Selasa, 12 Agustus 2014

Bayi Meninggal Tetap Dishalati?



Apakah seorang bayi yg meninggal tetap di sholatkan? Dan bagaimana bacaannya?

Jawaban:
Untuk menjawab pertanyaan ini, harus diperinci dahulu, yakni sebagai berikut:
1.  Jika bayi itu sudah lahir kedunia setelah melewati usia kandungan yang normal (9 Bulan) begitu pula yang prematur, dan dapat hidup secara wajar, lalu dia wafat setelah beberapa jam, atau beberapa hari, atau beberapa bulan dari kelahirannya, maka dia dishalatkan sebagaimana jenazah muslim lainnya.
2.  Jika bayi itu lahir karena keguguran dan usia kandungannya belum sampai empat  bulan (120 hari), baik masih berbentuk gumpalan darah, daging, atau sudah berwujud manusia, maka tidak ada perbedaan pendapat para ulama bahwa bayi tersebut tidak dishalatkan dan tidak mendapatkan waris. Sebab, pada umur itu dia belum ada ruh atau nyawa, sehingga tak ubahnya seperti seonggok daging biasa. 
3.  Jika bayi itu wafat karena lahir disebabkan keguguran ketika usia kandungan sudah melewati empat bulan (120 hari), namun belum saatnya lahir secara wajar, maka para ulama berbeda pendapat, apakah dia dishalatkan atau tidak?
  Jika  bayi tersebut sudah berwujud, dan sudah ditiupkan ruh (4 bulan atau lebih), dan ada tanda kehidupan (gerak atau tangis), maka disikapi sebagaimana mayat biasa; dimandikan (kalau bisa dan tidak dikhawatirkan merusak jasadnya), dikafankan, dishalatkan, lalu di kubur. Inilah yang difatwakan para ulama Islam.
  Jika bayi itu sudah berwujud, sudah 4 bulan, tapi ketika keguguran tidak ada tanda kehidupan maka tidak dishalatkan.

Berikut uraian Khadimus Sunnah Asy Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah:

 السقط إذا لم يأت عليه أربعة أشهر فإنه لا يغسل. ولا يصلى عليه، ويلف في خرقة، ويدفن من غير خلاف بين جمهور الفقهاء. فإن أتى عليه أربعة أشهر فصاعدا واستهل غسل وصلي عليه باتفاق. فإذا لم يستهل فإنه لا يصلى عليه عند الاحناف ومالك والاوزاعي والحسن، لما رواه الترمذي، والنسائي، وابن ماجه والبيهقي عن جابر أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: " إذا استهل السقط صلي عليه وورث " ففي الحديث اشتراط الاستهلال في الصلاة عليه.
وذهب أحمد وسعيد وابن سيرين وإسحاق إلى أنه يغسل ويصلى عليه للحديث المتقدم. وفيه: " والسقط يصلى عليه " ولانه نسمة نفخ فيه الروح، فيصلى عليه كالمستهل. فإن النبي صلى الله عليه وسلم أخبر أنه ينفخ فيه الروح لاربعة أشهر، وأجابوا عما استدل به الاولون بأن الحديث مضطرب. وبأنه معارض بما هو أقوى منه، فلا يصلح للاحتجاج به.

“Keguguran jika belum sampai 4 bulan maka janinnya tidak dimandikan dan tidak pula dishalatkan, cukup dibungkus dengan kain lalu dikuburkan, ini tidak ada perbedaan pendapat di antara mayoritas fuqaha. Jika telah sampai 4 bulan dan memiliki tanda-tanda kehidupan, maka dia dimandikan dan dishalatkan menurut kesepakatan ulama. Jika tidak ada tanda kehidupan, maka dia tidak dimandikan menurut kalangan Hanafiyah, Malik, Al Auza’I, dan Al Hasan. Sebab diriwayatkan oleh At Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah, dan Al Baihaqi dari Jabir bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Jika bayi keguguran ada tanda kehidupan maka dia dishalatkan dan mendapatkan waris.” Dalam hadits ini tanda-tanda kehidupan dijadikan sebagai syarat untuk dishalatkannya bayi tersebut. 
Menurut Ahmad, Sa’id, Ibnu Sirin, dan Ishaq, bayi itu tetap dimandikan dan dishalatkan (walau tak ada tanda kehidupan) sesuai hadits terdahulu. Dalam hadits tersebut disebutkan: “Bayi keguguran dishalatkan.” Karena makhluk hidup (manusia) setalh ditiupkannya ruh, maka dia dishalatkan sebagaimana adanya ‘tanda kehidupan’. Dan, sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah mengabarkan bahwa ruh ditiupkan setelah 4 bulan. Kelompok menjawab bahwa apa-apa yang dijadikan dalil oleh kelompok pertama (yaitu hadits dari Jabir) adalah hadits mudhtharib (guncang – salah satu jenis hadits dhaif, pen), karena dia bertentangan dengan hadits yang lebih kuat darinya (yaitu hadits Ibnu Mas’ud  yang kita bahas dalam syarah arbain ke-4), maka tidak sah berhujjah dengannya.” (Fiqhus Sunnah, 1/529)

Catatan:

Hadits dari Jabir yang berbunyi:
إذا استهل الصبي صلي عليه وورث
“Jika bayi keguguran ada tanda kehidupan maka dia dishalatkan dan mendapatkan waris.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Shahihnya No. 6032, juga Ibnu Majah dalam Sunannya No. 2750, dan didhaifkan oleh Syaikh Al Albani dalam Dhaiful Jami’ No. 363)

Ada juga yang mirip dengan hadits ini:
 إذا استهل الصبي صارخا سمي وصلي عليه وتمت ديته وورث وإن لم يستهل صارخا وولد حيا لم يسم ولم تتم ديته ولم يصل عليه ولم يرث
“Jika bayi keguguran ada tanda kehidupan yang jelas maka dia diberikan nama, dishalatkan, ditunaikan diyatnya dan diwariskan. Jika tidak ada tanda kehidupan yang jelas maka tidak diberikan nama, tidak ditunaikan diyatnya, tidak dishalatkan, dan tidak diwariskan.” Ini pun dinyatakan  dhaif. (Irwa’ul Ghalil, 6/147)

Jadi ada tiga masalah dalam hal ini:
1.  Keguguran sebelum 4 bulan, janin tersebut tidak dimandikan dan tidak dishalatkan, hanya dibungkus dan kubur saja. Ini tak ada perbedaan pendapat.
2.  Keguguran sudah 4 bulan atau lebih dan ada tanda kehidupan, maka dimandikan, dikafankan dan dishalatkan.
3.  Keguguran sudah 4 bulan atau lebih tapi tidak ada tanda kehidupan, maka tidak dimandikan dan tidak dishalatkan. Ini pandangan Hanafiyah, Malik, Al Auza’I, dan Al Hasan berdasarkan hadits Jabir. Sedangkan menurut Ahmad, Said, Ibnu Sirin, dan Ishaq tetap dimandikan dan dishalatkan.

Pandangan yang lebih kuat adalah apa yang menjadi pandangan Imam Ahmad, Said bin Al Musayyib, Ibnu Sirrin, dan Ishaq bin Rahawaih, bahwa bayi keguguran yang usia kandungannya 4 bulan lebih, tetaplah dimandikan, dikafankan, dan dishalatkan, walau tidak ada tanda kehidupan,   berdasarkan dalil yang lebih kuat pula (hadits Ibnu mas’ud) bahwa dia telah ditiupkan ruh, dan kelemahan hadits yang dijadikan dalil oleh kelompok pertama. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar