Islam merupakan pedoman hidup bagi seluruh umat
manusia. Islam datang dari Allah SWT melalui utusan-Nya, Muhammad SAW. Islam
hadir bukan hanya untuk mengislamkan bangsa Arab tapi juga untuk umat manusia
dimana dan kapanpun mereka berada. Islam bukan monopoli bangsa, suku, daerah
ataupun ras tertentu.Universalitas Islam sebagai agama langit melampaui
sekat-sekat territorial dan perbedaan suku, ras dan jenis manusia.
Kendatipun demikian, Islam tidaklah terlahir dari
ruang dan waktu yang kosong.Ia dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, yang secara
teritori berasal dari Arab. Karenanya, proses dialog ajaran Islam dengan budaya
Arab tidak dapat dihindarkan. Kearaban Nabi Muhammad SAW dan Al-Qur'an tidak
serta merta dapat mengeneralisir bahwa semua yang berbau Arab itu pasti
sakral,suci dan tidak ada sisi negatifnya.Tentu harus dipilih dan dipilah mana
subtansi ajaran yang menjadi bagian Islam yang patut dimuliakan, dan mana yang
tidak subtansial. Substansi ajaran Islam itulah yang melampaui budaya dan
peradaban tertentu serta melampaui ras kemanusiaan. Rahmat Allah SWT berupa
Islam, Nabi Muammad dan al-Quran diperuntukkan bagi semua semesta tanpa harus
mengunggulkan dan melemahkan bangsa, suku dan ras tertentu atas yang lain.
Dengan demikian, Islam sebagai agama dan ajaran akan
dapat berdialog dengan budaya dan peradaban manusia di mana dan
kapanpun,termasuk dengan budaya dan peradaban Nusantara. Kendati harus diakui
bahwa tidak semua budaya Nusantara identik dan sejalan dengan ajaran
Islam. Namun, baik budaya Arab maupun Nusantara, tentu mengalami proses dialog
yang saling mengisi, menyempurnakan dan tidak saling menegasikan terhadap
ajaran Islam. Bahkan ajaran Islam yang justru menyempurnakan
budaya-budaya tersebut agar seiring sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan
universal dalam segala dimensi ruang dan waktunya.
Islam Nusantara bukanlah agama baru.Ia ada sejak agama
Islam hadir di bumi Nusantara. Ia merupakan istilah yang digunakan untuk
merangkai ajaran dan paham keislaman dengan budaya dan kearifan lokal Nusantara
yang secara prinsipil tidak bertentangan dengan nilai-nilai dasar ajaran Islam.
Islam Nusantara adalah sebuah ungkapan yang mencoba menegaskan bahwa ada Islam
di wilayah Nusantara dengan segenap jati diri dan karakteristiknya yang khas.
Dengan demikian, orang Islam yang kehilangan jati dirinya dan tampil dengan
wajah kebarat-baratan atau kearab-araban, sehingga mereduksi tradisi, budaya
dan adat istiadat bangsanya yang mungkin lebih relevan dengan ajaran Islam, tidak
dapat disebut sebagai Muslim Nusantara.
Islam Nusantara tidak bermaksud mereduksi ajaran Islam
seperti kewajiban berjilbab/menutup aurat, tahiyyat salam dan hal lain yang
berbau kearaban. Justru Islam Nusantara sangat akomodatif dan inklusif terhadap
hal-hal di atas sepanjang tidak bertentangan dengan subtansi ajaran Islam.
Lokus kerja Islam Nusantara adalah pengaintegrasian antara nilai-nilai
universal Islam dengan tradisi dan peradaban lokal kenusantaraan yang hidup dan
tidak bertentangan dengan Islam. Hal ini penting agar mampu melahirkan kembali
umat manusia yang berbudaya dan berkeadaban gotong royong, ramah, murah senyum,
toleran, moderat, tentram, teposeliro,magayu bagyo, andap
asor dan tidak mudah marah atau mencaci maki orang yang berbeda dan tidak
sependapat dengan dirinya.
Islam Nusantara ingin membangun peradaban dan
melahirkan umat yang tidak adigang adigung adiguna, umat yang selalu menghargai
perbedaan, berprinsip bhineka tunggal ika serta tidak hobi menebar rasa
kebencian, kecurigaan dan hasud kepada sesama, hanya karena perbedaan
keyakinan, agama, suku, ras dan bangsa. Islam Nusantara ingin mencetak
manusia-manusia yang tidak beringas, merasa paling benar, eksklusif dan merasa
superior di atas manusia lainnya. Intinya, Islam Nusantara adalah sebuah
ikhtiar untuk melahirkan manusia yang berbudaya dan berkeadaban mulia yang
selalu memanusiakan manusia tanpa ada diskriminasi.
NU dan Islam Nusantara
Gagasan baru tentang Islam Nusantara baru muncul
secara terstruktur sekitar dua tahun terakhir. Pro kontra terhadap sebuah
gagasan baru pasti datang silih berganti. Bahkan tidak jarang yang menuduh dan
memberikan stigma negative atas sebuah gagasan tanpa berdialog terlebih dahulu
dengan komunitas yang memunculkan gagasan tersebut.
Diakui atau tidak, NU adalah ormas Islam pertama yang
mengarusutamakan gagasan Islam Nusantara itu, kendatipun harus diakui belum
semua warga nahdliyin mengetahui dan memahami gagasan tersebut. Sejatinya
gagasan itu lahir dari pergumulan akademik para elit intelektual NU, terutama
Prof. Dr. KH. Said Agil Siraj dan para akademisi STAINU serta UNU Jakarta,
terhitung sejak dibukanya Program Pascasarjana Kajian Islam Nusantara di
penghujung tahun 2012 lalu. Kendatipun lahir dari rahim NU, Islam Nusantara
akan dipersembahkan untuk peradaban dan keadaban seluruh umat manusia.
Ide Islam Nusantara sebenarnya sangat bersahaja.
Bertitik tolak dari fakta bahwa mayoritas umat Islam Indonesia berpaham dan
mengikuti ajaran AhlussunnahWaljamaah (Aswaja), dan sebagian besar pengikut
Aswaja itu adalah warga NU. Dalam diskursus para elit intelektual NU, Aswaja
adalah manhajul hayat wal fikr (pedoman hidup dan metode
berfikir) dengan berbasis pada sikap mulia yaitu tawas-suth (moderat), tawâzun (seimbang/equal), tasâmuh (toleran)
dan i'tidal (selalu berpihak pada kebenaran). Keempat pilar
mulia itulah yang menjadi pijakan dalam bersikap, bertindak, bertutur kata,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bahkan keempat pilar tersebut
diharapkan dapat menjadi pisau analisis dalam pergumulan keilmuan dan dalam
menghadapi benturan peradaban yang saling berpenetrasi, berinfiltrasi dan
berakulturasi satu dengan lainnya.
Selain itu, NU dengan Aswajanya tetap menjadi garda
terdepan dalam menjaga tradisi dan kearifan lokal Nusantara. Hal itu terlihat
dan terkonstruk secara terstruktur dan massif dalam tardisi dan laku “Arumaniz”
(baca; tradisi baca Aurad/wiridan, Ratib, Manaqib, Maulid, Nasyid, Istighotsah
dan Ziarah ulama atau makam auliya').
Islam Nusantara sejatinya adalah gagasan progresif
yang berikhtiar untuk mendialogkan antara inti sari ajaran Islam ala Aswaja dengan
budaya dan peradaban Nusantara yang tidak saling bertentangan bahkan saling menyempurnakan
satu sama lainnya. Sama sekali tidak bermaksud mereduksi ajaran Islam,
mempertentangkan antara Islam Arab dan Islam Nusantara, apalagi anti budaya
Arab, rasis dan lain sebagainya.
Sesungguhnya Islam Nusantara adalah sebuah ijtihad
untuk menampilkan ajaran Islam yang membumi di Nusantara. Islam Nusantara
mengimpikan ajaran Islam yang inklusif dengan peradaban bahari dan continental
yang ada di dalamnya. Sehingga ajaran Islam tidak selalu dihadap-hadapkan
dengan peradaban Nusantara. Dangan cara pandang seperti ini, diharapkan Islam
Nusantara akan mampu melahirkan berbagai disiplin keilmuan yang khas Nusantara,
seperti fikih nusantara, siyasah nusantara, muamalah nusantara, qanûn
nusantara, perbankan Islam nusantara, ekonomi Islam nusantara dan berbagai
cabang ilmu Islam lain atas dasar sosio-episteme kenusantaraan.
Tidak berhenti pada titik itu, ilmu-ilmu sosial dan
eksakta pun akan coba dieksplorasi sedemikian rupa sehingga ilmu astronomi,
teknik, pelayaran, pertanian, dan peternakan nusantara yang pernah menguasai
dunia pada masa nenek moyang kita juga akan digali dan diketengahkan
kembali body of knowledgenya dengan baik. Sehingga bangsa ini akan
bangkit kembali dari keterpurukannya. Usaha ini sesungguhnya mirip dengan
proyek keilmuan yang bernama islamisasi ilmu dan teknologi atau integrasi
keilmuan (sains dan Islam).
Lebih jauh lagi, gagasan Islam Nusantara bertujuan
untuk meng-counter discourse terhadap paradigm keilmuan yang sangat
sekularistik-positivistik, yang serba teknologistik-materialistik dan juga
penyeimbang terhadap budaya sosial masyarkat modern yang cenderung
materialistis, hedonistis dan pragmatis. Bahkan, Islam Nusantara hendak
mewujudkan budaya dan peradaban baru dunia yang berbasis pada nilai-nilai luhur
dan universal keislaman dan kenusantaraan. Dengan demikian gagasan Islam
Nusantara bukan sekadar pepesan kosong, namun merupakan proyek akademik, budaya
dan peradaban sekaligus. Sebuah ikhtiar mulia dari anak manusia Nusantara untuk
mengangkat harkat dan martabatnya dalam kontestasi global demi menggapai
ridhaTuhan dan mengaktualisasikan risalah Islam rahmatan lil alamin bagi
semesta alam.
Oleh M. IsomYusqi adalah Direktur
Pascasarjana STAINU Jakarta
Sumber: www.nu.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar