Sabtu, 22 Februari 2014

PUASA : Usaha Peningkatan Diri


Alhamdulillah, dipagi ini marilah kita berusaha untuk membangun niat mencapai keshalihan sosial dan spiritual.
Pada kesempatan ini, admin akan menyampaikan ringkasan kultum subuh yang baru saja admin sampaikan di masjid. Temanya tentang tingkatan orang berpuasa dan larangan untuk memaksakan diri dalam beribadah demi mendapatkan maqam tarjid (maqam yang di dalamnya hamba-hamba Allah telah mendapatkan kemudahan dalam urusan rizki dan sudah tidak perlu bekerja susah payah guna mencarinya)
      Seperti penjelasan dalam kitab Ihya’ Ulumiddin, bahwa puasa itu memiliki tiga derajat; Shaumul umum,  Shoumul khusus, dan Shoumu khususil khusus.
1.          Pertama Shoumul ‘umum itu puasa yang hanya menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa, seperti makan, minum, berjima’, dan hal-hal lahiriyah lainnya. Kedua,  Shoumul khusus itu puasa yang selain menahan diri dari hal-hal yang membatalkan, juga mampu menjaga anggota tubuhnya dari dosa atau maksiat. Ketiga,  Shoumu khususil khusus itu puasa yang mampu melakukan dua hal dia atas dan bahkan lebih dari itu mampu pula untuk menjaga hatinya agar senantiasa berdzikir kepada Allah dan mengabaikan selain memikirkan Allah. Kata imam Ghazali, Fa hadzihi rutbatul anbiya’, wash shiddiqin wash sholikhin (ini merupakan derajatnya para nabi, orang-orang siddiq, dan orang-orang shalih).
       Allah telah menetapkan bagi setiap hambanya yang beriman untuk menempati maqam-maqam tertentu. Ada hamba yang diletakkan di maqam shoumul ‘umum, ada yang diletakkan di maqam shoumul khusus, dan ada pula yang diletakkan di maqam shoumu khususil khusus. Semua itu sudah diatur oleh Allah, dan kita sebagai hamba-Nya hanya mampu menerima keputusan itu walau di sisi lain kita masih diperkenankan untuk berusaha dengan kadar usaha tertentu yang tidak berlebih-lebihan serta dilengkapi dengan permohonan melalui doa-doa.
       Keputusan atau takdir ini tentu saja harus disikapi dengan arif bijaksana oleh kita. Jangan sampai karena Allah memasukkan kita ke dalam maqam Shoumul ‘umum, kita kemudian tidak menerimanya apalagi memaksakan diri untuk mencapai tingkatan shoumu khusushil khusus. Ibarat orang naik tangga yang baru sampai pada anak tangga ke satu ingin memaksakan diri untuk meloncat atau terbang ke anak tangga tingkat seribu. Tentu saja itu suatu perbuatan yang tidak arif dalam menyikapi pemberian dan anugerah Allah. Mengenai hal ini Imam Athaillah dalam kitab Hikam telah menjelaskan bahwa:
      Iraadatuka at tajrid ma’a iqamatillah wa iyyaaka fil asbab minasy syahwatil khofiyyah. Wa irodatukal asbaaba ma’a iqomatillah wa iyyaka fit tajrid inkhithothun ‘anil himmatil ‘aliyyah (keinginanmu untuk sampai ke maqam tajrid sedangkan Allah telah memposisikanmu dalam maqam asbab itu merupakan bagian dari syahwat yang tersembunyi. Dan keinginanmu untuk mendapatkan maqam asbab sedangkan Allah telah menempatkanmu pada maqam tajrid, itu merupakan kemerosotan dari cita-cita yang tinggi).
    Kesimpulannya, marilah kita memaksimalkan ibadah di bulan ramadhan ini dengan ibadah yang sewajarnya namun senantiasa mampu meningkat secara setahap demi setahap dan janganlah memaksakan diri untuk beribadah yang berat-berat sedangkan kita masih berada pada maqam asbab. Sebaliknya, bagi para sahabat yang sudah mampu mencapai maqam tajrid, janganlah pencapaian yang gemilang itu melorot hingga para sahabat kembali ke maqam asbab. Yang demikian itu termasuk bagian dari golongan orang-orang yang tak memiliki cita-cita yang tinggi. Semoga ibadah puasa kita di bulan ramadhan ini mendapatkan penerimaan tertinggi dari Allah Subhanau wata’ala.aamiin, aamiin, yaa rabbal ‘aalamiin.
Wassalaamu’alaikum warahmatullaahi wa barakaatuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar