Sabtu, 22 Februari 2014

Shalat Berjamaah Berhadiah Mobil



Hukum Shalat Berjamaah Berhadiah Mobil - pada acara "Apa Kabar Malam" beberapa malam yang lalu, diangat tema mengenai hukum shalat berjamaah berhadiah mobil. Tema ini menarik karena sang penggagas menurut admin memiliki sudut pandang unik melihat permasalahan umat. Walau memang dengan jujur beliau mengatakan bukanlah santri atau kyai yang punya kapasitas untuk memikirkan masalah keimanan, namun beliau merasa terpanggil untuk itu mengingat masalah keimanan dan spiritual menjadi bagian yang ikut menentukan untuk keberlangsungan dan keindahan kehidupan sosial. Dengan kata lain, munculnya masalah sosial dalam kaca mata beliau dimaknai karena adanya masalah dalam berspiritual. Dan itu menurut kaca mata saya sangat betul, berkaitan, dan wajar apabila kemudian beliau "ikut campur" mengurusi umat. 
      Selanjutnya, mengenai jalur kebijakan yang kemudian beliau ambil yaitu dengan menggalakkan shalat berjamaah di masjid. Saya menyebutnya ini sebagai "dakwah" atau mengajak umat untuk berbuat sesuatu dalam ruang lingkup ibadah. Namun terasa unik ketika "dakwah" tersebut dengan iming-iming sesusatu yang sifatnya keduniawiaan, Mobil. terlebih dahulu harus ditanyakan dalam diri kita masing-masing, "Siapakah yang tak suka harta?" Walaupun kyai, pasti suka harta. semua pasti punya orientasi kepada harta walapun tentu besar kecilnya berbeda-beda. Sangat seidikit yang mendedikasikan untuk akhirat 100%. Dalam konteks inilah kemudian si penggagas shalat berjamaah berhadiah melihat bahwa mengiming-imingi hadiah "dunia" agar umat bersedia (terlepas dari terpaksa atau tidak terpaksa) melakukan ibadah yang sifatnya ukhrawi. 
      Secara kuantitas saya kira strategi dakwah seperti itu sangat berhasil untuk menambah jamaah. namun secara kualitas ? ini masih perlu dipertanyakan. Namun setidaknya kita bisa berkaca dari sejarah dakwah walisongo berikut ini:
       "Dulu dizaman wali songo mereka melihat masyarakat yang gemar pada kesenian, seperti wayang, pasar malam, gamelan, dan kesenian-kesenian lainnya yang berbau budaya lokal. Hal ini kemudian menjadi alat dakwah mereka untuk mengajak masyarakat masuk islam, menyembah, Allah dan meninggalkan kemusyrikkan. Lihatlah kemudian bagaimana sebelum mengajak untuk shalat berjamaah, wali songo menggelar kesenian gamelan di pelataran masjid untuk mengumpulkan masyarakat. Setelah masyarakat berkumpul, mereka diajak untuk campursarinan, gendhingan, dan disajikan pagelaran wayang kulit. Setelah itu mereka kemudian diajak untuk bersyahadat dan akhirnya diajak untuk shalat berjamaah yang baik dan benar. 
      Dalam konteks yang sedang kita bicarakan, antara si penggagas shalat berjamaah berhadiah dengan wali songo memiliki tujuan yang sama, yaitu ingin meningkatkan jumlah jamaah masjid. Namun dalam strateginya berbeda. Kalau wali songo mengajak "dolanan" dahulu kemudian "sembahyang" tapi kalau si penggagas shalat berjamaah berhadiah mengajak sembahyang biar dapat "dolanan". padahal sembahyang itu harus lillaahi ta'aalaa. 
      Satu semangat namun dua strategi yang berbeda inilah yang seharusnya menjadi bahan renungan buat kita bersama khususnya para mubaligh yang berusaha untuk membina umat menjadi lebih baik. Makna lebih baik bukan berarti meningkatkan kualitas spiritual secara lahiriyah namun juga bathiniyah, karena hakikat dari beragama adalah untuk meningkatkan kualitas bathiniyah sehingga bisa dekat dengan ALlah. 
     Sebagai orang awam, saya sendiri melihat program shalat berjamaah berhadiah sebagai program yang niatnya baik namun kurang pas. hampir mirip dengan Pro kontra Program Titip Doa. Ada baiknya si penggagas memoles strategi dakwah tersebut, misalnya dengan menggunakan cara-cara walisongo dulu yang saya kira belum ketinggalan jaman dan masih bisa digunakan apabila memang kreatif. Okelah program berhadiahnya masih ada namun tidak untuk "menghadiahi" orang yang sembahyang. Namun dengan cara lain, misalnya sebelum melaksanakan shalat berjamaah, di serambi masjid diadakan lomba bersih-bersihan baju, lomba lari untuk pemuda, atau lomba-lomba lainnya yan kiranya dapat menarik masyarakat untuk "datang" ke serambi masjid. Saya kira nggak usah diiming-imingi mobil, hanya dengan hadiah satu juta atau dua juta saya kira tidak usah dikomando masyarakat akan berkumpul. Nah nanti ketika lombanya hampir selesai, sang muadzin diminta untuk mengumandangkan adzan, dan masyrakat diminta untuk shalat berjamaah. Saya kira masyarakat akan ikut berjamaah. Walau mungkin tidak seluruhnya, namun 'RASA MALU" masyarakat negeri ini masih tinggi. Ketika melihat saudara di depan mata mereka berbuat kebaikan dan mereka tidak ikut berbuat kebaikan maka mereka masih punya "RASA MALU". rasa inilah yang harus dilihat dan diperhatikan untuk menggalang 'KEKUATAN UMAT'.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar