Ketika saya ziarah kubur ke maqbarah al-Imam Sakhnun--
salah satu tokoh madzhab Malikiyyah-- di Kairouan, Tunisia, Saya tercengang
membaca pesan beliau yang ditulis di pintu masuk, "Man kathura 'ilmuhu
qalla ingkaruhu; wa man qalla 'ilmuhu kathura inkaruhu, Orang yang alim dalam
pelbagai cabang keilmuan, maka ia akan jarang untuk menginkari sesuatu;
sedangkan orang yang dangkal ilmunya, maka ia mudah inkar."
Ternyata pesan dengan substansi yang sama pun pernah disampaikan oleh Prof.
Dr. al-Sayyid al-Habib Muhammad bil Alwi al-Maliki al-Hasani, sebagaimana
diriwayatkan oleh salah seorang muridnya, K.H. Zuhrul Anam (Gus Anam). Dalalm
satu ketika al-Imam Asy-Syaikh Said Al-Yamani, salah satu guru Sayyid al-Maliki,
mengatakan, “Idzaa zaada nadzrurrajuli
waktasa’a fikruhuu qalla inkaaruhuu ‘alannaasi,
Jika seseorang bertambah ilmunya dan luas cakrawala pemikiran serta
sudut pandangnya, maka ia akan sedikit menyalahkan orang lain." Atau
dalam bahasa Gus Mus-- panggilan populer K.H. A. Mustafa Bisri-- orang mudah
kagetan karena gajinya belum selesai.
***
Hal semacam itu pun
dialami oleh salah satu tokoh sentral Muhammadiyah, Prof. Dr. Abdul Malik Karim
Amrullah, populer dipanggil Buya Hamka. Konon, seperti diberitakan
oleh akun Kongkow Bareng Gus Dur, Buya Hamka yang semasa muda sangat anti
dengan acara maulidan dan qunut karena keduanya dianggap amaliyah yang bidah,
namun setelah usianya matang, ia sangat menikmati "menu" keseharian
orang-orang NU tersebut-- setelah melalui perjalanan hidup yang panjang dan
melahap beragam bacaan, ia tak lagi kaku melihat amaliyah kaum sarungan. Lebih
jelasnya, bagaimana perjalanan Buya Hamka samppai ia mau mengamalkan amaliyah yang semua ia
anggap bidah, berikut saya kutip status
“Iya,
dulu sewaktu saya muda kitabnya baru satu. Namun setelah saya mempelajari
banyak kitab, saya sadar ternyata ilmu Islam itu sangat luas.”
Sewaktu baru kepulangannya dari Timur Tengah, Prof. DR. Hamka, seorang
pembesar Muhammadiyyah, menyatakan bahwa Maulidan haram dan bid’ah tidak ada
petunjuk dari Nabi Saw., orang berdiri membaca shalawat saat Asyraqalan
(Mahallul Qiyam) adalah bid’ah dan itu berlebih-lebihan tidak ada petunjuk dari
Nabi Saw. Tetapi ketika Buya Hamka sudah tua, beliau berkenan menghadiri
acara Maulid Nabi Saw saat ada yang mengundangnya. Orang-orang sedang asyik membaca
Maulid al-Barzanji dan bershalawat saat Mahallul Qiyam, Buya Hamka pun turut
serta asyik dan khusyuk mengikutinya. Lantas para muridnya bertanya: “Buya
Hamka, dulu sewaktu Anda masih muda begitu keras menentang acara-acara seperti
itu namun setelah tua kok berubah?”
Dijawab oleh Buya Hamka: “Iya, dulu sewaktu saya muda kitabnya baru
satu. Namun setelah saya mempelajari banyak kitab, saya sadar ternyata ilmu Islam
itu sangat luas.”
Di riwayat yang lain menceritakan bahwa, dulu sewaktu mudanya Buya Hamka dengan tegas menyatakan bahwa Qunut dalam shalat Shubuh termasuk bid’ah! Tidak ada tuntunannya dari Rasulullah Saw. Sehingga Buya Hamka tidak pernah melakukan Qunut dalam shalat Shubuhnya.
Di riwayat yang lain menceritakan bahwa, dulu sewaktu mudanya Buya Hamka dengan tegas menyatakan bahwa Qunut dalam shalat Shubuh termasuk bid’ah! Tidak ada tuntunannya dari Rasulullah Saw. Sehingga Buya Hamka tidak pernah melakukan Qunut dalam shalat Shubuhnya.
Namun setelah Buya Hamka menginjak usia tua, beliau tiba-tiba membaca doa
Qunut dalam shalat Shubuhnya. Selesai shalat, jamaahnya pun bertanya heran:
“Buya Hamka, sebelum ini tak pernah terlihat satu kalipun Anda mengamalkan Qunut
dalam shalat Shubuh. Namun mengapa sekarang justru Anda mengamalkannya?”
Dijawab oleh Buya Hamka: “Iya. Dulu saya baru baca satu kitab. Namun
sekarang saya sudah baca seribu kitab.”
Gus Anam (KH. Zuhrul Anam) mendengar dari gurunya, Prof. DR. As-Sayyid
Al-Habib Muhammad bin Alwi al- Maliki Al-Hasani, dari gurunya Al-Imam
Asy-Syaikh Said Al-Yamani yang mengatakan: “Idzaa zaada nadzrurrajuli waktasa’a
fikruhuu qalla inkaaruhuu ‘alannaasi.” (Jikalau seseorang bertambah ilmunya dan
luas cakrawala pemikiran serta sudut
pandangnya, maka ia akan sedikit menyalahkan orang lain).
pandangnya, maka ia akan sedikit menyalahkan orang lain).
Kesimpulannya adalah : orang yang suka menyalahkan orang lain berarti
pemahaman ilmunya masih dangkalmembaca Maulid al-Barzanji dan bershalawat saat
Mahallul Qiyam, Buya Hamka pun turut serta asyik dan khusyuk mengikutinya.
Lantas para muridnya bertanya: “Buya Hamka, dulu sewaktu Anda masih muda begitu
keras menentang acara-acara seperti itu namun setelah tua kok berubah?”Dijawab
oleh Buya Hamka: “Iya, dulu sewaktu saya muda kitabnya baru satu. Namun setelah
saya mempelajari banyak kitab, saya sadar ternyata ilmu Islam itu sangat
luas.”Di riwayat yang lain menceritakan bahwa, dulu sewaktu mudanya Buya Hamka
dengan tegas menyatakan bahwa Qunut dalam shalat Shubuhtermasuk bid’ah! Tidak
ada tuntunannya dari Rasulullah Saw. Sehingga Buya Hamka tidak pernah melakukan
Qunut dalam shalat Shubuhnya.Namun setelah Buya Hamka menginjak usia tua,
beliau tiba-tiba membaca doa Qunut dalam shalat Shubuhnya. Selesai shalat,
jamaahnya pun bertanya heran: “Buya Hamka, sebelum ini tak pernah terlihat satu
kalipun Anda mengamalkan Qunut dalam shalat Shubuh. Namun mengapa sekarang
justru Anda mengamalkannya?”
Dijawab oleh Buya Hamka: “Iya. Dulu saya baru baca satu kitab. Namun
sekarang saya sudah baca seribu kitab.”
Gus Anam (KH. Zuhrul Anam) mendengar dari gurunya, Prof. DR. As-Sayyid
Al-Habib Muhammad bin Alwi al- Maliki Al-Hasani, dari gurunya Al-Imam
Asy-Syaikh Said Al-Yamani yang mengatakan: “Idzaa zaada nadzrurrajuli waktasa’a
fikruhuu qalla inkaaruhuu ‘alannaasi.” (Jikalau seseorang bertambah ilmunya
dan luas cakrawala pemikiran serta sudutpandangnya, maka ia akan sedikit
menyalahkan orang lain).
Kesimpulannya adalah : orang yang suka menyalahkan orang lain berarti
pemahaman ilmunya masih dangkal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar