Bagian 1
Bulan maulid telah tiba. Lantunan
barzanji, dhiba’ dan puji-pujian kepada Rasulullah saw menggema di setiap
surau, masjid dan mushalla, lapangan hingga kantor-kantor.
Para santri berlomba mendendangkan
dengan lagu yang indah. Suara yang merdu menambah khusyu’ hati kyai
membayangkan kehadiran Kanjeng Nabi. Anak-anak kecil berkalung sarung cerah
gembira menunggu jajanan yang sebentar lagi dihidangkan.Allahumma shalli wa
sallim ‘alaihi.
Begitulah suasana maulid dimeriahkan
umat muslim Nusantara. Bulan maulid adalah bulan suka-cita. Cerah sinarnya
menyibakkan kegelapan yang menyelimuti ummat manusia. Meski tradisi peringatan
maulid telah berurat-akar di tanah air ini, tidak ada salahnya jika dikemukakan
kembali beberapa alasan penting diadakannya maulid Nabi saw.
Dalam bukunya Kalimatun
Hadi’atun fil Bid’ah, Kalimatun Hadi’atun fil Ihtifal bil Maulid, Kalimatun
Hadi’atun fil Istighatsah, Dr. Oemar Abdullah Kamil menerangkan beberapa
hal yang berhubungan tentang peringatan maulid Rasulullah saw. Ada Sepuluh
alasan yang menjadikan pentingnya memperingati Maulid Nabi yaitu:
Pertama,
bahwa Allah swt memberkati dan mengagungkan hari dan tanah kelahiran para nabi.
Apalagi hari kelahiran Rasulullah saw. Oleh karena itu sudah sepantasnya kita
sebagai umat Rasulullah memuliakan hari kelahirannya. Hal ini berdasar
pada kisahkan dalam sebuah hadits yang dinukil oleh Ibnu Hajar dalam Fathul
Bari jilid VII bahwa ketika dalam perjalanan Mi’raj, Rasulullah saw diperintahkan
Jibril shalat dua rekaat di Bethlehem. Setelah Rasulullah saw. selesai shalat,
Jibril lalu bertanya “apakah kamu tahu di mana kamu shalat saat itu? Rasulullah
saw menjawab “tidak” dan jibril berkata lagi “kamu shalat di Bethlehem tempat
kelahiran Nabi Isa”. Demikian potongan hadits tersebut:
Hadits di atas membuktikan betapa Allah
dan Rasul-Nya menghormati tanah kelahiran Nabi Isa as sebagai Nabi Allah swt.
Sekaligus juga menunjukan kesadaran beliau akan arti sebuah sejarah bagi
kehidupan umat manusia.
Demikian pula Allah swt merahmati hari
hari kelahiran Nabi Isa dengan kesejahteraan sebagaimana temaktub dalam surat
Maryam ayat 33.
Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada
hari aku dilahirkan (Maryam: 33)
Jikalau Allah swt memberkati hari
kelahiran Nabi Isa as, bukankah berarti hari kelahiran Rasulullah saw lebih
diberkati dan dilimpahi kesejahteraan? Sesungguhnya semua hari itu sama,
diciptakan dan ditentukan oleh Allah swt, oleh karenanya Ia berhak memuliakan
dan meng-istimewakan hari-hari pilihan-Nya. Hal ini dapat dibuktikan dalam
beberapa ayat dalam al-Qur’an dimana Allah dengan tegas menentukan nilai
dari hari-hari (ayyam) tersebut. Diantaranya dalam Surat Ibrahim ayat 5 dan
al-Jatsiyah ayat 14
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan
membawa ayat-ayat Kami, (dan Kami perintahkan kepadanya): "Keluarkanlah
kaummu dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dan ingatkanlah mereka
kepada hari-hari Allah” (Ibrahim: 5)
Katakanlah kepada orang-orang yang
beriman hendaklah mereka memaafkan orang-orang yang tiada takut hari-hari Allah
karena Dia akan membalas sesuatu kaum terhadap apa yang telah mereka kerjakan
(al-Jasiyah: 14).
Alasan kedua pentingnya
memperingati maulid Nabi adalah bertolak dari kisah Abu Lahab, paman Rasulullah
saw yang memerdekakan budaknya bernama Tsuwaibah al-Aslamiyyah pada hari
kelahiran Rasulullah saw. Begitu girangnya Abu Lahab atas kelahiran
keponakannya yang bernama Muhammad saw, sehingga ia memerdekakan Tsuwaibah al-Aslamiyyah
yang sekaligus berlaku sebagai orang pertama yang menyusui Muhammad saw.
Walaupun dalam Surat al-Lahab, Allah swt
telah memfonisnya sebagai orang yang celaka di dalam neraka, tetapi berkat rasa
girangannya semasa hidup atas kelahiran Muhammad saw, ia pun mendapatkan
syafaat setiap hari senin dengan merasakan kesejukan. Begitulah di ceritakan
oleh Ibnu Katsir dalam kitabnya Bidayah wan Nihayah halaman 272-273.
Cerita Ibn Katsir ini juga termuat dalam
hadits shahih bukhari dalam kitab nikah “sesungguhnya Abu Lahab berkata kepada
saudaranya Abbas di dalam mimpinya: “sungguh dia telah meringankan
penderitaanku setiap hari senin”.
Begitu pentingnya riwayat ini sehingga
al-hafidz Syamsyuddin bin Nashiruddin ad-Dimasyqi dalam kitabnya Mawridus
Shadi fi Maulidil Hadi menuturkan:
“Jikalau
seorang kafir ini telah dicela dengan ‘tabbat yada…’ yang kekal di neraka.Telah
diringankan setiap hari Senin karena bergembira dengan kelahiran
Muhammad. Maka, apa yang kira-kira akan dianugerahkan kepada hamba yang
selalu berbahagia dengan kelahiran Rasul-Nya selama hayat hingga meninggal
dalam Islam?”
Bagian 2
Alasan ketiga mengapa
harus memperingati hari maulid adalah bahwa Rasulullah saw sendiri mementingkan
berpuasa pada hari tersebut. Yaitu setiap hari senin seperti yang diriwayatkan
oleh Abi Qatadah dalam Imam Muslim;
Dari Abu Qotadah r.a,
sesungguhnya Rosulululloh SAW ditanya tentang puasa Senin. Maka beliau menjawab
: "Hari Senin adalah hari lahirku, hari aku mulai diutus atau hari mulai
diturunkannya wahyu". (HR Muslim)
Sabda ‘yauma wulidtu fihi (itu
adalah hari aku dilahirkan)’ adalah kalimat yang menekankan betapa hari
tersebut sangatlah berharga bagi Rasulullah saw. sehingga beliau berpuasa di
hari itu. Meskipun tidak ada perintah langsung dari Rasulullah mengenai
penghormatan tersebut, tetapi bagi umat yang tahu diri tentunya hadits tersebut
telah cukup menjadi tanda.
Alasan keempat adalah
bahwa Rasulullah saw sangat mementingkan nilai kesejarahan sebuah kejadian.
Sebagaimana beliau sadari bahwa waktu tidak mungkin kembali lagi. Manusia hanya
bisa mengingat momentum tersebut dan menjadikannya sebagai ‘ibroh’
pelajaran di masa kini dan masa depan.
Oleh karena itulah Rasulullah saw
menganjurkan umatnya untuk berpuasa di hari 10 bulan Muharram (asyuro’)
untuk memeringati kemenangan Nabi Musa as ata raja Fir’aun. Demikian tersebut
dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abdullah bin Abbas radiyallahu ‘anhu
dalam Shahih Bukhari No 1900,
“Tatkala Nabi Shallallahu’alaihi wasallam datang ke
Madinah beliau melihat orang-orang Yahudi melakukan puasa di hari ‘Asyura.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wassalam bertanya, “Hari apa ini?”. Orang-orang
Yahudi menjawab, “Ini adalah hari baik, pada hari ini Allah selamatkan Bani
Israil dari musuhnya, maka Musa ‘alaihissalam berpuasa pada hari ini. Nabi
Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Saya lebih berhak mengikuti Musa dari
kalian (kaum Yahudi). Maka beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan
ummatnya untuk melakukannya”. [HR Al Bukhari]
Kesadaran Rasulullah saw atas pentingnya
nilai sejarah haruslah kita teladani. Diantara bukti peneladanan tersebut
dengan mengadakan peringatan maulid nabi. Karena yang demikian itu sungguh akan
mengingatkan kita pada terbitnya ‘cahaya’ yang menginari jagad raya.
Bagian 3
Alasan kelima adalah sebuah
hadits yang dijadikan landasan oleh as-Suyuthi dalam kitabnya Husnul
Maqashid fi ‘Amalil Maulidbahwa sesungguhnya Nabi Muhammad saw
mengakikahkan dirinya setelah menerima wahyu kenabian. Padahal telah
diriwayatkan bahwa Abdul Muthallib sang paman Rasulullah itu telah
mengakikahkannya pada hari ke tujuh setelah kelahirannya, sedangkan akikah
tidak perlu diulang dua kali.
Oleh karena itu, menurut As-Suyuthi
hadits ini memiliki makna lain bahwa apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw
merupakan bentuk syukur kepada Allah swt yang telah menciptakannya sebagai
rahmat bagi seluruh alam serta penghormatan untuk semua umatnya. Sebagaimana
beliau bershalawat atas dirinya sendiri. Oleh sebab itu, kita juga disunnahkan
untuk memperlihatkan rasa syukur atas kelahiran Rasulullah saw dengan berkumpul
sesama saudara, kawan, member makan fakir miskin serta bentuk-bentuk peringatan
lain yang menunjukkan kebahagiaan.
Alasan keenam adalah
keterangan dari beberapa hadits yang mengistimewakan hari Jum’at sebagai hari
kelahiran Nabi Adam as. hal ini bisa dijadikan qiyas (analogi)
kemuliaan hari kelahiran Rasulullah saw. Dalam sunan at-Turmudzi hadits no. 491
Rasulullah saw menyatakan bahwa Hari yang paling mulia adalah hari Jum’at,
hari diciptakannya nabi Adam.
Begitu juga yang diriwayat an-Nasa’ai
dan Abu Daud dengan sanad Sahih bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya hari yang paling mulia diantara
hari-hari kalian adalah hari jum’at. Pada hari itulah Adam diciptakan,
diwafatkan, ditiupkan ruh dan dibangkitkan. Maka perbanyaklah shalawat kepadaku
(kepada Rasulullah saw) pada hari itu. Sesungguhnya shalawat kalian akan sampai
padaku…”
Sebenarnya objek kajian dalam dua hadits
di atas tidak sekedar keisitmewaan hari Jum’at tetapi momentum yang termuat di
dalamnya yaitu hari kelahiran, hari kewafatan dan hari kebangkitan Nabi Adam as
sebagai bapak manusia.
Dengan kata lain, kemuliaan dan keagugan
itu sama sekali tidak mengacu pada hari itu sendiri. Melainkan pada apa yang
pernah terjadi pada hari itu. Dengan demikian, ia bisa diperingati
berulang-ulang, baik setiap minggu, atau setiap tahun sebagai wujud rasa syukur
kepada Allah ata nikmat yang telah dilimpahkan-Nya.
Selaras dengan hal itu adalah
alasan ketujuh yang mengambil pelajaran dari kisah para nabi
(Nabi Yahya, Nabi Isa dan Maryam ) yang diceritakan dalam al-Qur’an dengan
tujuan meneguhkan hati Rasulullah saw sebagai seorang rasul. Sebagaimana
disebutkan dalam surat Hud ayat 120:
Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan
kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu.
Artinya, kisah-kisah Nabi yang
diceritakan Allah swt kepada Nabi Muhammad saw dalam al-Qur’an sebenarnya
bertujuan untuk menguatkan hati Rasulullah saw. Maka kisah tentang kehidupan
Rasulullah saw (sirah nabi) yang disebut-sebut dalam acara
maulidurrasul berfungsi sebagai peneguh hati (kita) umatnya. Bukankah hal ini
sebuah kebaikan dan perlu dilestarikan?
Bagian
4
Alasan kedelapan adalah
alasan yang bersifat sosiologis. Peringatan maulid nabi merupakan wasilah untuk
melaksanakan berbagai macam kebaikan, apalagi tradisi masyarakat kita yang
selalu melaksanakan bersama-sama.
Secara otomatis hal ini akan menambah
syiar agama Islam itu sendiri sebagaimana dengan shalat Jum’ah. Dan lebih dari
itu perkumpulan ini selalu menuntut berbagai macam kegiatan yang baik-baik.
Sebut saja pengajian, majlis ta’lim, berdzikir, bersedekah dan yang pasti
adalah membaca shalawat dan menutur cerita kehidupan Rasululllah saw. Seperti
yang diperintahkan oleh Allah swt dalam Surat al-Ahzab ayat 56: “Sesungguhnya
Allah dan malaikat-malaikatNya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang
beriman, bershalawatlah kamu sekalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam
penghormatan kepadanya.” (Al-Ahzab: 56)
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menerangkan
makna ayat tersebut bahwa Allah swt menunjukkan kepada manusia derajat
tingginya Rasulullah saw sehingga Allah swt membacakan shalawat kepadanya. Dan
memerintahkan semua manusia dan juga para malaikat untuk bershalawat juga.
Perintah bershalawat kepada Rasulullah
saw dan bukanlah sesuatu yang dilarang bahkan Rasulullah saw memperbolehkannya.
Demikian yang diceritakan oleh sebuah hadits sebagaimana disebut dalam shahih
al-Bukhari yang diriwayatkan oleh Salmah bin al-Akwa’ “kami berperang bersama
Rasulullah saw dalam perang Khaibar. Saat itu kami berangkat pada malam hari.
Lalu ada seorang lelaki berkata kepada Amir bin Akwa’ “maukah kamu
memperdengarkan kepada kami bait-bait syairmu?” Amir adalah seorang penyair.
Lalu dia tinggal beberapa waktu dan bersyair:
Tidak kami maupun mereka akan
mendapatkan petunjuk jika bukan karenamu
Tidak juga kami akan bersedekah
atau bersembahyang
Maka maafkanlah kami ketika membelamu
Dan tetapkanlah kaki kami ketika bertemu
musuh
Berikanlah ketenangan atas kami
Sungguh jika kami diseur, kami akan
datang
Alasan kesembilan adalah
Surat Yunus ayat 58 yang berbunyi: “Katakanlah dengan karunia Allah dan
rahmat-Nya hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmatNya
itu adalah lebih baik dari pada apa yang merek kumpulkan.” (Yunus: 58)
Apakah yang dimaksud dengan rahmat dalam
ayat di atas? Apakah bentuk rahmat itu? Para mufassir berbeda pendapat mengenai
hal ini. Namun dalam ulumul qur’an diterangkan bahwa
menafsirkan ayat dengan ayat al-Qur’an yang lain merupakan bentuk penafsiran
yang paling kuat. Karenanya as-Suyuthi dalam ad-Durrul Mantsur menafsirkan
kata rahmat dengan Surat al-Anbiya ayat 107: “Dan tiadalah Kami mengutus
kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”.(al-Anbiya: 107)
Sebagaimana dikutip dari Ibnu Abbas: bahwa yang
dimaksudkan dengan karunia Allah swt adalah ilmu dan rahmat-Nya adalah Nabi
Muahammad saw. Allah swt telah berfirman (Dan tiadalah Kami mengutus kamu,
melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam) (al-Anbiya:
107)
Maka menjadi jelas bahwa Rasulullah saw
memang diciptakan oleh Allah sebagai rahmat bagi alam jagad raya. Maka kalimat
selanjutnya dalam Surat Yunus di atas yang berbunyi ‘hendaklah mereka
bergembira’ secara otomatis memerintahkan kepada umat muslim menyambit gembira
atas rahmat tersebut. bukankah ini alasan yang sangat penting mengapa kita
harus bergembira menyambut maulidurrasul?
Sedangkan alasan yang kesepuluh pentingnya
memperingati maulidurrasul adalah tidak adanya hukum yang
jelas-jelas melarangnya. Meskipun melaksanakan peringatan maulid juga bukanlah
termasuk ibadah tauqifiyah. Namun peringatan ini seringkali
menjadi wahana mendekatkan diri kepada Allah swt. yang sangat dianjurkan.
Oleh karena itu, jika kacamata syari’at
mengategorikan berbagai macam praktek ibadah menjadi dua yaitu yang disenangi
dan dibenci, maka memperingati hari maulid dapat dikategorikan sebagai ibadah
yang disenangi syariat.
Demikianlah sepuluh alasan mengapa umat
muslim perlu memperingati hari kelahiran Rasulullah saw yang dijabarkan oleh
Omar Abdullah Kamel dalam kitabnya Kalimatun Hadi’atun fil Bid’ah,
Kalimatun Hadi’atun fil Ihtifal bi Maulid, Kalimatun Hadi’atun fil Istighatsah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar