AMALIYAH
MALAM NISHFU SYA'BAN
(PP.
Manba'ul Falah Rungkut Menanggal)
Diskripsi Masalah:
Pada
malam paruh kedua dari bulan Sya’ban, banyak dari kalangan umat Islam yang
berduyun-duyun ke masjid, mushalla dan surau untuk melaksanakan kegiatan
keagamaan yang rutin dijalani setiap malam Nishfu Sya’ban. Salah satu
kegiatannya adalah melakukan salat sunah sebanyak dua rakaat atau lebih.
Ada
juga dari mereka yang membaca surat Yaasin secara bersama-sama sebanyak 3 kali.
Biasanya dari masing-masing pembacaan surat Yasin tersebut diniatkan untuk
memperoleh rezeki yang halal, untuk umur panjang yang barokah, serta untuk
mendapatkan husnul khatimah. Adapula diantara masyarakat yang melengkapi
kegiatan tersebut dengan bersedekah.
Pertanyaan:
a. Adakah tuntunan secara umum dan khusus
untuk melakukan ibadah pada malam Nishfu Sya’ban?
b. Apa sebenarnya keistimewaan malam Nishfu
Sya’ban dibanding dengan malam-malam yang lain?
c. Apa dasar ulama dalam penetapan pembacaan
surat Yasin pada malam Nishfu Sya’ban beserta macam-macam niatnya?
d. Apa hukum melakukan shalat sunnah pada
malam Nishfu Sya’ban?
Jawaban 29 a:
Dalam
syari’at Islam terdapat tuntunan (dalil-dalil) untuk beribadah pada malam
Nishfu Sya’ban.
Dasar Pengambilan Hukum:
عَنْ مُعَاذِ بن جَبَلٍ عَن ِالنَّبِيِّ e قَالَ: يَطَّلِعُ
اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ
لِجَمِيْعِ خَلْقِهِ إِلاَّ لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ (رواه الطبراني في الكبير والأوسط قَالَ
الهيثمى ورجالهما
ثقات. ورواه
الدارقطنى وابنا ماجه وحبان فى صحيحه عن ابى موسى وابن ابى شيبة وعبد الرزاق عن
كثير بن مرة والبزار).
“Rasulullah e bersabda,
“Sesungguhnya Allah memperhatikan hambanya (dengan
penuh rahmat) pada malam Nishfu Sya’ban, kemudian Ia akan mengampuni semua
makhluk-Nya kecuali orang musyrik dan musyachin (orang munafik yang menebar
kebencian antar sesama umat Islam)”. (HR Thabrani fi Al Kabir no 16639,
Daruquthni fi Al Nuzul 68, Ibnu Majah no 1380, Ibnu Hibban no 5757, Ibnu Abi
Syaibah no 150, Al Baihaqi fi Syu’ab al Iman no 6352, dan Al Bazzar fi Al
Musnad 2389. Peneliti hadis Al
Haitsami menilai para perawi hadis ini sebagai orang-orang yang terpercaya.
Majma’ Al Zawaid 3/395)
عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ فَقَدْتُ
النَّبِيَّ e ذَاتَ لَيْلَةٍ فَخَرَجْتُ أَطْلُبُهُ
فَإِذَا هُوَ بِالْبَقِيعِ رَافِعٌ رَأْسَهُ إِلَى السَّمَاءِ فَقَالَ يَا
عَائِشَةُ أَكُنْتِ تَخَافِيْنَ أَنْ يَحِيْفَ اللهُ عَلَيْكِ وَرَسُولُهُ قَالَتْ
قَدْ قُلْتُ وَمَا بِي ذَلِكَ وَلَكِنِّي ظَنَنْتُ أَنَّكَ أَتَيْتَ بَعْضَ
نِسَائِكَ فَقَالَ إِنَّ اللهَ تَعَالَى يَنْزِلُ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ
شَعْبَانَ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا فَيَغْفِرُ ِلأَكْثَرَ مِنْ عَدَدِ شَعَرِ
غَنَمِ كَلْبٍ
“Aisyah berkata “Pada suatu malam, saya
kehilangan Rasulullah. Setelah saya keluar mencarinya, ternyata beliau ada di
Baqi’ seraya menengadahkan kepalanya ke langit, beliau berkata “Apakah kamu
takut Allah dan Rasulnya mengabaikanmu?”. Aisyah berkata
“Saya tidak memiliki ketakutan itu, saya mengira engkau mengunjungi sebagian di
antara istri-istri engkau”. Nabi berkata “Sesungguhnya (rahmat) Allah turun ke
langit yang paling bawah pada malam Nishfu Sya’ban dan Ia mengampuni dosa-dosa
yang melebihi dari jumlah bulu kambing milik suku Kalb”. (HR
Turmudzi no 670, dan Ibnu Majah no 1379)
تحفة
الأحوذي شرح سنن الترمذي ج 2 ص 277
فَهَذِهِ اْلأَحَادِيثُ بِمَجْمُوعِهَا حُجَّةٌ عَلَى
مَنْ زَعَمَ أَنَّهُ لَمْ يَثْبُتْ فِي فَضِيْلَةِ لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ
شَعْبَانَ شَيْءٌ وَاللهُ تَعَالَى أَعْلَمُ .
“Hadits-hadits
di atas secara keseluruhan merupakan sebuah hujjah yang membantah anggapan
sebagian ulama yang berpendapat bahwa tidak ada satupun dalil kuat yang
menjelaskan tentang keutamaan malam nishfu Sya’ban”. (Tuchfah
al-Achwadzi Syarh Sunan al-Tirmidzi, II/277)
Jawaban 29 b:
Di
antara keistimewaan malam Nishfu Sya’ban adalah sebagai berikut:
1. Menurut Imam Syafi’i, malam Nishfu Sya’ban
adalah salah satu malam yang mustajabah.
2. Menurut ‘Atha bin Yasar, malam Nishfu
Sya’ban adalah malam yang paling utama setelah Lailatul Qadar.
3. Menurut sahabat ‘Ikrimah, yang dimaksud
dengan ayat
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا
كُنَّا مُنْذِرِينَ () فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ {الدخان:3-4}
surat al Dukhan ayat 3-4, malam tersebut
adalah malam Nishfu Sya’ban, akan tetapi pendapat ini ditentang oleh jumhur
ulama, dan yang dimaksud dengan ليلة مباركة adalah
Lailatul Qadar.
4. Menurut ulama yang lain, malam Nishfu
Sya’ban adalah malam laporan amal tahunan kepada Allah SWT.
Dasar Pengambilan Hukum:
فيض
القدير ج 6 ص 50
قَالَ الشَّافِعِى بَلَغَنَا أنَّ الدُّعَاءَ
يُسْتَجَابُ فِى خَمْسِ لَيَالٍ أوَّلِ لَيْلَةٍ مِنْ رَجَبَ وَلَيْلَةِ نِصْفِ
شَعْبَانَ وَلَيْلَتَىِ اْلعِيْدِ وَلَيْلَةِ الْجُمْعَةِ.
“Imam Syafii
berkata: Telah sampai kepada kami bahwa doa dikabulkan dalam lima malam, yaitu
awal malam bulan Rajab, malam Nishfu Sya’ban, dua malam hari raya dan malam
Jumat”. (Faidl al-Qadír, VI/50)
نزهة
المجالس ج 1 ص 158
قَالَ عَطَاءُ بْنُ يَسَارٍ مَا بَعْدَ لَيْلَةِ
الْقَدْرِ أَفْضَلُ مِنْ لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ وَهِىَ مِنَ
اللَّيَالِى الَّتِى يُسْتَجَابُ فِيْهَا الدُّعَاءُ. قَالَ النَّوَوِى عَطَاءُ
بْنُ يَسَارٍ مِنَ التَّابِعِيْنَ .
“Yasar bin
Atho’ berkata : Tidak ada malam yang lebih utama setelah Lailatul Qadar
dibandingkan dengan Nishfu Sya’ban. Ia merupakan salah satu malam yang
mustajabah”. (Nuzhah al-Maj á lis, I/158)
تفسير
القرطبى ج 16 ص 85
وَقَالَ عِكْرِيْمَةُ هِىَ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ
شَعْبَانَ يُبْرَمُ فِيْهَا أَمْرُ السَّنَةِ وَيُنْسَخُ اْلأَحْيَاءُ مِنَ
اْلأَمْوَاتِ وَيُكْتَبُ الْحَاجُّ فَلاَ يُزَادُ فِيْهِمْ أَحَدٌ وَلاَ يُنْقَصُ
مِنْهُمْ أَحَدٌ وَرَوَى عُثْمَانُ بْنُ الْمُغِيْرَةِ قَالَ قَالَ النَّبِىَ e تُقْطَعُ
اْلأَجَالُ مِنْ شَعْبَانَ إلَى شَعْبَانَ حَتَّى أَنَّ الرَّجُلَ لَيَنْكِحُ
وَيُوْلَدُ لَهُ وَقَدْ خُرِجَ اسْمُهُ فِى الْمَوْتَى. وَقَالَ اْلقَاضِى أبُوْ
بَكْرِ بْنِ الْعَرَبي وَجُمْهُوْرُ الْعُلَمَاءُ عَلَى أنَّهَا لَيْلَةُ
اْلقَدْرِ.
“Ikrimah
berpendapat bahwa yang dimaksud Lailah Al Mubarakah itu adalah malam nishfu
sya’ban. Di malam itu Allah menentukan semua urusan dalam peristiwa setahun,
menghapus nama-nama orang dari daftar calon orang meninggal dan mencatat
nama-nama orang yang akan melaksanakan haji tanpa ditambah atau dikurangi.
Utsman bin Mughirah meriwayatkan hadis, Rasulullah e bersabda,
“Ajal ditentukan dari satu Sya’ban ke bulan Sya’ban berikutnya, hingga
seseorang menikah, dikaruniai anak dan namanya dikeluarkan dari orang-orang
yang akan meninggal” (HR Ibnu Abi Dunya dan Al Dailami). Qadli Abu Bakar bin Al
Araby berkata : Para Ulama’ mengatakan bahwa malam tersebut adalah Lailatul
Qadar”. (Tafsir al-Qurtúbi, XVI/85)
حاشية
الجمل ج 8 ص 323
(قَوْلُهُ: تُعْرَضُ اْلأَعْمَالُ) أَيْ
تُعْرَضُ عَلَى اللهِ تَعَالَى وَكَذَا تُعْرَضُ فِي لَيْلَةِ نِصْفِ شَعْبَانَ
وَفِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ، فَاْلأَوَّلُ عَرْضٌ إجْمَالِيٌّ بِاعْتِبَارِ
اْلأُسْبُوْعِ، وَالثَّانِي بِاعْتِبَارِ السَّنَةِ
“Amal-amal
tersebut diperlihatkan kepada Allah, begitu pula pada malam Nishfu Sya’ban dan
Lailatul Qadar. Yang pertama (Senin-Kamis) merupakan laporan amal mingguan.
Yang kedua dan ketiga (Nishfu Sya’ban dan Lailatul Qadar) merupakan laporan
amal tahunan”. (Chásyiyah al-Jamal, VIII/323)
Jawaban 29 c:
Pembacaan
surat Yasin pada malam Nishfu Sya’ban beserta macam-macam niatnya merupakan
hasil ijtihad para ulama.
Dasar Pengambilan Hukum:
أسنى
المطالب فى أحاديث مختلفة المراتب ص 234
وَأَمَّا قِرَاءَةُ سُوْرَةِ يس لَيْلَتَهَا بَعْدَ
الْمَغْرِبِ وَالدُعَاءِ الْمَشْهُوْرِ فَمِنْ تَرْتِيْبِ بَعْضِ أهْلِ الصَّلاَحِ
مِنْ عِنْدِ نَفْسِهِ قِيْلَ هُوَ الْبُوْنِى وَلَا بَأْسَ بِمِثْلِ ذَلِكَ.
“Adapun
pembacaan surat Yasin pada malam Nishfu Sya’ban setelah Maghrib merupakan hasil
ijtihad sebagian ulama, konon ia adalah Syeikh Al
Buni, dan hal itu bukanlah suatu hal yang buruk”. (Asná
al-Mathálib, 234)
فتح
الملك المجيد للشيخ أحمد الديربى ص 19
(وَمِنْ خَوَاصِ سُوْرَةِ يس) كَمَا قَالَ
بَعْضُهُمْ أنْ تَقْرَأَهَا لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ
الأُوْلَى بِنِيَّةِ طُوْلِ اْلعُمْرِ وَالثَّانِيَةُ بِنيَّةِ دَفْعِ الْبَلاَءِ
وَالثَّالِثَةُ بِنِيَّةِ اْلإسْتِغْنَاءِ عَنِ النَّاسِ.
“Diantara
keistimewaan surat Yasin, sebagaimana menurut sebagian para Ulama, adalah
dibaca pada malam Nishfu Sya’ban sebanyak 3 kali. Yang pertama dengan niat
meminta panjang umur, kedua niat terhindar dari bencana dan ketiga niat agar
tidak bergantung kepada orang lain”. (Fatchu al-Malik al-Majíd, 19)
تلخيص
فتاوى ابن زياد ص 301
(مَسْئَلَةٌ) حَدِيْثُ يس لِمَا قُرِئَتْ
لَهُ لاَ أَصْلَ لَهُ وَلَمْ أَرَ مَنْ عَبَّرَ بِأَنَّهُ مَوْضُوْعٌ فَيَحْتَمِلُ
أنَهُ لاَ أصْلَ لَهُ فِى الصِّحَّةِ وَالَّذِىْ أعْتَقِدُهُ جَوَازُ رِوَايَتِهِ
بِصِيْغَةِ التَّمْرِيْضِ نَحْوُ بَلَغَنَا كَمَا يَفْعَلُهُ أصْحَابُ الشَّيْخِ
اِسْمَعيِلَ اْلَجْبَرِتى اهـ.
“Hadits yang
berbunyi “Surat Yasin dapat dibaca sesuai dengan niat tujuannya” merupakan
hadis yang tidak ada dasarnya, tetapi saya tidak menemui ulama yang
mengatakannya sebagai hadis palsu. Bisa jadi yang dimaksud adalah hadis
tersebut tidak shohih. Saya meyakini bahwa boleh meriwayatkan hadis tersebut
dengan redaksi riwayat yang tidak tegas, seperti telah sampai pada kami
sebagaimana yang dilakukan oleh murid-murid Syeikh Ismail Al Jabraty dari
Yaman.” (Talkhísh Fatáwá Ibnu Ziyád, 301)
Jawaban 29 d:
Hukum
melakukan shalat sunnah mutlak pada malam Nishfu Sya’ban adalah mustahab
(disunnahkan) karena Rasulullah e pernah melaksanakan shalat tersebut.
Sementara jika shalat tersebut diniati nishfu sya’ban maka hukumnya haram,
karena tidak ada tuntunan ibadah salat nishfu sya’ban. Bentuk salat sunah yang
boleh dikerjakan pada malam Nishfu Sya’ban adalah salat sunah mutlak, salat
Hajat, salat Tasbih, dan shalat apapun yang telah dilakukan oleh Rasulullah e.
Catatan:
Kedudukan
hukum mustahab adalah satu tingkat di bawah hukum sunnah.
Dasar Pengambilan Hukum:
ذكريات
ومناسبات لسيد محمد بن علوى الملكى ص 155-156
عَنِ الْعَلاَءِ بْنِ الْحَارِثِ اَنَّ عَائِشَةَ
قَالَتْ: قَامَ رَسُوْلُ اللهِ e مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى فَأَطَالَ
السُّجُودَ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ قَدْ قُبِضَ، فَلَمَّا رَأَيْتُ ذَلِكَ قُمْتُ
حَتَّى حَرَّكْتُ إِبْهَامَهُ فَتَحَرَّكَ فَرَجَعَ، فَلَمَّا رَفَعَ رَأْسَهُ
مِنْ السُّجُودِ وَفَرَغَ مِنْ صَلاَتِهِ قَالَ: يَا عَائِشَةُ أَوْ يَا
حُمَيْرَاءُ أَظَنَنْتِ أَنَّ النَّبِيَّ e قَدْ
خَاسَ بِكِ؟ قُلْتُ: لاَ وَاللهِ يَا رَسُوْلَ اللهِ وَلَكِنِّي ظَنَنْتُ أَنْ
قُبِضْتَ طُوْلَ سُجُوْدِكَ، قَالَ: أَتَدْرِي أَيَّ لَيْلَةٍ هَذِهِ؟ قُلْتُ: اللهُ
وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: هَذِهِ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ إِنَّ
اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَطَّلِعُ عَلَى عِبَادِهِ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ
شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِلْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَرْحَمُ الْمُسْتَرْحِمِيْنَ
وَيُؤَخِّرُ أَهْلَ الْحِقْدِ كَمَا هُمْ، رَوَاهُ الْبَيْهَقِيُّ. وَقَالَ هَذَا مُرْسَلٌ
جَيِّدٌ وَيُحْتَمَلُ أَنْ يَكُوْنَ الْعَلاَءُ
أَخَذَهُ مِنْ مَكْحُوْلٍ
“Dari 'Ala'
bin Charits bahwa Aisyah berkata: “Rasulullah bangun di tengan malam kemudian
beliau salat, kemudian sujud sangat lama, sampai saya menyangka bahwa beliau
wafat. Setelah itu saya bangun dan saya gerakkan kaki Nabi dan ternyata masih
bergerak. Kemudian Rasul bangkit dari sujudnya setelah selesai melakukan
shalatnya, Nabi berkata “Wahai Aisyah, apakah kamu mengira Aku berkhianat
padamu?”, saya berkata “Demi Allah, tidak, wahai Rasul, saya mengira engkau
telah tiada karena sujud terlalu lama.” Rasul bersabda “Tahukauh kamu malam apa
sekang ini?” Saya menjawab “Allah dan Rasulnya yang tahu”. Rasulullah bersabda
“ini adalah malam Nishfu Sya’ban, sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla
memperhatikan hamba-hamba-Nya pada malam Nishfu Sya’ban, Allah akan mengampuni
orang-orang yang meminta ampunan, mengasihi orang-orang yang meminta
dikasihani, dan Allah tidak akan memprioritaskan orang-orang yang pendendam”. (HR Al
Baihaqi fi Syuab Al Iman no 3675, menurutnya hadits ini Mursal yang baik)
Catatan:
1. Letak ke-mursal-an hadits tersebut karena Al ‘Ala’ bin Al
Charits adalah seorang Tabiin yang tidak pernah berjumpa dengan Aisyah,
prediksi Al Baihaqi menyebutkan Al ‘Ala’ memperoleh hadits tersebut dari
gurunya, Makchul. Imam Achmad menilai Al ‘Ala’ sebagai orang yang sahih
haditsnya. Abu Chatim berkata: Tidak ada murid Makchul yang lebih terpercaya
dari pada Al ‘Ala’. Ibnu Hajar menyebut Al ‘Ala’ sebagai orang yang jujur dan
berilmu fikih, tetapi ia dituduh pengikut Qadariyah. (Mausu’ah Ruwat Al Hadits)
2. Para Imam Madzhab, seperti Imam Syafii dan
Imam Ahmad bin Hanbal mengkategorikan hadis Mursal sebagai hadis yang dapat
diterima (Hadis Maqbul) bila memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya Sahabat
atau Tabiin yang digugurkan dari sanad merupakan seorang yang dikenal
kredibilitasnya, tidak bertentangan dengan hadis lain yang lebih shahih, dan
lain sebagainya, sebagaimana yang tercantum dalam kitab-kitab Ulumul Hadits.
مجموع
فتاوى ابن تيمية ج 2 ص 469
وَسُئِلَ عَنْ صَلاَةِ نِصْفِ شَعْبَانَ؟ (الْجَوَابُ)
فَأَجَابَ: إذَا صَلَّى اْلإِنْسَانُ لَيْلَةَ النِّصْفِ وَحْدَهُ أَوْ فِيْ
جَمَاعَةٍ خَاصَّةٍ كَمَا كَانَ يَفْعَلُ طَوَائِفُ مِنْ السَّلَفِ فَهُوَ
أَحْسَنُ. وَأَمَّا اْلاِجْتِمَاعُ فِي الْمَسَاجِدِ عَلَى صَلاَةٍ مُقَدَّرَةٍ.
كَاْلاِجْتِمَاعِ عَلَى مِائَةِ رَكْعَةٍ بِقِرَاءَةِ أَلْفٍ: {قُلْ هُوَ اللهُ
أَحَدٌ} دَائِمًا. فَهَذَا بِدْعَةٌ لَمْ يَسْتَحِبَّهَا أَحَدٌ مِنَ
اْلأَئِمَّةِ. وَاللهُ أَعْلَمُ.
“Ibnu
Taimiyah ditanyai soal shalat pada malam nishfu Sya’ban. Ia menjawab: Apabila
seseorang shalat sunah muthlak pada malam nishfu Sya’ban sendirian atau
berjamaah, sebagaimana dilakukan oleh segolongan ulama salaf, maka hukumnya
adalah baik. Adapun kumpul-kumpul di masjid dengan shalat yang ditentukan,
seperti salat seratus raka’at dengan membaca surat al Ikhlash sebanyak seribu
kali, maka ini adalah perbuata bid’ah yang sama sekali tidak dianjurkan oleh
para ulama”. (Majmú' Fatáwá Ibnu Taymiyyah, II/469)
فيض
القدير ج 2 ص 302
(تَنْبِيْهٌ) قَالَ المَجْدُ ابْنُ
تَيْمِيَّةَ لَيْلَةُ نِصْفِ شَعْبَانَ رُوِىَ فِى فَضْلِهَا مِنَ اْلأَخْبَارِ
وَاْلأثَارِ مَا يَقْتَضِى أنَّهَا مُفَضَّلَةٌ وَمِنَ السَّلَفِ مَنْ خَصَّهَا
بِالصَّلاَةِ فِيْهَا
“Ibnu
Taimiyah berkata : Dari beberapa hadis dan pandapat para sahabat menunjukkan
bahwa malam Nishfu Sya’ban memiliki keutamaan tersendiri. Sebagian ulama Salaf
melaksanakan salat sunah secara khusus di malam tersebut”.(Faidl
al-Qadír, II/302)
اعانة
الطالبين ج 1 ص 271
قَالَ العَلاَّمَةُ الْكُرْدِى وَاخْتَلَفَ اْلعُلَمَاءُ
فِيْهَا فَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ لَهَا طُرُقٌ إذَا اجْتُمِعَتْ وَصَلَ الْحَدِيْثُ
إلَى حَدٍّ يُعْمَلُ بِهِ فِى فَضَائِلِ اْلأَعْمَالِ وَمِنْهُمْ مَنْ حَكَمَ
عَلَى حَدِيْثِهَا بِالْوَضْعِ وَمِنْهُمُ النَّوَوِى وَتَبِعَ الشَّارِحُ فِى كُتُبِهِ.
“Syeikh
Al Kurdy berkata : Para Ulama berbeda pendapat mengenai hadis-hadis yang
berhubungan dengan salat sunah malam Nishfu Sya’ban, diantara para ulama ada
yang mengatakan bahwa hadis tersebut (meskipun Dloif) memiliki banyak jalur
riwayat, yang secara keseluruhan (akumulasi) hadis tersebut boleh dilaksanakan
dalam hal Fadlailul A’mal (naik peringkat menjadi hadis hasan lighairihi).
Diantara ulama yang lain menghukuminya sebagai hadis palsu, seperti Imam Nawawi
dan Syekh Zainuddin Al Malibary”. (I'ánah
al-Thálibín, I/271)
http://www.hujjahnu.com/2013/02/bahtsul-masail-amaliyah-malam-nisfu.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar