dengan ALlah.
Sebagai orang awam, saya sendiri melihat program shalat berjamaah
berhadiah sebagai program yang niatnya baik namun kurang pas. hampir
mirip dengan Pro kontra Program Titip Doa.
Ada baiknya si penggagas memoles strategi dakwah tersebut, misalnya
dengan menggunakan cara-cara walisongo dulu yang saya kira belum
ketinggalan jaman dan masih bisa digunakan apabila memang kreatif.
Okelah program berhadiahnya masih ada namun tidak untuk "menghadiahi"
orang yang sembahyang. Namun dengan cara lain, misalnya sebelum
melaksanakan shalat berjamaah, di serambi masjid diadakan lomba
bersih-bersihan baju, lomba lari untuk pemuda, atau lomba-lomba lainnya
yan kiranya dapat menarik masyarakat untuk "datang" ke serambi masjid.
Saya kira nggak usah diiming-imingi mobil, hanya dengan hadiah satu juta
atau dua juta saya kira tidak usah dikomando masyarakat akan berkumpul.
Nah nanti ketika lombanya hampir selesai, sang muadzin diminta untuk
mengumandangkan adzan, dan masyrakat diminta untuk shalat berjamaah.
Saya kira masyarakat akan ikut berjamaah. Walau mungkin tidak
seluruhnya, namun 'RASA MALU" masyarakat negeri ini masih tinggi. Ketika
melihat saudara di depan mata mereka berbuat kebaikan dan mereka tidak
ikut berbuat kebaikan maka mereka masih punya "RASA MALU". rasa inilah
yang harus dilihat dan diperhatikan untuk menggalang 'KEKUATAN UMAT'.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar