Kata "santri" berasal dari lima huruf arab. Lima huruf
arab tersebut didefinisikan oleh KH Hasyim saat memberikan mauidhoh dalam
Haflah Akhiris Sanah dan Harlah Az Zahra XI berlangsung di halaman pesantren
Az-Zahra Desa Sekuro Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara, Kamis (19/5) siang.
Santri berasal dari huruf sin, salik fil ibadah.
Menurut kiai yang berasal dari Desa Wonorejo itu artinya jalur beribadahnya
harus lurus. Dalam hal ini ia menekankan orang tua harus memberikan contoh yang
baik untuk keluarganya. Sebab ia sangat prihatin dengan kondisi anak zaman
sekarang yang susah diatur sehingga ibadah yang tekun harus diperkuat.
Kedua, na'ibun anis syuyukh. Santri, kata dia, harus mulai
menata hati dan bercita-cita untuk meneruskan perjuangan para sesepuh. Santri
harus menjadikan waktu adalah ilmu sehingga tidak ada waktu yang tersisa
kecuali untuk menuntut ilmu.
Setelah nun, huruf ketiga ialah ta’. Ta'ibun anid
dzunub. “Tobat dari kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan,” lanjut
Hasyim.
Raghibun fil khairat. Senang dengan hal-hal yang positif. “Jika ada kesempatan untuk
mengaji luangkan waktu untuk mengikutinya.”
Yang terakhir, yakin ala man an’amallahu ma’ah. Menjadi
santri, tegas dia, harus yakin jika Allah sudah memberikan jatah rizki tetapi
wajib dibarengi dengan usaha.
Senada dengan Kiai Hasyim definisi santri juga dikemukakan oleh KH
Mukhlisin. Menurut pengurus Yayasan Az-Zahra Sekuro, pertama, sitrul aurat,
menutup aurat. Menutup aurat harus lahir bathin.
Anggota DPR RI ini prihatin atas kasus kejahatan seksual yang
merajalela. Apalagi dengan kabar yang menimpa gadis perempuan yang diperkosa
oleh banyak orang.
Berikutnya, nun, naha anil munkar. Mencegah
kemunkaran. Sumber dari segala sumber kejahatan ialah miras. Karenanya khamr
itu disebut dengan ummul khobaits (induk kejahatan).
Ketiga, taufiq. Santri harus kuat untuk menjaga dirinya.
Keempat, ra’isul ummah. Ke depan santri adalah calon-calon pemimpin
bangsa. “Untuk itu harus dipersiapkan sejak sekarang,” harap Mukhlisin.
Untuk yang pamungkas, ya’kulu qalil, saat masih santri
harus tirakat. Sedikit makannya tidak berlebihan.
Hal yang
sama disampaikan, Mukhlisin, wali murid dari M Ilzam Kholid. Menurut perwakilan
wali itu santri itu sanggup nerusaken tuntunan rasul illahi (siap
meneruskan tuntunan rasul illahi).
Sumber: http://www.nu.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar